Share

Lelaki yang Terbuang
Lelaki yang Terbuang
Author: Lathifah Nur

Bab 1

“Hahaha ….”

Suara tawa pecah membahana. Memenuhi seluruh ballroom sebuah hotel ternama. Semua mata tertuju pada film yang sedang diputar.

“Konyol sekali!” seru Joe sambil memegangi perut. “Laura, bukankah kau bilang kekasihmu lulusan S3 sebuah kampus terkenal di luar negeri?”

Mata lelaki itu tertuju pada seorang gadis berambut hitam panjang. Dia tegak di sisi kanan. Menatap tak berkedip pada film yang masih berputar. Wajahnya menegang dan berubah kelam.

“Coba lihat baik-baik! Diakah lelaki yang kau maksud itu?” Joe menatap tak berkedip pada gambar hidup yang terus bergerak. “Astaga! Aku tak percaya seorang lulusan luar negeri hanya mampu bekerja pada bengkel kecil!”

Saat itu, tayangan film menampilkan sosok seorang lelaki gagah dengan wajah penuh oli sedang memperbaiki sebuah mobil tua.

“Iya, S3 … SD, SMP, SMA … hahaha ….” Bram menimpali dengan tawa mengejek yang lebih kencang.

Berdiri terpaku di sisi kanan Laura, Gallen mengeritkan gigi menyaksikan dirinya menjadi pemeran utama film dokumenter tersebut. Dia tidak mengerti bagaimana film yang semula menayangkan perjalanan kisah cinta sepasang kekasih itu berganti menjadi film tentang dirinya.

Dia datang ke hotel itu untuk memenuhi undangan Laura, menghadiri pernikahan Rosetta. Tak disangka dia malah dipermalukan dan menjadi bahan tertawaan keluarga besar Laura.

“Hei, Bung!” Joe menepuk pundak Gallen cukup keras. “Mimpi jangan ketinggian!”

“Benar! Nanti kalau jatuh, sakitnya pakai banget dan nangis darah!” Bram menimpali dengan seringai mengejek.

Mata Bram memindai penampilan Gallen dari ujung kepala hingga ke kaki. Tubuh Gallen hanya terbalut kemeja murah, dengan warna yang mulai memudar. Begitu pula dengan celana yang menutupi kaki panjangnya. Warna hitamnya nyaris mendekati abu-abu gelap.

“Lihat dirimu! Kau tak ubahnya seperti seorang cleaning service di sini.”

Gallen mengedarkan pandangan. Para tamu yang hadir adalah orang-orang dari golongan ekonomi kelas atas. Tubuh-tubuh yang terawat baik tersebut terbungkus dalam balutan gaun-gaun mewah. Sungguh berbanding terbalik dengan pakaian yang dikenakannya.

Setiap pasang mata di ruangan besar itu memandang jijik pada Gallen. Dia bagaikan seekor gagak yang berada di tengah sekawanan burung merak.

“Bung, seharusnya kau berkaca sebelum masuk ke ruangan ini!”

Bram menepuk pundak Gallen dan meremasnya cukup keras. Dengan tekanan tersebut, dia ingin menunjukkan superioritasnya terhadap Gallen.

“Aku ke sini untuk memenuhi undangan Laura,” sahut Gallen santai. Air mukanya tak beriak sama sekali. “Lagi pula, bukankah pesta ini tidak mensyaratkan dress code?”

“Hahaha ….” Sekali lagi ruangan itu dipenuhi suara tawa.

Bram melirik Laura. “Laura, dari mana kau menemukan manusia tak tahu malu ini?” tanyanya dengan seringai mengejek. “Dress code? Lucu sekali dia sanggup mempertanyakan itu.”

Bram mengalihkan perhatiannya pada Gallen. Menyapu penampilan Gallen dengan tatapan mencemooh. “Kau bahkan tidak memiliki pakaian yang pantas untuk ke pesta. Bagaimana mungkin kau bisa hadir di sini dengan dress code tertentu? Apa kau punya cukup uang untuk membelinya?”

“Wow! Luar biasa! Lihat itu!”

Pujian dalam nada sarkastis mengalihkan perhatian Bram. Mengikuti arah jari telunjuk Joe, pandangan Bram mendarat pada adegan Gallen mengejar selembar uang senilai sepuluh ribu rupiah yang terbang terbawa embusan angin. Sebelah tangannya masih memegang selang compressor. Dia baru saja selesai mengisi angin salah satu ban mobil pelanggan.

Dengan tubuh dekil, Gallen tampak seperti seorang pengemis yang sedang memungut lembaran uang hasil belas kasihan sang pemilik mobil.

Plak!

Tanpa diduga, sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Gallen. Laura memandangnya dengan muka merah padam. Deru napasnya memburu. Jelas sekali dia tengah melampiaskan kekesalannya pada Gallen karena malu.

“Dasar penipu! Mulai sekarang kita putus!”

Gallen terperangah. Dia mematung lantaran tak menyangka akan menerima serangan mendadak dari Laura. Dia tak sempat menghindari tamparan itu.

“La–Laura!” Saat Gallen mendapatkan kembali kesadarannya, Laura telah menjauh.

“Hei, hei! Siapa yang berani mengganggu Laura-ku yang cantik?”

Jody mengadang langkah Laura. Lelaki itu dua tahun lebih tua dari Laura. Dari penampilannya, siapa pun bisa menilai bahwa dia berasal dari kalangan ekonomi kelas atas.

***

Terima kasih sudah berkenan membaca cerita ini. Mohon dukungan sobat semua dengan menambahkan buku ini ke rak/pustaka, ikut meramaikan kolom review dengan komentar, serta mengirimkan gem.

Comments (43)
goodnovel comment avatar
Raden Irwan
alur pembukaannya langsung amat thor...
goodnovel comment avatar
Zenno Rockordie
Semoga selalu menghibur ya ceritanya
goodnovel comment avatar
Andi Panjaitan
untuk awal cerita sangat menarik, and next ???
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status