Garganif sudah lama tidak pulang. Entah ke mana dia pergi. Kamilia sudah tidak mau ambil peduli. Wanita itu sibuk dengan kariernya dan ke-dua anak angkatnya."Bagaimana sekolahmu?" tanya Kamilia kepada Amira."Aku senang, Kakak," jawab Amira."Hati-hati dengan pergaulan di kota! Banyak tipu daya." Kamilia memberi wejangan. "Ya, Kak."Amira cepat menyesuaikan diri. Di sekolah tidak tampak seperti orang kampung. Dia tidak pernah bercerita darimana dirinya berasal. Amira juga tidak bercerita kepada Kamilia kalau dirinya sedang jatuh cinta di sekolah.**Di sekolah Amira cemberut merasa dicuekin oleh Andra. Dia keluar kelas tanpa menunggu Andra."Dia kenapa?" Andra bertanya kepada Laila.Laila hanya mengangkat bahu. Gadis itu malas berdebat. Biasa kalau orang sedang kasmaran banyak drama. "Little Star, tunggu!" seru Andra.Amira tidak menggubris panggilan Andra. Dia merasa Andra sudah berbuat curang. Hari ini Andra tidak seperti biasanya. Terlihat lebih pendiam."Bintang kecilku! Ada ap
Amira duduk di muka jendela, melihat bintang-bintang yang berkilauan di langit. Ada satu yang paling berkilau. Amira menatapnya lama sekali, dia seperti melihat senyum Andra di sana."Andra, kau ada di sana?" tanya Amira bertanya sendiri. "Baiklah … aku merasakan hadirmu di antara bintang-bintang itu. Aku berjanji akan selalu melihatmu tiap malam." Pikiran Amira semakin kacau. "Pantas kau selalu memanggilku dengan sebutan 'bintang kecil' rupanya kau akan menjadi bintang yang lebih besar.Amira merasa matanya menghangat. Air matanya mendesak keluar, gadis itu menengadah melihat kembali bintang. Air matanya menetes di buku kecil yang sejak tadi di pangkuannya. Amira mulai membaca tulisan terakhir Andra. "Aku mencintaimu dengan segala kesederhanaanku. Jangan pergi! Amira aku sayang kamu.""Apa dia tulis?" rutuk Amira. "Dia bilang jangan pergi! justru kamu yang pergi, Andra!"Amira membalas tulisan Andra, dia menuliskan banyak sekali kalimat di buku harian Andra. Harapan dan kemarahanny
Laila memandang ke arah gorden yang tadi bergerak menurut Amira. Tidak ada yang aneh, gorden tetap seperti pertama mereka sampai."Mana bergerak, sih?" tanya Laila.Amira berkali-kali mengucek matanya. Dia bingung mendapati kenyataan di depan matanya. Tingkat khayalannya sudah mengkhawatirkan."Apakah aku salah melihat, Laila!" tanya Amira "Udah ah, yuk kita pulang!" ajak Laila.Sesungguhnya Laila prihatin dengan kondisi kejiwaan Amira. Gadis itu tidak bisa melupakan kekasihnya yang sudah tiada. Malah berhalusinasi, berkali-kali melihat Andra. Dirinya sendiri tidak bisa berbuat banyak. Apalagi mereka kini akan berpisah. Amira akan tetap di Jakarta, sedangkan dirinya akan meneruskan kuliah di Jogjakarta. Sebenarnya berat berpisah dengan Amira, gadis itu benar-benar butuh teman yang mengerti dirinya.Amira menurut saja saat Laila membawanya pulang. Dia langsung masuk kamar, mendapati sepi suasana rumahnya. Kamilia yang seorang wanita karier sehingga ada di rumah kalau hari libur saja
Keesokan harinya Amira bertemu dengan Laila, Amira sengaja datang. Dia pamit kepada Kamilia untuk bertemu sahabatnya itu sebelum berangkat ke Jogjakarta. "Baiklah, hati-hati. Setelah urusanmu selesai, cepat pulang!" suruh Kamilia."Baik, Kak," jawab Amira.Laila menyambut Amira dengan sukacita. Dia senang bertemu sahabatnya sebelum berangkat. Amira memberikan buku harian Andra yang sengaja dibawanya."Ini … bacalah!" suruh Amira."Ini rahasia Andra, mengapa aku disuruh baca?" tanya Laila."Siapa tahu ada petunjuk tentang dia.""Baiklah, kalau begitu."Laila menerima buku itu dan membacanya. Dibolak-baliknya buku itu, berusaha mencari petunjuk di sana. Lama gadis itu diam, asyik sendiri. Amira curiga dengan Laila yang tampak anteng membaca buku harian Andra. Tadi dia baca tidak ada yang aneh dengan tulisan Andra. Hanya tentang bintang-bintang."Ada apa?" tanya Amira sambil melongokan kepalanya ke arah buku."Coba baca ini!" suruh Laila."Andai jiwa telah lelah berkelana di jagat raya.
Amira mendekati Adelia. Tertarik dengan tempat menarik itu. Dia bertekad untuk melupakan Andra. Toh dia, sebelum meninggal sudah tidak setia."Tempat apa itu?""Tempat nongki kita-kita," jawab Adelia.Amira cemberut mendengar jawaban Adelia. Dia mengharapkan jawaban yang konkret, bukan sekedar jawaban gak jelas. Adelia tertawa melihat bibir teman barunya mengerucut lucu."Nanti malam kita berangkat, ok?" tanya Adelia.Sejenak Amira ragu-ragu, tapi hatinya mengisyaratkan kalau dirinya harus segera bangkit dari keterpurukan ini. Dia mengangguk menyetujui.**Amira sedikit memoles lipstik di bibirnya yang sudah merah asli. Nampak segar dirinya kini, tidak seperti biasanya selalu kuyu tak bergairah.Tadi gadis itu sudah minta izin kepada Kamilia untuk pergi sebentar. Kamilia mengizinkan asal pulangnya jangan terlalu larut. Kamilia masih sibuk dengan urusannya bersama Garganif. Adelia menjemput Amira, tidak lama setelah hari berganti malam. Gadis itu mengajak Amira berkenalan dengan teman
Malam ini Amira duduk dengan gelisah. Obat dari Adelia sudah habis. Tadi temannya itu bilang begitu, saat Amira menanyakan. Amira kembali merasa sendiri. Semua kenangannya kembali hadir mengusik jiwanya.Rasa tidak nyaman karena tidak minum pil membuat Amira kembali memandang bintang. Dirinya kembali teringat Andra, walau dia meyakinkan diri bahwa Andra berselingkuh, hati kecilnya menolak. Hatinya masih yakin Andra tidak semudah itu berpaling.Bintang berkedip manja malam ini. Mengisyaratkan dirinya siap menjadi teman Amira malam ini. Kembali Amira teringat dengan buku harian milik Andra. Dia mencari-cari tapi tidak menemukannya. Amira panik, buku harian itu adalah peninggalan Andra sebagai kenangan.Gadis itu keluar keringat dingin karena buku itu tidak kunjung ditemukan. Dia duduk di ujung tempat tidur. Berusaha mengingat-ingat kapan terakhir memegang buku tersebut. Adelia … ya dia teringat kini, yang terakhir membaca buku itu adalah temannya itu. Amira memeriksa tempat di mana Ade
Amira melirik Adelia yang sama nampak terkejut bertemu dengan lelaki itu. Timbul pertanyaan dalam diri gadis tersebut."Adelia seperti mengenal orang ini, tetapi mengapa dia tidak bercerita?" pikir Amira. "Kau!" serunya. Matanya sudah terasa berkabut karena air mata."Bintang! Sedang apa kamu di sini?" seru Adelia tidak kalah kaget."Bintang?" tanya Amira cepat. Matanya memandang mohon penjelasan kepada Adelia."Ya, dia Bintang temanku di SMA. Sudah lama tidak kelihatan hampir dua tahun lamanya." Adelia menjelaskan, matanya menatap tajam ke arah Amira. Memperhatikan gerak tubuh Amira, melihat reaksi gadis itu bertemu dengan Bintang. "Kamu kenal dia?" tanya Adelia kemudian."A … aku ti … tidak kenal," jawab Amira tergagap. Amira berpikir lebih baik tidak mengakui kalau muka Bintang mirip sekali dengan Andra. Hanya saja Bintang tidak punya tahi lalat di pipi kirinya."Aku kuliah di sini sekarang," jawab Bintang. Sekilas Bintang menatap Amira lalu menatap lagi Adelia."Kenalkan, ini teman
Amira tersenyum kecut mendengar penghiburan Laila. Dia tidak yakin dengan perasaan Bintang. Adelia dan Bintang begitu akrab. "Kamu yakin, Laila?" tanya Amira."Aku yakin," tandas Laila. Entah mengapa ada semacam ketertarikan di hati Amira. Dia tidak mungkin mencintai orang lain selain Andra. Dalam diri Bintang, Amira seperti melihat Andra seutuhnya. Laila memperhatikan badan Amira yang semakin kurus. mukanya tidak bercahaya serta pandangan yang kuyu. Laila curiga, karena temannya di Jogja ada yang berpenampilan seperti Amira. Ternyata terdeteksi menjadi pemakai obat-obatan terlarang."Kamu bergaul sama siapa aja?" tanya Laila. "Temanku di sini hanya Adelia," jawab Amira.Mengapa kamu kurus sekali?" tanya Laila lagi. "Apakah kamu sakit?""Aku sering sakit kepala, Adelia yang punya obatnya. Aku sering beli kepadanya," jawab Amira."Obat apa?" tanya Laila."Obat sakit kepala tapi selain sakitku hilang, perasaan seperti di awang-awang," jawab Amira sambil menerawang mengingat. "Apa?