Share

Bab 3

"Vania!" Suara Rendi sedikit berintonasi.

Vania menoleh dan menatapnya tajam, bukan karena ingin membangkang ataupun tidak menghargai suaminya sebagai pemimpin di keluarga ini, tapi ia sudah memikirkan baik-baik keputusannya untuk keluar dari rumah ini. Terlalu lama berada disekitar mereka membuatnya gerah. Vania tak akan mampu selamanya menutup mata melihat kemesraan mereka dan juga tatapan kesedihan yang selalu diperlihatkan Karin kepadanya.

Dan terlebih juga pada perasaannya. sendiri.

Vania takut jika perasaan cintanya akan semakin besar pada Rendi, nantinya akan membuat dirinya sulit untuk melepaskan diri dari pernikahan yang tak sehat ini. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah mencari cara agar bisa segera terlepas dari belenggu pernikahan yang menyakitkan ini.

"Mama tidak akan suka mendengarnya." Rendi mencoba mencegah.

Vania menunduk sambil tersenyum getir.

"Mas, aku akan menjelaskannya pada mama. Jadi kau tak perlu khawatir."

"Vania, pikirkan dulu." Karin menatap lembut padanya. Sungguh, tatapan mata itu membuat Vania semakin merasa bersalah padanya.

"Sudah sebulan aku tak menengok barang-barangku disana, Mbak. Lagipula, aku juga harus membayar sewanya." Vania beralasan.

Sejak mereka menikah, hanya sesekali Vania kembali ke kontrakan, menginap satu atau dua malam disana, meskipun mertuanya sudah membelikan sebuah rumah sebagai hadiah pernikahan dan tempat tinggal untuknya, tetap saja ia merasa nyaman tinggal di kontrakan kecil yang ia sewa perbulan, selain karena tempatnya tak terlalu jauh dari kantor tempatnya bekerja. Kontrakan itu juga menjadi tempat ia menyimpan sebagian barang-barang pribadinya, karena ia belum sempat memindahkannya.

"Vania, mbak mohon tinggallah beberapa hari lagi disini." Ekspresi Karin

Tampak begitu memohon.

Vania berdecak pelan. Ia tahu kakak madunya itu yang memohon pada mama mertua agar ia dapat tinggal bersama mereka disini. Tapi, tetap saja, gadis itu tak merasa nyaman tinggal satu atap dengan mereka.

"Vania, dengarkan Karin. Bagaimanapun juga ia adalah ...."

"Baiklah." Ucap Vania menyerah. Menyela ucapan Rendi.

"Maaf, aku sudah terlambat. Assalamualaikum."

Pamit Vania kembali pada mereka sambil melirik jam di pergelangan tangan. Tak ia hiraukan lagi panggilan Rendi yang meminta untuk menunggu sebentar karena ingin sekalian mengantarnya. Vania terus melangkah, tanpa menoleh lagi kebelakang.

"Maaf Mas, aku tak tahu sampai kapan aku bisa bertahan dengan pernikahan ini. Yang aku tahu, suatu saat nanti kita akan berpisah. Aku tak akan sanggup jika harus terus menjadi orang ketiga dalam kehidupan pernikahan kalian." Vania berbisik lirih.

"Bukan hanya kalian, tapi aku juga tersakiti dengan keadaan ini." Jerit Vania dalam hatinya.

****

Lima bulan sebelumnya.

"Vania, bisakah bapak bicara sebentar denganmu?"

"Ada apa? Bapak bicara saja,"

Gadis itu mengangguk pelan, sebenarnya ia sudah bisa menduga-duga apa yang akan dikatakan ayahnya.

"Kemarin, bapak dipanggil oleh Tuan Hardi. Ia mengajak bapak bicara."

"Apakah ini tentang menikahi Mas Rendi lagi?" Vania menebak.

"Iya. Ini memang tentang menjodohkanmu dengan putra beliau nak."

Vania menghela nafas berat. Tak tahu lagi bagaimana cara untuk menolaknya. Sungguh, menikahi pria yang tidak ia cintai dan menjadi istri kedua bukanlah cita-citanya.

Vania memang mengenal Rendi dan keluarganya sejak kecil karena sang ayah sering mengajaknya ke rumah besar itu. Ia juga tahu, Rendi sudah menikah dan begitu mencintai Karin, istrinya, hanya saja yang tidak bisa gadis itu mengerti adalah mengapa harus dirinya yang dihadirkan masuk dalam pernikahan mereka.

"Kenapa harus aku, pak. Bukankah, Pak Hardi memiliki banyak kenalan. Ia bisa meminta salah satu putri dari kolega bisnisnya untuk dijadikan menantu?" Protes Vania.

"Karena nyonya menyukaimu, Vania. Begitu juga, Mbak Karin. Istrinya Mas Rendi. Nyonya bilang daripada harus mencari gadis lain yang tidak begitu dikenal perangainya, akan lebih baik ia menikahkan putra satu-satunya itu kepadamu, yang begitu ia kenal sejak kecil."

"Tapi pak. Usiaku baru dua puluh tiga tahun, Aku belum ingin menikah, aku masih ingin menikmati hidupku, juga membahagiakan bapak dan ibu." Tolak Vania tegas.

"Bapak mengerti, Vania. Tapi, bapak tak mampu menolaknya, nak. Kau sendiri tahu, rumah yang kita tinggali ini adalah pemberian dari Pak Hardi, juga biaya kuliahmu. Jangan lupa, siapa yang membantu kita saat operasi usus buntu ibumu dan memberi modal pada bapak agar bisa membeli ladang dan sawah di kampung?"

"Semua karena bantuan dari Pak Hardi dan istrinya." Bapak mencoba menjelaskan.

Vania menunduk.

"Setidaknya jangan membuat orang tuamu malu karena tidak bisa membalas jasa dan budi baik mereka selama ini pada kita, nak." Lembut Diana mencoba membujuk putrinya.

"Tapi, bu ...!" Vania masih berusaha menolak.

"Vania," wajah Diana begitu memohon.

"Ibu ... aku akan menjadi istri kedua. Tak takutkah ibu Jika orang-orang nantinya akan mengejek kita, menggunjingkanku, bahkan memakiku?"

Diana menggeleng.

"Nak, tidak semua menantu mendapatkan sosok mertua yang baik, jika keluarga Pak Hardi begitu menyukai dirimu, bukankah itu sebuah keberuntungan? Kau tak harus mendengar penilaian orang tentang Istri kedua. Karena tidak semua wanita yang menjadi istri kedua adalah perebut suami orang."

Mata ibu masih nampak begitu memohon. Sungguh, satu hal yang membuat Vania akhirnya tak bisa berkutik adalah permintaan Ibunya. Bagi Vania, permintaan ibu sama saja seperti sebuah perintah yang wajib dilaksanakan

"Vania, kau bersedia bukan?"

"Bagaimana dengan Mbak Karin?" Tanya Vania lemah.

"Dari tiga orang gadis yang berniat di jodohkan pada suaminya, ia langsung memilihmu, nak."

Vania menunduk, tak ada lagi yang bisa ia lakukan, semuanya seakan direncanakan dengan baik. Apalagi yang bisa ia lakukan selain menerimanya? Menolak pernikahan ini sama saja membuat kedua orang tuanya bersedih dan malu karena merasa tak mampu membalas kebaikan yang telah diberikan keluarga Atmadja pada mereka.

Vania menyerah, dan menerima nasibnya untuk dijadikan istri kedua.

Baiklah," ucap Vania teramat pelan.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status