Share

Bab 10

Author: Rira Faradina
last update Last Updated: 2022-08-11 11:11:11

"Vania, kau ada masalah?" Kembali Karin bertanya.

"Yah, aku memang ada masalah, mbak. Dan masalahku ada pada kalian berdua!" Ketus Vania lalu menggeser kursinya.

***

Delikan tajam diterima Vania dari Rendi, namun tak begitu ia pedulikan. Vania menegakkan punggung dan kepalanya seakan ingin menantang.

Vania tahu sikapnya di meja makan ini akan berakhir dengan pertengkaran. Bukan maksudnya untuk memancing keributan atau mengundang kemarahan pasangan suami istri dihadapannya itu. Tapi, ia lelah melihat hal yang sama setiap pagi, berulang-ulang. Ditambah dengan kekesalannya semalam.

Sebenarnya, Vania juga tidak mengerti. Mengapa beberapa hari ini emosinya seakan tidak stabil. Harusnya ia senang dengan sikap Rendi yang acuh, itu artinya memudahkan dirinya untuk bisa segera melupakan lelaki itu jika kelak mereka berpisah.

Mungkin saja karena rasa cemburu dihatinya, itulah yang dipikirkan Vania saat ini.

Sekuat tenaga ia berusaha menepis perasaan cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Sudah cukup. Ia sudah tak mau lagi berharap. Rasa cinta tak berbalas ini membuatnya lelah. Vania memutuskan untuk membuang cinta yang terlanjur bersemayam di hatinya.

Tak mudah memang untuk melakukannya, dan tapi Vania sudah bertekad untuk melepas semuanya. Dalam hatinya sekarang hanyalah menginginkan pernikahan ini segera berakhir.

Rendi masih memandang Vania dengan tatapan yang intensif. Lelaki itu seakan tidak terpengaruh dengan perkataan yang baru saja di lontarkan istri keduanya itu. Sorot matanya yang dingin menyebabkan orang sulit untuk membaca apa yang sedang dipikirkannya.

Rendi melirik Karin dan memberi kode pada istri pertama itu agar diam, lelaki itu menggelengkan kepalanya ketika ia melihat Karin yang hendak melayangkan protes.

Untuk beberapa saat hanya keheningan yang tercipta, hingga helaan nafas berat seseorang akhirnya memecah kebuntuan mereka.

"Mengapa berkata seperti itu, Vania. Jika kau kesal padaku, lebih baik atakan saja," ujar Rendi dengan nada suara yang rendah.

Mendengar respon Rendi, pandangan mata Vania beralih pada manik obsidian gelap milik suaminya itu. Delikan tajam kembali ia lemparkan. Seakan mewakili perasaan kesalnya.

"Aku akan pindah ke kontrakan siang ini. Dan iya, jangan coba berusaha menghalangi atau mencegahku." Balas Vania ketus.

"Aku tidak mengizinkan. Kuharap kau tidak lupa jika esok lusa kita bertiga akan pulang menemui mama dan papa." Rendi mengingatkan.

"Aku tidak lupa, kita bisa bertemu saja nanti di rumah mama." Jawab Vania cepat.

"Kenapa harus pindah, Vania? ini juga rumahmu." Karin menyela.

Vania menghela nafas berat. Seulas seringai tipis nampak di wajah porselinnya yang mulus. Rasanya ia nyaris gila karena selalu saja berada dalam posisi terpojok jika mengutarakan apapun keinginannya.

Vania berdehem, sepertinya ia harus mengingatkan kembali kakak madunya itu jika rumah ini bukan miliknya. Bahkan ucapan itu masih segar dalam ingatannya karena baru beberapa hari yang lalu ia mengatakannya.

"Aku sudah mengatakanya beberapa hari yang lalu mbak, ini bukan rumahku." Tegas Vania dengan tangan meremas ujung blouse maroon yang dipakainya.

Karin memilih diam, tak menanggapi ucapan Vania barusan. Wajah teduh dengan gelengan kepala yang diperlihatkannya membuat Vania gusar dan gemas.

"Setidaknya selesaikan sarapanmu dulu," pinta Karin sesaat kemudian.

Vania menggeleng," aku sudah tidak lapar, lagipula seleraku juga sudah hilang. Kalian teruskan saja sarapannya."

Bunyi kursi kembali berdecit. Tak lama Vania berdiri dari tempat duduknya. Membuat Rendi yang melihat sikap tak sopan istri keduanya itu akhirnya bereaksi.

"Tak bisakah kau menghormati makanan yang ada di meja?" Hardiknya.

"Jika kau tidak suka dengan sikapku. Kau bisa mengusirku saja dari sini, mudah kan?" Tantang Vania.

Mendengar ucapan Vania, Rendi memalingkan wajahnya sejenak. Seakan sedang mengendalikan emosi. Melihat ekspresi kemarahan yang ditampakkan Rendi, seketika membuat Karin menarik pelan tangan Lelaki itu.

"Mas, Tenanglah." Ujar Karin sambil mengelus lengan Rendi dengan gerakan yang konstan.

Melihat ketegangan diantara mereka membuat Karin lebih memilih menenangkan Rendi, karena tak mungkin baginya untuk menghampiri Vania yang sedang diselimuti amarah. Karin khawatir jika ia mendekat, adik madunya itu akan menolaknya.

Rendi membuang nafas kasar, tak lama anggukan kepalanya terlihat. Sorot matanya yang menghujam kini terkunci pada manik mata milik Vania, seakan menantang kemarahannya.

"Vania duduklah. Makanlah dulu, sejak tadi kau hanya mengaduk-aduk saja sarapan di piringmu." Pinta Karin lembut dan hati-hati.

Mendengar ucapan Karin, membuat Vania akhirnya memutus kontak mata dengan Rendi. Kembali sudut bibirnya melengkung.

"Selalu saja seperti ini. Ada apa dengan dirimu, mbak? Harusnya kau tak perlu bersikap sok baik seperti ini padaku. Aku tahu, kau juga tidak mengharapkan kehadiranku. Iya kan? Tak perlu membohongi diri dan memanipulasi keadaan dan perasaanmu sendiri karena yang sebenarnya, kau pun keberatan dan sakit hati dengan pernikahan kedua suamimu. Benar kan?"

"Kau tahu mbak? aku bahkan lebih suka melihatmu membanting piring dan mengajakku ribut daripada berwajah penuh drama seperti itu." Tuding Vania kemudian.

"Vania!" Teriak Rendi ketika baru saja melihat istri keduanya itu menyelesaikan kalimatnya.

"Sudah cukup kau mendesak Karin seperti itu. Tidakkah kau tahu jika ia sendiri yang memintamu tinggal disini?" Bentak Rendi tahan lagi, seakan tak terima dengan pernyataan yang diungkapkan Vania.

"Kenapa? Bukankah harusnya seperti itu? Aku yakin tak ada seorang istri yang bahagia melihat suaminya menikah lagi, tak mungkin hatinya tidak sakit ketika mengetahui suaminya berbagi ranjang atau menghabiskan malam dengan wanita lain. Ucapanku benar kan, Mbak?" Sinis Vania bicara.

"Jaga sikapmu Vania! bagaimanapun dia adalah kakak madumu, hormati dia sebagai istri pertamaku." Hardik Rendi kemudian.

"Oh ya!? Kalau begitu, tolong minta padanya untuk tidak melakukannya lagi. Tak perlu bersikap manis dan memintaku untuk tinggal bersama kalian, itu seperti menghinaku ...." Vania menjeda kalimatnya. Dadanya turun naik karena emosinya yang meningkat.

"Apa kau ingin tahu, Mas. Aku seperti orang asing disini. Ah, salah. Kau tidak peka sama sekali dengan apa yang dirasakan oleh kedua istrimu saat ini," Lanjut Vania setelah menghembuskan nafas panjang.

"Aku suamimu, Vania! Jangan memaksaku dan sok bersikap seakan kau tahu segalanya," Teriak Rendi, suaranya seakan memenuhi seisi ruang makan ini

"Ya, aku memang sok tahu, lalu?" Mata Vania menatap nyalang dengan kedua tangan bersidekap di dada. Sebuah sikap defensif untuk mempertahankan diri.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ranjang Suami yang Terbagi   Bab 90 / Ending

    Beberapa bulan kemudian."Mas, boleh aku bertanya sesuatu?" Tanya Vania sambil menggendong Arjuna, putra mereka."Kau bebas bertanya apapun padaku," jawab Rendi sambil menjawil pipi Arjuna yang menggemaskan."Apa kau pernah merindukan Mbak Karin?" Mendengarnya, Rendi tersenyum lalu mengambil Arjuna dari gendongan Vania." Mengapa bertanya seperti itu?" Balasnya."Aku hanya ingin tahu saja," sahut Vania cemberut."Terkadang aku masih merindukannya," goda Rendi sambil melirik Vania yang semakin cemberut."Begitukah, kau menyesal bercerai dengannya?" Cecar Vania kemudian.Kali ini Rendi menghela nafas panjang, lalu menarik lembut tangan Vania, mengajaknya duduk di gazebo yang ada di sudut halaman rumah mereka."Aku tidak menyesali apapun, princess. Bagiku Karin tetaplah seorang istri yang baik hanya saja jodoh kami sudah selesai. Karena saat ini dan selamanya hanya ada kau saja di hatiku. Apa jawaban itu sudah cukup?" Vania memalingkan wajahnya, melihat sikap istrinya yang terlihat sedan

  • Ranjang Suami yang Terbagi   Bab 89

    Karin tertawa getir mendengarnya." Apa kau tahu jika aku sengaja melakukannya, karena rasa cemburu ku padamu, Vania?" Ucap Karin mengakuinya.Mendengarnya Vania seolah kehilangan kata-kata, meski sebelumnya ia sudah dapat mengira namun tak menyangka jika kakak madunya ternyata melakukan hal ini padanya.Suasana ruangan itu hening sesaat, entah mengapa diantara mereka kini saling membuang pandangan seakan ingin menyembunyikan perasaan mereka masing-masing."Tapi kau tak harus bercerai dari Mas Rendi, mbak. Kau adalah isteri pertamanya, seseorang yang telah lebih dulu berada disisinya, jika hanya karena seorang keturunan memaksamu untuk menjauh dari Mas Rendi, mengapa tidak aku saja yang melakukannya?""Princess," sebut Rendi spontan, lelaki itu seperti tak suka dengan kalimat yang baru saja dilontarkan Vania.Karin kembali mengulas senyum getir saat melihat perubahan sikap Rendi. "Mas Rendi mencintaimu, Vania. Tidakkah kau sadari itu? Apa kau masih tidak ingin mengerti jika kehadiranku

  • Ranjang Suami yang Terbagi   Bab 88

    ""Mengapa kau bersikeras ingin berpisah, Karin?"Mendengarnya, Karin tersenyum getir. "Aku sudah yakin bahwa kau adalah orang pertama yang akan bertanya padaku, mas." Jawabnya pelan.***Pandangan mata semua orang kini tertuju pada Karin, seakan menunggu jawaban yang akan terlontar dari bibir wanita itu, namun Karin bergeming sesaat, seolah-olah mengabaikan pertanyaan yang baru saja dilontarkan suaminya tersebut padanya. Tak lama akhirnya suaranya terdengar."Sebelum itu, aku ingin minta maaf pada kalian semua karena telah mencemaskanku. Sungguh, aku tak bermaksud untuk menghindar ataupun lari. Beberapa hal yang terjadi belakangan ini cukup menguras emosi, hingga kuputuskan untuk menenangkan diri sejenak," tutur Karin memulai penjelasannya."Apa harus dengan melayangkan gugatan cerai, mbak?" Vania memprotes keputusan Karin.Mendengarnya Karin tersenyum getir lalu memalingkan wajahnya dari sorot pandang mata Vania yang tajam. Helaan nafas panjang terdengar dari bibirnya, seakan sedang

  • Ranjang Suami yang Terbagi   Bab 87

    "Entah mengapa aku merasa jika kau terpaksa mengambil keputusan ini, mbak. Aku tahu dari dalam hatimu, kau sangat mencintai Mas Rendi," lirih Vania mengucapkannya, lalu kembali melempar pandangan ke luar jendela. Menatap bayinya yang tengah tertidur dalam gendongan Sumi.***Sidang pertama perceraian Rendi dan Karin akhirnya selesai digelar. Namun Karin tak juga terlihat di persidangan tersebut, membuat kesal Rendi yang sedari tadi menunggu kehadirannya.Sejak gugatan hingga masuk ke tahap persidangan, Karin masih belum menampakkan dirinya, meski beberapa kali Rendi berusaha menelpon dan berkirim pesan padanya, tetap saja tidak mampu membuat Karin pulang ke rumah mereka.Karin juga tidak terlihat saat gelaran aqiqah bayi Vania, hanya kiriman kado darinya saja yang datang menghampiri, kelihatannya Karin sengaja menghindari bertemu dengan semua orang yang berhubungan dengannya. Wanita itu seolah sengaja menjauh dari mereka.Keputusan Karin untuk bercerai sepertinya sudah tak terbendung

  • Ranjang Suami yang Terbagi   Bab 86

    "Istirahatlah princess, karena aku akan menjaga kalian berdua," lirih Rendi dengan pandangan matanya yang terlihat berkaca-kaca menatap Vania dan bayi mereka secara bergantian.***Karin menyeka air matanya yang menetes, hatinya begitu nyeri saat ini. Keputusannya untuk bercerai dari Rendi membuat perasaan hancur.Tak dapat dipungkiri, untuk kedua kalinya ia harus patah hati. Baik Hans maupun Rendi, kedua lelaki itu tak bisa dimilikinya, membuat Karin harus berlapang dada untuk menerima guratan nasibnya.Matanya kini memerah sebab air matanya. Beberapa kali ia mengutuk dirinya karena bisa terjebak dalam situasi seperti ini. Entah mengapa ia harus kembali mengalami rasa sakit ini. Membuat bibirnya kini merutuki nasibnya sendiri.Tangan Karin masih memutar kemudi mobilnya. Panggilan telepon dari Rendi beberapa saat lalu kini membuat suasana hatinya semakin nyeri. Ingin sekali ia berharap bahwa semua ini adalah mimpi agar ia tak perlu terbangun dan merasakan semua hal yang menyakitkan ini

  • Ranjang Suami yang Terbagi   Bab 85

    "Kau terlihat gelisah, mas. Apa ada masalah?" Mendengarnya, Rendi lalu menghela nafas berat."Iya, pengacara Karin baru saja menelponku, beliau bilang bahwa Karin telah mendaftarkan gugatan cerainya ke pengadilan agama," jawab Rendi, nada suaranya terdengar parau.***"Gugatan cerai?" Ucap Vania seakan tak percaya. Terlihat keningnya seketika berkerut."Benar, pengacaranya berkata seperti itu padaku," tegas Rendi sambil menganggukkan kepalanya."Mustahil?""Rasanya aku tak bisa mempercayainya? Bukankah sebelumnya ia begitu sangat menginginkan bayiku agar bisa terus bersamamu, mas. Lalu kenapa sekarang ingin bercerai?" Vania mendesis seolah tak yakin jika Karin benar-benar melakukannya."Entahlah, aku juga tak tahu alasannya, kurasa aku harus mengajak Karin bicara. Aku ingin tahu apa alasannya kali ini setelah sebelumnya begitu sangat menginginkan bayimu," pungkas Rendi.Untuk beberapa saat, diantara mereka tak ada yang bicara seakan sibuk dengan pikirannya masing-masing hingga akhirny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status