Bagaimana Alur Cerita Dalam Yang Tak Lagi Disebut Berkembang?

2025-10-15 21:24:24 61

5 Answers

Stella
Stella
2025-10-18 16:28:21
Plot twist di tengah membuatku harus menaruh buku ini untuk sesaat dan berpikir ulang—itu momen yang jarang ada. Struktur 'Yang Tak Lagi Disebut' cukup berani: penulis membangun rasa aman palsu, lalu perlahan mencabutnya lewat keputusan karakter yang kelihatan kecil tapi berdampak besar. Alurnya memanfaatkan kilas balik secara efektif, tapi tidak melulu berputar di masa lalu; ada juga adegan-adegan hening yang memberi ruang buat interpretasi.

Keseluruhan, cerita ini seperti berjalan dua jalur sekaligus—kisah personal tokoh dan perubahan lingkungan yang lebih luas—yang akhirnya bertabrakan dengan cara yang memaksa pembaca jujur menimbang simpati mereka terhadap tiap tokoh. Itu menyisakan rasa penasaran sekaligus kepuasan samar saat menutup buku.
Kara
Kara
2025-10-19 16:43:34
Ada momen kecil di tengah-tengah halaman yang benar-benar mengguncang perspektifku tentang alur 'Yang Tak Lagi Disebut'. Penyusunannya tidak linier, tapi juga bukan sekadar trik; setiap loncatan waktu dan pergantian sudut pandang terasa bertujuan untuk mengungkap tema besar cerita: memori, penebusan, dan keengganan untuk menerima perubahan.

Aku menghargai cara penulis menyisakan lubang-lubang kecil dalam plot—bukan karena lupa, tetapi agar pembaca bisa mengisi sendiri bagian emosionalnya. Alur berkembang dari stagnan ke turbulen, lalu menutup dengan nada yang meresap dan agak getir, meninggalkan ruang untuk merenung tentang apa yang sebenarnya tersisa dari sebuah nama atau hubungan.
Zoe
Zoe
2025-10-19 18:43:03
Aku langsung terseret ke dalam lapisan emosional cerita begitu mulai membaca 'Yang Tak Lagi Disebut'. Alurnya dimulai dengan pengenalan karakter yang terasa biasa—sebuah kota yang sepi, beberapa tokoh dengan luka lama, dan konflik kecil yang tampak remeh. Dari situ novel perlahan membuka luka masa lalu tiap tokoh lewat kilas balik yang digelitik melalui objek-objek sehari-hari; bukan sekadar exposition, tapi momen-momen kecil yang menumpuk sehingga pembaca ikut merasakan bobot setiap keputusan.

Peralihan cerita ke tengah babak membawa tensi yang naik; ada pengkhianatan yang tak terduga, pilihan moral sulit, dan konsekuensi yang menimpa hubungan antar tokoh. Penulis tidak langsung menjelaskan semua motivasi, yang membuat pembaca harus merangkai sendiri puzzle emosi itu. Konflik eksternal mulai mengintensif sambil tetap menjaga fokus pada perkembangan batin.

Di klimaks, semuanya meledak menjadi konfrontasi yang terasa pahit sekaligus wajar—tidak semua masalah selesai rapi, beberapa malah meninggalkan lubang yang disengaja. Epilognya tidak memberi jawaban mutlak, melainkan momen refleksi yang memungkinkan pembaca menilai apa arti 'kehilangan' dan 'pendefinisian ulang' dalam konteks cerita itu. Aku keluar dari bacaan ini dengan perasaan terguncang tapi puas, seperti habis menonton lagu panjang yang mendadak hening.
Edwin
Edwin
2025-10-20 18:23:47
Bagian yang membuatku terpana adalah bagaimana struktur alur 'Yang Tak Lagi Disebut' membiarkan ketidakpastian bernapas. Awalnya ada premis yang sederhana—perubahan masyarakat, cinta yang pudar, dan rahasia keluarga—namun penulis menunda pemutusan simpul simpulan itu sampai detik yang pas. Alih-alih menumpahkan semuanya dalam bab satu, tiap bab menambah lapisan informasi yang sering saling bertentangan, memaksa pembaca mempertanyakan kebenaran tiap narasi.

Aku suka cara konflik internal diperlakukan setara dengan konflik eksternal; keputusan kecil tokoh terasa punya gema panjang yang memengaruhi alur berikutnya. Twist-twistnya tidak hadir sekadar untuk kejutan, melainkan membuka sudut pandang baru—kadang membuat tokoh yang kita benci tampak manusiawi, atau tokoh yang kita percaya ternyata menyimpan motif gelap. Endingnya cenderung terbuka, jadi pengalaman membaca terasa lebih seperti percakapan berkelanjutan daripada penutupan definitif.
Elijah
Elijah
2025-10-21 11:11:48
Dialog pembuka di 'Yang Tak Lagi Disebut' sudah memberi petunjuk bahwa cerita ini bukan sekadar soal aksi, melainkan soal memetakan identitas yang hilang. Alur bergerak berlapis: ada garis besar plot yang menggerakkan kejadian, dan lapisan-lapisan kecil berupa ingatan, mimpi, dan motif berulang yang mengikat semuanya. Tokoh utama berangkat dari kebingungan lalu melakukan perjalanan fisik dan emosional yang saling memantul.

Penting dicatat, ritme cerita tidak linear sepanjang waktu—ada flashback yang sering muncul saat emosi memuncak, dan terkadang penggambaran sudut pandang berganti antar tokoh, sehingga pembaca harus aktif menebak kepingan puzzle. Perubahan pace ini membuat klimaks terasa lebih berdampak karena segala hal yang terpendam perlahan menguap ke permukaan. Menikmati cerita ini seperti menyusun origami: sabar, teliti, dan setiap lipatan punya tujuan.
View All Answers
Scan code to download App

Related Books

PEREMPUAN YANG DISEBUT SUAMIKU
PEREMPUAN YANG DISEBUT SUAMIKU
Isna, seorang gadis yang berprofesi sebagai bidan--memilih untuk menjaga diri untuk tidak berpacaran dengan siapapun. Ia sudah bertekad akan memberikan cinta dan tubuhnya hanya kepada orang yang benar-benar halal untuknya. Sampai suatu ketika, orang tuanya menjodohkan dengan Restu, seorang kepala desa muda yang tampan. Isna berpikir bahwa Restu memiliki perasaan yang sama. Namun ternyata, di malam pertama mereka, Restu justru menyebutkan sebuah nama berulangkali saat tidur. Malam yang harusnya diisi dengan kemesraan, tapi malah berujung sebuah sakit hati bagi Isan, kala keesokan harinya, Restu menceritakan sosok yang dia sebut. Marwah, perempuan yang sangat dicintai Restu, yang kini pergi entah kemana. Cinta pertama yang masih belum bisa tergantikan, bahkan oleh Isna sekalipun. Namun, ia berjanji akan belajar mencintai Isna, sebagai sosok yang ditakdirkan untuk menjadi jodohnya. Meski pada awalnya Restu tidak mencintai Isna, tapi kebersamaan mereka mampu menumbuhkan benih-benih cinta dalam hatinya.
10
111 Chapters
Tak Lagi Berharap
Tak Lagi Berharap
Saat berusia tujuh belas tahun, seseorang menusuk rahimku dengan pisau, membuatku tidak bisa mengandung seumur hidup. Dulu suamiku bersumpah akan mencintaiku selamanya, tetapi saat pernikahan kami menginjak usia lima tahun, dia malah berselingkuh dengan wanita yang dulu menghancurkan hidupku dan memiliki anak dengannya. Kini, dia memaksaku bercerai demi memberikan posisiku pada wanita itu.
8 Chapters
Hati Beku yang Tak Dapat Dicairkan Lagi
Hati Beku yang Tak Dapat Dicairkan Lagi
Di vila Keluarga Andara, pukul sembilan malam. Masih ada lampu remang-remang yang menyala di kamar tidur utama lantai dua. [ Ibu, kontrak nikah ini akan berakhir sebulan lagi. Nanti, aku akan jadwalkan kematian palsuku. ] Natasha duduk di depan meja rias sambil mengetik kata-kata itu, lalu mengirimkannya kepada ibu mertuanya. Pesan itu langsung dibalas oleh pihak lain. [ Sasha, terima kasih atas kerja kerasmu selama sepuluh tahun terakhir. Kamu sudah merawat Varo dengan baik, juga melahirkan keturunan Keluarga Andara. Sebenarnya, Ibu sudah anggap kamu sebagai menantu. Gimana kalau kita batalkan saja kontrak ini? ] Setelah membaca pesan itu, Natasha tanpa sadar menggenggam erat ponselnya. Dia dengan cepat mengetik sebaris kata balasan. [ Nggak, Ibu. Kita lakukan sesuai kontrak saja. ]
27 Chapters
Nyonya Tak Bucin Lagi
Nyonya Tak Bucin Lagi
Grace Wijaya terlahir kembali. Di kehidupan sebelumnya, Grace mencintai William Sanjaya selama delapan tahun, alhasil yang didapatkan Grace adalah selembar surat cerai dan mati mengenaskan di rumah sakit jiwa. Jadi, hal pertama yang dilakukan Grace setelah terlahir kembali adalah bercerai dengan William! Awalnya, William masih seperti biasanya bersikap dingin pada Grace. "Tak usah mengancamku dengan cerai, aku nggak ada waktu menemanimu semena-mena!" Kemudian, Grace yang bercerai menjadi wanita karier yang sukses, bahkan ada banyak pria baik yang mengelilinginya. Saat ini, William mulai tak sabar! William menikam Grace di dinding. "Sayang, aku sudah tahu salahku, ayo kita rujuk lagi ...." Grace terlihat sangat dingin. "Terima kasih, tolong jangan ganggu aku, karena penyakit budak cintaku sudah diobati."
9.6
636 Chapters
Tak Lagi Menua Bersama
Tak Lagi Menua Bersama
Saat aku pergi ke rumah sakit untuk memeriksa apakah percobaan bayi tabung keempatku berhasil, aku melihat Erwin Sentosa yang katanya sedang dinas luar kota, dengan hati-hati menopang seorang gadis muda dan cantik keluar dari departemen kebidanan. Perut gadis itu membesar, tampak sudah hampir melahirkan. Erwin hanya terlihat panik sesaat, lalu segera melindungi gadis itu di belakang tubuhnya. “Jennie, Keluarga Sentosa butuh seorang anak untuk meneruskan garis keturunan. Setelah anak ini lahir, kita akan kembali seperti dulu.” Nada suaranya yang tegas terdengar jelas di telingaku. Aku tersenyum dan mengangguk menyetujuinya. Di tengah tatapan terkejutnya, aku diam-diam menyembunyikan hasil pemeriksaanku. Di hari gadis itu melahirkan, aku meninggalkan surat perceraian… dan pergi dari hidupnya untuk selamanya.
9.9
9 Chapters
Istriku Tak Menarik Lagi
Istriku Tak Menarik Lagi
Aku hanya lelaki biasa. Seorang manager di perusahaan ekspedisi. Aku sudah menikah dan punya dua orang anak laki-laki yang tampan. Diumur pernikahanku yang ke delapan aku merasakan kepenatan dan kebosanan dengan rumah tanggaku. Istriku, Rina banyak berubah tidak seperti dulu lagi. Kerjaannya hanya bermain hp sampai lupa mandi juga pekerjaan rumah lainnya. Dan Yuni, rekan kerjaku di kantor, seorang janda beranak satu yang masih muda dan cantik semakin gencar mendekatiku. Istri yang susah dinasehati dibandingkan dengan teman kerja cantik yang perhatian siapa yang tidak tergoda? Aku hanya lelaki biasa bukan?
10
24 Chapters

Related Questions

Bagaimana Adaptasi Film Bisa Merepresentasikan Yang Tak Lagi Disebut?

5 Answers2025-10-15 03:54:46
Garis besar pertama yang kutarik dari 'Yang Tak Lagi Disebut' adalah suasana kehilangan — dan film bisa menangkap itu lewat keheningan serta pilihan visual yang berani. Aku membayangkan adaptasi yang menolak menjelaskan semuanya lewat dialog. Alih-alih, sutradara bisa memakai komposisi gambar: ruang kosong di meja makan, pintu setengah terbuka, kamera yang linger pada objek-objek kecil sebagai penanda ingatan yang pudar. Musiknya bukan harus melodramatik; bahkan better jika memilih keheningan terkontrol atau bunyi ambient yang membuat penonton mendengar denyut emosi sendiri. Secara struktur, naskah harus memilih beberapa benang narasi utama dari novel dan memberi mereka ruang pernapasan. Untuk merepresentasikan 'Yang Tak Lagi Disebut' yang sarat implikasi, saya lebih suka menyimpan ambiguitas—akhir yang tidak sepenuhnya dijawab, adegan yang berdiri sebagai teka-teki. Itu merawat pengalaman membaca: kita tak selalu ingin semua jawaban di layar. Casting yang tepat dan akting lewat detail-hal kecil (mata, gerakan tangan) akan membuat penonton merasakan apa yang kata-kata di novel lakukan dengan rapi. Bagiku, film yang baik tentang buku semacam ini adalah film yang membuat penonton pulang sambil memikirkan ruang kosong yang ditinggalkan oleh cerita, bukan yang memberi mereka ringkasan lengkap dari semua puingnya.

Apakah Akhir Yang Tak Lagi Disebut Memuaskan Para Pembaca?

5 Answers2025-10-15 15:49:19
Ada bagian dari aku yang merasa akhir 'Yang Tak Lagi Disebut' seperti sebuah bisikan panjang yang menempel lama. Aku menikmati bagaimana penulis menutup beberapa benang emosional dengan cara yang puitis — tidak semua jawaban disodorkan secara gamblang, tapi ada rasa penyelesaian pada hubungan antar tokoh yang membuat aku tersenyum sendu. Gaya penutupnya lebih mengandalkan nuansa daripada klimaks spektakuler, jadi kalau kamu menyukai penutupan karakter yang berfokus pada perasaan dan konsekuensi batin, ini terasa memuaskan. Di sisi lain, aku juga melihat kenapa sebagian orang kecewa: beberapa misteri besar dibiarkan samar atau hanya disiratkan. Kalau ekspektasimu adalah jawaban tegas dan plot-twist dramatis, maka akhir ini bisa terasa menggantung. Untukku pribadi, penutup yang membuka ruang interpretasi justru memberi nilai tambah—aku suka mengunyah kemungkinan-kemungkinan dan berdiskusi dengan teman baca tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jadi pada akhirnya, apakah memuaskan? Untukku ya, karena ia memberikan percampuran penutupan emosional dan ruang untuk terbayang-bayang. Aku pergi dengan perasaan hangat dan beberapa pertanyaan yang bikin obrolan panjang dengan teman baca, yang menurutku bagian dari keseruan membaca.

Siapa Yang Menulis Yang Tak Lagi Disebut Dan Kapan Terbit?

5 Answers2025-10-15 02:32:20
Aku ingat saat teman nge-rekomendasi novel itu dengan semangat — judulnya 'Yang Tak Lagi Disebut' ditulis oleh Ika Natassa dan pertama kali terbit pada Mei 2015, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Aku langsung kepo karena gaya bahasa Ika yang biasanya puitis dan romansa urbannya terasa familier, dan buku ini memang menonjol karena nuansa nostalgia yang dalam. Bacaannya enak buat dibawa santai di sore hujan; alurnya menggulung memori tanpa terkesan berbelit. Ada beberapa adegan yang bikin aku berhenti sejenak, merenung tentang nama-nama yang hilang dan cara kita memanggil kenangan. Kalau kamu suka cerita yang mengandalkan emosi dan dialog natural, 'Yang Tak Lagi Disebut' itu cocok banget. Akhirnya, buat aku buku ini bukan hanya soal siapa yang menulis dan kapan terbit — itu cuma informasi dasar. Yang paling nempel adalah bagaimana kata-kata dalam buku itu berhasil bikin aku merasa akrab sama kehilangan kecil yang kadang kita pendam sendiri.

Siapa Yang Menjadi Karakter Utama Dalam Yang Tak Lagi Disebut?

5 Answers2025-10-15 00:19:36
Di mataku, tokoh utama 'Yang Tak Lagi Disebut' adalah Raka Anindya — seorang pria yang terasa begitu nyata sampai aku bisa meraba-raba setiap kerutan di wajahnya saat dia menoleh ke cermin. Raka digambarkan sebagai sosok yang perlahan-lahan kehilangan sebutan, bukan hanya namanya, tapi juga posisinya di keluarga, lingkungannya, dan bahkan di memori orang-orang yang pernah dekat dengannya. Cerita itu menekankan perjalanan batinnya: dari rasa percaya diri yang rapuh, kebingungan identitas, hingga penerimaan yang pahit namun damai. Ada adegan-adegan kecil yang menempel di ingatanku — surat yang terlipat, kursi kosong yang terus menunggu, dan momen ketika Raka menyadari bahwa hilangnya panggilan pada dirinya justru membuka ruang untuk definisi baru. Aku suka bagaimana penulis nggak menyederhanakan penderitaannya; Raka dikasih lapisan-lapisan kerumitan yang bikin kamu mikir, “Oh, aku juga pernah begitu,” tanpa terasa menggurui. Buatku, Raka bukan hanya protagonis yang bergerak di plot, dia cermin kecil buat pembaca yang pernah merasa tak lagi disebut atau dilihat. Endingnya nggak dibuat manis paksa, dan itu justru membuatnya lebih manusiawi — kayak perbincangan larut malam yang selesai dengan sunyi, bukan tepuk punggung. Aku keluar dari novel ini bawa rasa lengang dan sedikit lega, seperti habis meletakkan batu berat dari pundak sendiri.

Apa Plot Twist Mengejutkan Yang Muncul Di Yang Tak Lagi Disebut?

5 Answers2025-10-15 13:43:50
Gila, plot twist di 'Yang Tak Lagi Disebut' benar-benar melesetkan ekspektasiku. Aku ikut terbawa sampai ke bab-bab terakhir, lalu ngerasa semua petunjuk kecil yang disebar penulis tiba-tiba berkumpul jadi satu ledakan: tokoh narator yang kita percayai ternyata bukan hanya korban lupa—dia adalah sumber lupa itu sendiri. Selama ini kita dikasih tahu ada suatu entitas atau kekuatan yang membuat nama-nama orang hilang dari ingatan semua orang. Di akhir cerita, terungkap bahwa narator sudah lama menjadi semacam 'wadah' atau arsip hidup yang menyerap nama-nama itu untuk menjaga keseimbangan kota. Yang bikin perut mules itu bukan cuma twist-nya, tapi konsekuensinya: identitas yang tercerabut itu tetap ada—terkumpul di dalam dirinya—dan pengorbanan dia selama bertahun-tahun adalah menjaga agar kehancuran yang lebih besar nggak terjadi. Adegan pengakuan pasca-reveal sangat emotif karena kita melihat penyesalan, kebingungan, sekaligus keteguhan. Baca bab itu sambil ngerasa mau nangis dan marah sekaligus; penulis berhasil bikin aku merasakan beratnya menjadi tempat penyimpanan kenangan orang lain. Akhirnya aku jalan keluar dari buku itu mikir tentang apa arti nama dan siapa yang berhak memilikinya.

Siapa Karakter Yang Membuat Cerita Kita Tak Lagi Sama?

3 Answers2025-09-13 02:20:01
Ada satu karakter yang selalu bikin aku menoleh ke layar lagi dan lagi: Lelouch. Aku ingat betapa awalnya dia tampak seperti tipikal protagonis taktikal—pintar, karismatik, dan sedikit narsis—tapi perlahan setiap keputusan kecilnya menautkan benang-benang cerita jadi simpul yang tak bisa dilepas. Di 'Code Geass' dia bukan sekadar mastermind; dia arsitek moral yang memaksa penonton bertanya ulang batasan antara tujuan dan alat. Ketika dia memilih pengorbanan, bukan cuma plot yang berubah, tapi seluruh atmosfer serial itu ikut bergeser dari permainan kekuasaan menjadi tragedi besar yang bergaung lama. Apa yang membuatnya transformasional menurutku bukan cuma twist atau rencana besarnya, melainkan konflik batinnya. Aku sering tercekat lihat momen-momen kecil — tatapan saat kehilangan, kelumpuhan sesaat sebelum membunuh, detik ketika dia tampak ragu — itu semua memberi kedalaman sehingga setiap kemenangan terasa pahit dan setiap kekalahan terasa bermakna. Karakter lain mungkin merancang skema, tapi Lelouch merombak cara kita merasakan konsekuensi tindakan di dunia fiksi. Sekarang kalau aku menonton ulang adegan-adegannya, bukan cuma plot yang menarik perhatianku, tetapi juga bagaimana ia mempengaruhi karakter lain: hubungan yang retak, idealisme yang tercabik, dan solidaritas yang lahir dari kehancuran. Dia membuat ceritanya tak lagi sama karena dia mengubah standar emosional untuk seluruh seri; setelah dia, aku selalu mencari tokoh yang berani membayar harga moral untuk impiannya. Itu meninggalkan rasa pahit-manis yang masih aku bawa setiap kali menutup episode terakhir.

Bagaimana Penulis Menjelaskan Cerita Kita Tak Lagi Sama?

3 Answers2025-09-13 12:36:29
Aku selalu merasa cerita itu seperti lagu yang berubah nadanya; penulis kadang memilih memodulasi ulang tanpa pengumuman besar, lalu kita yang mendadak merasa bait terakhir tak lagi cocok. Aku membaca frase 'cerita kita tak lagi sama' sebagai pengakuan bahwa narasi yang selama ini kita pegang sebagai kebenaran telah direvisi—bisa karena memori tokoh yang runtuh, karena penulis ingin membuka perspektif baru, atau karena dunia menuntut versi yang lebih jujur. Dalam praktiknya, penulis menerangkan perubahan itu lewat beberapa trik yang lama tapi efektif: narator yang tak dapat dipercaya tiba-tiba mengakui kekeliruan ingatan, terdapat bab yang ditulis ulang dari sudut pandang karakter lain, atau disisipkan catatan penulis yang menjelaskan bahwa apa yang kita baca adalah versi yang disensor. Kadang juga muncul frame story—seorang tokoh tua menulis kembali kenangan dan memberi tahu kita bahwa sebagian adalah rekonstruksi, bukan fakta mutlak. Teknik ini bikin perubahan terasa sah tanpa harus memaksakan alasan logis yang canggung. Buatku pribadi, cara penulis menjelaskan perubahan adalah soal kejujuran artistik. Kalau penjelasan itu terasa jujur—entah menyentuh trauma, pertumbuhan, atau pengkhianatan memori—aku bisa menerima cerita yang berubah. Tapi kalau penjelasannya hanya demi plot twist demi twist, aku mudah ilfeel. Yang bikin aku tetap betah adalah ketika penulis mengajak pembaca ikut merasakan ambiguitas, bukan sekadar memaksa kita menerima revisi semata. Akhirnya, perubahan itu sendiri bisa jadi bagian dari cerita yang lebih besar tentang siapa kita sekarang.

Apakah Soundtrack Memperkuat Cerita Kita Tak Lagi Sama?

3 Answers2025-09-13 07:15:57
Setiap kali sebuah tema lagu muncul lagi di saat yang pas, aku merasa naskah itu jadi dapat napas kedua. Dulu, ketika aku masih sering menyewa DVD dan mendengarkan CD soundtrack, musik dipakai seperti sapuan kuas yang halus—membangun ruang emosional tanpa berteriak. Komposer seperti Joe Hisaishi di 'Spirited Away' atau Yoko Kanno di 'Cowboy Bebop' menunjukkan bagaimana motif yang sederhana bisa jadi pengikat karakter dan memori penonton. Sekarang arahnya berubah: ada lebih banyak lagu populer yang masuk ke adegan untuk menambah daya tarik viral, playlisting di platform streaming, dan scoring yang harus bekerja dua fungsi—menyokong cerita sekaligus siap dipakai di video pendek. Di sisi lain itu menantang dan menyenangkan. Di game misalnya, teknik musik adaptif membuat musik terasa hidup—ketika kamu dikejar, tempo naik; saat eksplorasi, melodi mengembang. 'The Last of Us' dan beberapa judul indie modern memanfaatkan ini untuk menciptakan keterikatan yang unik. Namun kadang aku juga merasa ada trade-off; musik yang terlalu 'terlihat' sebagai alat pemasaran bisa memecah immersion. Intinya, soundtrack masih memperkuat cerita, tapi caranya kini lebih beragam dan kadang lebih berisik. Aku suka pergeseran itu karena memberi ruang eksperimen, selama pembuat cerita tetap peka kapan musik harus mengambil peran utama atau cuma jadi bisik latar.
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status