Dust

I endured hundreds of injections just to give Stanley Brighton a child. He was moved to tears and held me, promising that even if we couldn't have children, he would love only me. I diligently followed the doctor's advice and underwent treatment. The day I confirmed my pregnancy, I was so excited that I wanted to rush home and share the good news with Stanley. But what awaited me was unimaginable. Stanley and the female tenant we shared the apartment with were lying naked together in the bathroom, sharing an intimate bath. He was behind her, holding her close, his lips incessantly biting at her earlobes. "I'll give you as many children as you want! Ten, eight—whatever it takes! Just divorce her!" "Alright, just give me some time. I'll divorce her for sure!" Hearing their whispered entanglement, I turned away, stepping into the rain, determined to leave. I would disappear to a place where Stanley could never find me, not in this lifetime.

Three days after my death, Dominic Sharp receives a phone call asking him to identify my body. He has an arm wrapped around a woman's waist as he says indifferently, "I couldn't care less if she's dead. Call me once she's been cremated." My body is sent to the crematorium. After putting the ashes into an urn, an employee calls Dominic again. He clucks his tongue impatiently. "Alright, alright. I'll be there soon."

"They thought they could kill me. They thought they could bury me alive and forget about me. But I rose from the coffin—a woman with nothing to lose. I am back to take everything from them. They will pay for their sins, and not even death will save them from me." In a desperate attempt to save her dying sister, Camilla Daston was deceived into signing away most of her inheritance. But a tragic twist unfolds when she discovers that her sister was the one behind the betrayal. To reclaim what’s hers, Camilla must enter into a contract marriage with the ruthless billionaire Alexandra Grey There is no price too high for Camilla to pay. She has returned from the grave to stake her claim—not only on her inheritance, but also on the lives of those who wanted her dead.

Yvonne Sunderland married Zach Frank, who had been with her for ten years. In the second year of their marriage, Zach passed away due to a plane accident. But when Yvonne turned forty-three, she met her supposedly dead husband! Before she could even ask any questions, disaster struck. An avalanche suddenly struck. During the critical moment, Zach was buried under the snow in order to protect her and that woman. His final words were, “I’ve repaid you all of your favors with my life. If I can redo my life, I don’t want to marry you and would rather meet her first…” When she opened her eyes again, Yvonne found herself back to the first year she married Zach.

Yanti adalah seorang pengusaha sukses dalam bidang fashion dan juga berlian, wanita berumur 49 tahun ini harus menjanda karena Reno suaminya meninggal 8 tahun silam karena sakit kanker stadium akhir. Ia memiliki anak laki-laki semata wayang bernama Tomi yang sekarang berprofesi sebagai seorang pengacara muda yang kompeten. Keharmonisan keduanya mulai terusik ketika Yanti mengetahui bahwa Tomi menjalin kasih dengan Gina, dimana gadis tersebut anak dari kontraktor yang sangat terkenal bernama Aris Ganindra. Sialnya Aris adalah mantan kekasih Yanti saat SMA. Semesta seakan merancang pertemuan keduanya meski sudah berpisah selama 25 tahun lebih, dimana Yanti yang dengan kejam meninggalkan Aris dengan menikahi Reno, pria yang lebih kaya dibandingkan dengan Aris. Meskipun sebenarnya Aris juga berasal dari keluarga kaya namun dibandingkan dengan keluarga Yanti jelas sangat jauh. Mereka mulai kembali dipertemukan dalam Reuni Akbar kemudian berlanjut dalam bisnis. Hal itu membuat hubungan keduanya kembali membaik dan rasa cinta akhirnya kembali bersemi, Namun sayangnya mereka berdua mengetahui bahwa anak mereka sedang menjalin kasih, tak cuma itu Sintia istri Aris mulai mengetahui bahwa hubungan keduanya kembali terjalin. Yanti meminta Tomi melepaskan Gina dengan berbagai alasan tanpa membuka masa lalunya, ia tak mau anaknya tahu skandal percintaan mereka yang kembali terjalin. Namun Tomi rupanya tak sengaja mengetahui isi chat Mamanya dengan Aris. Tomi mulai memilih pergi dari rumah. Yanti kemudian memutuskan untuk berhenti dari hubungan terlarang mereka, meski Aris tak mau namun demi kebaikan semuanya akhirnya keduanya sepakat untuk berpisah. Jujur keputusan ini tidak ingin mereka pilih karena keduanya sama-sama merupakan cinta pertama. Tomi dan Gina akhirnya mau memaafkan keduanya meski itu perlu waktu dan setelah waktu berjalan hubungan Tomi dan Gina kembali pulih, kembalinya hubungan mereka diwarnai dengan alotnya restu dari kedua belah pihak. Namun Tomi terlihat gigih ingin menikahi Gina sehingga membuat keluarga mereka setuju dan menyambut dengan baik keinginan Tomi untuk meminang Gina sebagai istrinya.

Galih terkenal sebagai seorang family man. Dia sangat menomorsatukan anak dan istrinya dalam hal apapun. Sayang, pengaruh lingkungan kerja yang buruk menyeret Galih pada kehidupan kelam, hingga membuat retak dalam rumah tangganya yang selalu ingin dia jaga.

"Nona Gina, apa Anda yakin ingin menghapus semua informasi tentang identitas Anda? Apabila semua informasi tentang identitas Anda dihapus, nggak ada seorang pun yang bisa menemukan Anda." Gina merenung sejenak, kemudian menjawab sambil mengangguk, "Ya. Saya memang nggak mau ada seorang pun menemukan saya." Operator terkejut mendengarnya, lalu menjawab, "Baiklah. Nona Gina, perkiraan prosedur akan selesai dalam waktu dua minggu, mohon bersabar menunggu."

Rumah tangga tak akan lagi menjadi surga jika ada luka di hati penghuninya. Pecundang tetap akan selamanya menjadi pecundang, hanya waktu saja yang akan menunjukkan kapan itu akan terulang. Hanun tak menyangka jika lelaki yang dipilihnya sebagai teman untuk menua ternyata banyak menyimpan dusta. Entah sudah berapa lama lelaki itu menyembunyikan kebusukannya. Siapakah wanita yang telah membuat lelaki itu mengingkari janji suci pernikahan mereka?

—Donde hay lobos, hay guerra. Dejando que una sonrisa de satisfacción se dibujara en la comisura de mis labios, miré a la única persona que lentamente había capturado mi corazón: —Puede que sea así... pero va a ocurrir bajo mis condiciones. Corría el año 1952 y a Ashford Wells, de dieciocho años, sólo le quedaba un tortuoso año más en el instituto del Sagrado Corazón. Sólo un año más hasta que pueda abandonar la ciudad de Lonton, y el imposible legado de su padre de ser un Alfa de la manada. Intentando mantener la calma y agachar la cabeza, Ash también tendrá que ignorar las burlas de deportistas como David Hunt, que le dicen que es un bicho raro sin casta.El único problema con las ideas de Ash de abandonar Lonton es que el hombre del saco y rebelde en general, Kenny O'Rourke, tiene una idea diferente de cómo será el futuro de Ash. Una idea que va a sacudir los cimientos de Dustland. "Los lobos de Dustland" es una obra de Claire Wilkins, autora de eGlobal Creative Publishing.

My mother fell critically ill and was rushed to the hospital. Desperate, I knelt before my fiancé—the department's chief surgeon—and begged him to take charge of her operation. But outside the ICU, he was carefully tending to a scraped knee. Lucy Wendell's scraped knee, to be exact. Just as I was drowning in hopelessness, Cameron Mitchell—the hospital director and my childhood friend—pushed open the operating room doors and handed me a marriage proposal. "Marry me, and I'll personally perform your mother's surgery." With trembling hands, I signed my name, clinging to the last shred of hope that she could be saved. But she never made it through that stormy night. Cameron handled all the funeral arrangements himself, and our wedding proceeded as scheduled. Seven years later, in the hushed silence of the hospital archives, I overheard Cameron speaking with the deputy director. "Cameron, why did you transfer your mother-in-law's organ to Lucy's mother during that surgery? Weren't you afraid of getting caught?" "I owed Lucy," he replied. "If I hadn't hesitated back then, Lucy never would've chosen medical aid work in Africa… and her mother wouldn't have fallen ill from the grief."