Home / Romansa / 30 Days Girlfriend / 3 Main Kucing-kucingan

Share

3 Main Kucing-kucingan

Author: Ans18
last update Last Updated: 2024-05-07 20:55:13

“Sore Mel. Pak Dio ada?”

Kedatangan Naren ke Departemen Finance bukan hal yang aneh, tapi juga bukan hal yang lumrah. Para pegawai tahu kalau Naren dan Dio berteman. Karena itu, memang beberapa kali mereka mendapati Naren di ruangan Dio atau sebaliknya.

Sekretaris Dio menjawab dengan sapaan yang luar biasa ramah. Senyuman menghiasi bibirnya kala sahabat dari atasannya itu menyapanya. “Ada Pak.”

Setelah lelah bekerja seharian, kehadiran Naren layaknya oase di gurun pasir. Bukan hanya bagi Amel, tetapi bagi pegawai wanita di departemen itu, entah itu masih single atau sudah bersuami.

Naren mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencoba menemukan sosok yang dia cari, yang sebenarnya menjadi alasannya sore itu untuk datang ke ruangan Dio.

“Pak Naren, ada yang bisa dibantu lagi?” tanya Amel, sekretaris Dio.

“Oh, nggak, nggak, saya boleh langsung masuk?”

“Selagi ngga ada tamu kan biasanya Pak Naren langsung masuk.”

Menyadari keanehan sikapnya, Naren memutuskan menghentikan aksi pencariannya dan berlalu menuju ruangan Dio.

“Ngapain lo ke sini?” tanya Dio saat melihat Naren masuk ke dalam ruangannya.

“Main.”

Dio mengernyit bingung atas jawaban Naren. “Lagi nggak sibuk lo?”

“Ya sibuk.”

“Lagi bosen lo ya? Nggak ada yang bisa digebet di departemen gue. Cuma Amel doang cewek yang belum nikah. Cewek lainnya udah pada nikah.”

“Serius lo? Staf lo yang baru juga udah nikah?”

Dio berpikir sesaat, dan baru teringat kalau dia memiliki staf baru, pindahan dari kantor cabang. “Oh, Rhea. Lo ke sini mau lihat dia?”

“Nggak lah,” ucap Naren mencoba cuek.

“Oh, ya udah, berarti nggak ada perlunya gue ngasih tau lo status dia udah nikah apa belum.”

‘Sialan, lo pikir gue nggak bisa cari tau sendiri.’ umpat Naren dalam hati.

***

“Kamu ngapain, Rhe?” tanya Danar yang posisi tempat duduknya berada di sebelah Rhea.

Begitu mengetahui Naren memasuki ruangan Departemen Finance sore itu, Rhea langsung menunduk dan perlahan bersembunyi di bawah mejanya.

“Perutku sakit, Mas. Biasa lah cewek, PMS.” Rhea mencoba memasang muka kesakitan.

“Istirahat aja di ruang santai.” Pasalnya perusahaan mereka memang menyediakan ruang santai untuk pegawai yang sedang butuh berpikir jernih atau sekadar istirahat.

“Nggak apa-apa, Mas. Kebiasaan gini kok, bentar lagi juga enakan.”

Rhea mengumpati nasibnya. ‘Ya ampun, harus berapa kali lagi gue bohong. Baru sehari aja udah bohong berkali-kali ditambah main kucing-kucingan gini.’

Setelah berpikir sesaat, Rhea merasa ucapan Danar ada benarnya, bukankah lebih baik kalau dia keluar dari ruangan itu.

Dengan mengendap-endap, Rhea menuju pintu ruangan Departemen Finance. Namun tanpa disadarinya, seseorang dengan suara khas menegurnya, dan sosok yang sedari tadi dihindarinya kini sudah berdiri tegap untuk membuka pintu.

“Jangan nunduk, nanti nabrak.”

‘Oh shit! Suara ini ....’

Rhea tidak perlu menoleh untuk mengetahui si empunya suara. Ia masih mengenali suara itu. Malahan masih sangat jelas mengingatnya. Suara yang dia kagumi semasa SMA, suara yang dulu mampu menenangkannya.  “Iya Pak, maaf, permisi,” ucapnya sambil berlari kecil tanpa menoleh.

Naren tersenyum melihat tingkah wanita itu. Namun seketika senyumnya luntur saat menatap layar ponselnya yang baru saja bergetar.

Sebuah pesan masuk dari Danisha benar-benar membuat moodnya jatuh ke dasar jurang. Tapi kenapa? Biasanya dia dengan senang hati meladeni wanita yang sedang berhubungan dengannya.

Danisha: Pulang kerja bisa ketemu, Beb?

Narendra: Ok, di mana?

Danisha: Aku lagi di sekitar Sarinah sih. Kalo di Ra-Cha Sarinah gimana?

Narendra: Ok

Danisha: Kamu jemput aku dulu kan nanti?

Naren menggeram kesal. ‘What’s wrong with me? Biasanya juga jemput dulu baru jalan. Tapi gue lagi males banget. Apa gue tolak aja ya?’

Tapi Naren tidak biasa menolak teman kencannya.

Narendra: Iya, nanti kabarin aja di mana jemputnya.

Helaan napas kesal menjadi satu-satunya penenang. Ia memang hanya menjalin hubungan selama tiga puluh hari, namun ia selalu memperlakukan pasangannya dengan penuh perhatian, layaknya seorang lelaki yang mencintai pasangannya, walau sebenarnya tidak ada perasaan cinta di hatinya.

Naren kembali ke ruangannya dan bersiap untuk menjemput pacar tiga puluh harinya, Danisha.

Bukan hal yang mudah melajukan mobilnya di kemacetan Jakarta. Setelah berjuang selama empat puluh menit, ia tiba di depan Wisma Mandiri.

“Hai Beb, macet ya?” tanya Danisha begitu memasuki mobil Naren.

“Biasa lah, namanya juga Jakarta. Jadi ke Ra-Cha Sarinah?”

“Jadi dong.”

“Ok.” Naren kembali melajukan mobilnya menuju tempat yang diinginkan Danisha.

“Kamu kenapa sih kok diem terus dari tadi?” Danisha mengamati Naren yang sejak memasuki restoran menunjukkan tatapan kosongnya. Bahkan ketika daging dan sayuran sudah siap di atas meja, Naren hanya menatapnya. “Mau aku yang masakiin?”

Restoran itu memang tempat makan dengan model self service. Pelanggan harus mengambil makanan pilihannya sendiri dan memasaknya sendiri.

“Nggak usah, aku bisa kok.”

‘Gue bukan sekadar bisa, tapi jago, kalo cuma urusan masak doang.’ Batin Naren.

“Trus kenapa kamu diem aja? Aku ada salah?”

“Nggak kok, sorry ya, lagi banyak kerjaan di kantor.” Sebuah senyuman yang dilemparkan Naren mampu membuat Danisha takluk seketika. Danisha tidak lagi bertanya-tanya mengapa Naren terlihat lebih diam dari biasanya.

Naren mengulum senyumnya. Rhea. Wajah gadis itu terus terputar di otaknya. Itu lah kenapa ia lebih banyak diam. Fokusnya telah teralihkan sepenuhnya oleh bayangan Rhea.

Belum lagi perdebatan di hati kecilnya, ‘Tapi Rhea bukan Jingga. Atau sebenarnya Rhea itu Jingga?’

***

Rhea memasuki sebuah salon khusus wanita yang tidak jauh dari kediamannya. Sebenarnya ia sudah sering ke salon itu, tapi dulu, semasa sekolah.

“Permisi, mau potong rambut, Mbak.” ucap Rhea kepada seseorang petugas salon yang sedang melayani service creambath untuk pelanggannya.

“Bentar ya, Mbak. Duduk dulu, Mbak. Saya panggilkan ibu pemilik salon yang biasa motong rambut.”

Pegawai itu berlalu meninggalkan Rhea dan seorang pelanggan yang sedang di-creambath. Tak lama kemudian seorang wanita paruh baya keluar dan memperhatikan Rhea cukup lama.

“Kamu anaknya Bu Dyah bukan ya?”

Rhea tersenyum kaku, kalau ibu pemilik salon saja bisa mengenalinya bahkan dengan kacamata yang dulu tidak ia kenakan, bagaimana dengan Naren?

“Iya, Tante. Tante masih inget saya?”

“Inget dong, kamu nggak berubah banyak kok. Jingga kan namamu kalo nggak salah?”

“Iya, Tante.”

“Ayok, mau dipotong gimana?”

“Yang bikin pangling, Tante. Biar nggak ada yang ngenalin aku, bisa nggak, Tan?”

Wanita pemilik salon itu terbahak. “Dibotakin mau?”

“Yah jangan dong, Tan. Dipotong bob pendek aja kali ya, Tan, pake layer gitu.”

“Boleh, boleh, cantik gini mah mau dipotong kayak apa juga tetep cantik.”

“Tante nih bisa aja.”

“Papa mamamu balik ke sini juga?”

“Belum, Tan. Nunggu Papa pensiun baru pindah ke sini.”

“Aduuuuh hati-hati loh, kamu anak cewek tinggal sendirian di rumah.”

“Hah, kenapa emangnya, Tan? Sekarang daerah sini jadi rawan?”

“Nggak sih. Ini dulu ya, setelah kalian pindah, ada mobil yang sering wara-wiri di depan rumahmu. Mobil yang sama, di jam yang sama, trus setiap lewat depan rumahmu tu jalannya jadi pelan-pelan gitu."

Rhea ternganga. “Serius Tante?”

“Iya, Tante masih inget banget, soalnya sempet bikin geger satu komplek. Tapi sekarang udah nggak ada kok. Tenang aja. Semoga aman.”

Rhea menggigit bibirnya, mencoba tidak memikirkan ucapan wanita pemilik salon itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ida Wakhidah
si naren palingan
goodnovel comment avatar
PiMary
Mobil Naren kah??
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • 30 Days Girlfriend   164 Extra Part (Sesak Napas)

    “Dek.” Rhea menatap anak bungsunya yang terlihat pucat. “Kenapa, Dek?”Yara menunjuk ke dadanya, ditambah dengan suara napasnya yang tersendat.Dengan panik, Rhea menghubungi Ega untuk mendapatkan pertolongan pertama untuk Yara.Syukurnya, dalam beberapa dering, Ega langung mengangkat sambungan telepon dari Rhea.“Ga. Yara, Ga.”“Kenapa, Rhe? Yara kenapa? Ceritain kondisinya.”“Dia lagi main di deket kolam renang, kucingnya dia kepleset masuk ke kolam renang, Yara ketakutan, trus nangis, sekarang dia pucet banget, napasnya mengi. Aku mesti gimana?”“Bikin Yara duduk tegak, arahin Yara buat narik napas panjang, berulang-ulang sampai normal lagi. Abis itu, kalo udah mulai normal, kasih air anget ya. Aku on the way ke sana.”Rhea memutus sambungan telepon, kemudian melakukan apa yang disarankan Ega. “Dek, ikutin Mama ya. Tarik napas ….”***Mobil Naren memasuki pelataran rumahnya bertepatan dengan sebuah mobil sedan hitam keluar. Dengan penasaran, Naren bertanya kepada security rumahnya.

  • 30 Days Girlfriend   163 Extra Part (Persidangan untuk Ervin)

    Aileen dan Ervin masuk ke dalam rumah sambil terbahak membicarakan uang jajan Ervin yang habis karena harus menyuap semua teman sekelasnya demi melindungi ia yang bolos setengah jam pelajaran olahraga.“Lagian pake cabut.” Aileen puas tertawa.Sedari kecil mereka sadar kalau kondisi keluarga mereka jauh di atas rata-rata. Mereka hidup berkecukupan. Apa yang mereka mau sebenarnya bisa dituruti orang tua mereka, tapi orang tua mereka memilih untuk tidak melakukannya.Sejak kelas 1 SMP mereka masing-masing diberikan uang saku per minggu. Hal itu sudah berlangsung sejak era Aileen, sekarang Ervin, dan mungkin nanti hingga Yara.Dan saat itu masih hari selasa, ketika Ervin menghabiskan jatah seminggunya.“Gantiin kek, Kak. Aku kan bantuin Kakak.”“Enak aja. Nggak ada yang minta bantuan kok,” sahut Aileen cuek, walau tentu saja Aileen tidak akan membiarkan Ervin gigit jari di sekolah karena kehabisan uang jajan.“Ck! Uang tabunganku buat beli PS, Kak.”“Pilih game apa pilih makan di kantin?

  • 30 Days Girlfriend   162 Extra Part (Pelindung)

    “Vin, kakak lo dipepet sama kakak kelas di deket gudang buat nyimpen alat olahraga.”Saat itu Ervin masih duduk di kelas 1 SMP ketika mendapat laporan dari temannya. Usianya yang hanya berbeda lima belas bulan dengan kakaknya membuat mereka bersekolah di tempat yang sama, beda satu tingkat.Aileen duduk di kelas 3 SMP dan … memiliki musuh bertebaran. Ervin tidak kaget lagi untuk satu hal ini. Ucapan kakaknya yang sepedas cabe dan kegalakan kakaknya yang mengalahkan satpam komplek, tentu saja membuatnya memiliki banyak musuh, baik dari makhluk berjenis kelamin perempuan, maupun lawan jenis.“Cewek apa cowok yang mepet kakak gue?” Karen Ervin yakin kakaknya itu mampu kalau hanya mengatasi sekumpulan gadis puber yang biasa melabraknya karena gebetan mereka naksir berat dengan Aileen dan segala keangkuhannya.“Cowok, dua orang.”Ervin langsung melemparkan bola basket yang sedang ia mainkan. Kelasnya memang sedang ada jam perlajaran olahraga, karena itu ia bingung kenapa kakaknya bisa dipe

  • 30 Days Girlfriend   161 Extra Part (Hilangnya Aileen)

    "Ibu ... Neng Aileen, Bu."Ucapan dari ujung sambungan telepon itu membuat Rhea langsung tersadar bahwa ada yang tidak beres dengan anaknya."Aileen kenapa, Mbak?" tanya Rhea kepada baby sitter yang biasa menjemput anak-anaknya saat ia tidak bisa menjemput. Seperti kali ini Rhea terpaksa meminta baby sitter untuk menjemput Aileen dan Ervin karena Yara sedang sakit."Neng Aileen nggak ada di sekolahannya."Jantung Rhea serasa mencelos saat mendengarnya. "Mbak udah nanya ke temen-temennya? Ke gurunya?""Sudah, Bu. Ini sekolahan udah hampir sepi, tapi nggak ada yang tau Neng Aileen di mana.""Ervin gimana?" tanya Rhea berusaha menutupi paniknya."Mas Ervin sudah di mobil, Bu.""Kamu minta supir pulang nganter Ervin ya. Kamu di situ dulu, cari di sekitaran sekolah, tanya sama temen-temennya, saya langsung jalan ke sana.""Iya, Bu."Rhea menghela napas, mencoba menenangkan diri walau rasanya sulit. Setelah menitipkan Yara yang sedang demam pada baby sitter, Rhea segera berlari, mengambil k

  • 30 Days Girlfriend   160 Extra Part (Tempat Duduk Aileen Callia Candra)

    "Ya ampun Nareeen, kamu tu nggak bisa nahan apa gimana sih? Kasihan kan Aileen masih nyusu, terus sekarang Rhea isi lagi. Mana kemaren pas Aileen kan operasi. Cek ke dokter, pastiin ini bahaya apa nggak."Pukulan bertubi-tubi dan ocehan panjang lebar didapatkan Naren dari tantenya yang langsung terbang ke Jakarta saat mendengar kabar Rhea hamil (lagi).Sementara Naren yang menjadi bulan-bulanan tantenya hanya tersenyum bangga, bukannya merasa bersalah. "Udah ke dokter kok, Mi. Biar rumahnya rame."Adila menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan kesal. Kemudian ia mendekat ke sisi Rhea yang sedang menyusui Aileen di atas kasur, yang kadang terkikik mendengar perdebatan unfaedah suami dan tantenya."Rhea lagi pengen sesuatu nggak?""Pengen gelato, Mi.""Naren, tuh denger, Rhea pengen gelato.""Di mana, Sayang? Biar Mas cariin."Rhea menggeleng. "Nggak tau aku."Adila mencebik kesal melihat Naren hanya garuk-garuk kepala. "Udah sana, cari aja di google di mana gelato terenak se-Jakar

  • 30 Days Girlfriend   159 Ending

    "Sayang ...." Naren terdiam sesaat. Sebenarnya ia masih ragu untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya."Kenapa?" Rhea menjawab sambil lalu karena dia juga sedang berkutat memakaikan baju Aileen yang baru saja dimandikan.Sudah seminggu mereka tinggal di kediaman Candra. Rumah itu memang tidak ada yang menempati setelah Aditama pindah ke Dieng dan Adityo memilih tinggal sendiri di rumahnya. Aditama sendiri belum tega menjual atau menyewakan rumah itu. Karenanya, Aditama benar-benar memohon kepada cucu dan cucu menantunya itu agar menempati kediaman keluarga mereka, tidak perlu lagi mencari rumah.Naren mendekat, sambil menowel pipi Aileen dengan gemasnya, mencoba berbicara dengan istrinya. Biasanya mood Rhea lebih bagus kalau Aileen sedang tidak rewel. "Aku nggak tau terlalu cepet atau nggak aku ngomong gini. Tapi kayaknya mulai kita perlu pikirin. Kamu ... setelah ini mau berhenti ngurus Amigos atau gimana?"Rhea melirik suaminya sekilas, tapi kemudian perhatiannya kembali

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status