Home / Romansa / 30 Days Girlfriend / 5 Seseorang yang Tak Pernah Lebih dari Sahabat

Share

5 Seseorang yang Tak Pernah Lebih dari Sahabat

Author: Ans18
last update Last Updated: 2024-05-07 20:56:02

“Halo, Ga.”

Sesuai janjinya dengan Ega beberapa hari sebelumnya, sabtu siang itu Ega menghubungi Rhea untuk mengatur janji bertemunya.

“Halo, Rhe. Acara seminarku udah kelar nih. Jadi ketemu kan?”

“Jadi dong. Mau ketemu di mana?” tanya Rhea.

“Share loc aja alamat rumahmu, Rhe. Aku jemput kamu,” jawab Ega.

“Eh? Nggak ketemuan di mana gitu, biar kamunya gampang.”

“Aku bawa mobil kok, Rhe. Dipinjemin sepupuku yang tinggal di sini.”

“Oh gitu? Ya udah abis ini aku share loc, kalo nyasar atau ada apa-apa langsung kabarin aku ya.”

“Iya, santai, Rhe. Kayak aku baru pertama kali ke Jakarta aja.”

Rhea hanya terkekeh mendapati kenyataan itu. Ega bukanlah anak daerah yang baru pertama kali ke Jakarta. Bahkan ia mengenyam pendidikan S1 kedokterannya di salah satu universitas negeri di Jakarta.

Suara klakson mobil terdengar samar dari dalam kamarnya tidak lama setelah Rhea selesai bersiap dengan mengenakan celana white jeans dan crop over top berwarna peach.

“Hai, Pak Dokter.”

Ega menatap Rhea dalam diam.

“Ga! Woi!”

“Ya ampun Rhe, kamu ada masalah?” tanya Ega sambil berjalan ke arah pintu penumpang dan membukakanya untuk Rhea.

“Masalah apa?”

“Itu.” Ega menunjuk rambut Rhea dengan dagunya. “Kamu baru 2 mingguan di sini, dan udah langsung motong rambutmu sependek ini.”

“Oooooh, nggak pendek-pendek banget kok, Ga. Mungkin karena kamu biasa ngelihat rambutku yang panjang, jadi kaget. Aneh ya?”

“Nggak kok, tetep cantik. Cuma ... beda aja.”

Mengabaikan reaksi Ega, Rhea berusaha mengalihkan pembicaraan, “Mau ke mana kita?”

“Ke Kota Tua mau nggak?”

“Kayaknya enak sore atau malem deh, Ga, kalo ke Kota Tua. Jam segini masih panas.”

“Ya udah, malem ya anterin aku ke sana.”

“Mau ngapain emangnya ke Kota Tua?”

“Kamu inget keponakanku, Nata, kan? Dia minta dibeliin oleh-oleh baju dari Jakarta yang ada tulisannya gitu deh. Khas baju-baju kalo kita ke tempat wisata.”

“Udah bisa minta macem-macem dia ya. Banyak kok kalo oleh-oleh begitu di Kota Tua, di Monas juga ada sih. Trus sekarang kita mau ke mana?”

“Nonton aja yuk,” ajak Ega.

“Boleh, boleh. Sejak aku ke sini, aku belum nonton sama sekali.”

Ega melajukan mobilnya seakan tau  pasti ke mana ia akan mengajak Rhea pergi menonton.

“Rhe ....” panggil Ega memecahkan keheningan di dalam mobil. “Kamu kangen aku nggak?”

Rhea mengangguk. “Kangen semuanya, kangen Mama Papa, kangen temen-temen.”

Ega tersenyum miris. Masih saja wanita itu tidak menganggapnya lebih dari seorang sahabat.

“Ada yang udah mulai deketin kamu di sini?”

“Nggak usah mulai deh Ga.”

“Aku kan cuma nanya Rhe.”

“Nggak ada lah. Kita mau ke mana bioskop mana?”

“Metropole aja ya. Sekalian kita bisa mampir ke Roemah Kuliner yang ada di atasnya. Kata sepupuku udah direnov dan ambiance-nya bagus.”

Rhea hanya mengangguk.

Tidak bisa dipungkirinya, ia merasa nyaman bersama dengan Ega, tapi ia tak pernah berhasil sekeras apa pun mencoba untuk menyukai lelaki itu lebih dari sahabat.

Usai membeli dua tiket dengan jadwal yang masih cukup lama, Ega mengajak Rhea untuk ke tempat makan yang ada di lantai 2. Sebenarnya ada juga tempat makan yang ada di depan bioskop dengan menu pempeknya yang terkenal, tapi rasanya Ega ingin memiliki sedikit privasi dengan wanita yang sudah disukainya beberapa tahun belakangan ini.

Rhea menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba saat melihat seseorang—yang duduk di sofa tidak jauh darinya berdiri—sedang menatapnya dengan tajam.

“Kenapa, Rhe?” Ega yang menyadari berhentinya langkah Rhea seketika ikut berhenti dan menoleh ke arah Rhea.

“Nggak apa-apa.” Ucap Rhea yang segera mengiringi langkah Ega dan melingkarkan tangannya di lengan Ega.

‘Eh?’ Ega terlihat cukup shock. Tidak pernah ada dalam bayangannya Rhea akan bersikap semanja ini padanya.

“Mau duduk di mana, Rhe?”

“Di sana aja.” jawab Rhea sambil menunjuk meja yang terjauh dari jangkauan seseorang yang belum melepaskan tatapannya.

Ega mengikuti Rhea dengan senyumnya yang mengembang karena gesture sederhana dari Rhea.

“Kamu kenapa gelisah banget?” tanya Ega.

“Ah, nggak kok. Ini pesennya mesti ke stan makanannya ya?”

“Iya. Yuk. Aku taruh jaketku aja di sini buat nandain tempat kita. Kamu mau makan apa?”

“Lihat-lihat dulu deh ya.”

Rhea berhenti di depan sebuah stan makanan, “Aku ini aja deh, soto lamongan nggak pake nasi,” ucapnya.

“Ya udah, aku pesenin, kamu duduk aja.”

“Aku pesenin minumnya aja deh ya, kamu mau apa?”

“Lemon tea aja, less ice.”

Rhea berjalan menuju stan minuman yang terletak di ujung kiri. Selagi ia menunggu minumannya disiapkan, seseorang menepuk bahunya.

“ ... Ng ... Rhea.” Hampir saja ia memanggil wanita di depannya dengan ‘Ngga’. ‘Jingga’. Nama yang dulu biasa ia panggil untuk wanita yang memiliki kemiripan dengan Rhea.

“Siang Pak.”

“Kamu sama siapa tadi?”

“Memangnya saya harus jawab ya, Pak? Kan urusan pribadi saya.”

Naren tersenyum meremehkan. “Ya kan kalo pacar tinggal bilang pacar, temen tinggal bilang temen, saudara tinggal bilang saudara, apa susahnya?”

“Ok, pacar saya, Pak.”

“Ooooh ....”

“Sayang, kamu ngapain? Mau nambah minum?” tanya wanita yang langsung bergelayut manja kepada Naren.

“Nggak, ini temen kantor, lagi ngobrol aja.”

Bertepatan dengan itu, segelas lemon tea less ice dan segelas es kunyit asam telah siap di nampan yang ada di depan Rhea. “Saya permisi balik ke tempat duduk saya ya, Pak.”

“Naren, bisa nggak sih kamu fokus ke aku?” rajuk Danisha saat melihat Naren masih menatap Rhea yang telah duduk manis.

“Aku dari tadi kan fokus ke kamu. Balik ke meja yuk, habisin dulu makanannya.”

Dari kejauhan, tanpa sadar Rhea menatap Naren sambil tersenyum. Jenis senyuman yang hanya mengangkat salah satu sudut bibir hingga terlihat seperti senyuman mencemooh.

‘Pacar yang ke berapa? Nggak berubah ternyata. Kenapa dulu gue tergila-gila sama dia coba?’

 “Jingga? Jingga kan?” Seorang wanita mendekati meja yang ditempati Rhea dan menatapnya dengan penasaran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 30 Days Girlfriend   164 Extra Part (Sesak Napas)

    “Dek.” Rhea menatap anak bungsunya yang terlihat pucat. “Kenapa, Dek?”Yara menunjuk ke dadanya, ditambah dengan suara napasnya yang tersendat.Dengan panik, Rhea menghubungi Ega untuk mendapatkan pertolongan pertama untuk Yara.Syukurnya, dalam beberapa dering, Ega langung mengangkat sambungan telepon dari Rhea.“Ga. Yara, Ga.”“Kenapa, Rhe? Yara kenapa? Ceritain kondisinya.”“Dia lagi main di deket kolam renang, kucingnya dia kepleset masuk ke kolam renang, Yara ketakutan, trus nangis, sekarang dia pucet banget, napasnya mengi. Aku mesti gimana?”“Bikin Yara duduk tegak, arahin Yara buat narik napas panjang, berulang-ulang sampai normal lagi. Abis itu, kalo udah mulai normal, kasih air anget ya. Aku on the way ke sana.”Rhea memutus sambungan telepon, kemudian melakukan apa yang disarankan Ega. “Dek, ikutin Mama ya. Tarik napas ….”***Mobil Naren memasuki pelataran rumahnya bertepatan dengan sebuah mobil sedan hitam keluar. Dengan penasaran, Naren bertanya kepada security rumahnya.

  • 30 Days Girlfriend   163 Extra Part (Persidangan untuk Ervin)

    Aileen dan Ervin masuk ke dalam rumah sambil terbahak membicarakan uang jajan Ervin yang habis karena harus menyuap semua teman sekelasnya demi melindungi ia yang bolos setengah jam pelajaran olahraga.“Lagian pake cabut.” Aileen puas tertawa.Sedari kecil mereka sadar kalau kondisi keluarga mereka jauh di atas rata-rata. Mereka hidup berkecukupan. Apa yang mereka mau sebenarnya bisa dituruti orang tua mereka, tapi orang tua mereka memilih untuk tidak melakukannya.Sejak kelas 1 SMP mereka masing-masing diberikan uang saku per minggu. Hal itu sudah berlangsung sejak era Aileen, sekarang Ervin, dan mungkin nanti hingga Yara.Dan saat itu masih hari selasa, ketika Ervin menghabiskan jatah seminggunya.“Gantiin kek, Kak. Aku kan bantuin Kakak.”“Enak aja. Nggak ada yang minta bantuan kok,” sahut Aileen cuek, walau tentu saja Aileen tidak akan membiarkan Ervin gigit jari di sekolah karena kehabisan uang jajan.“Ck! Uang tabunganku buat beli PS, Kak.”“Pilih game apa pilih makan di kantin?

  • 30 Days Girlfriend   162 Extra Part (Pelindung)

    “Vin, kakak lo dipepet sama kakak kelas di deket gudang buat nyimpen alat olahraga.”Saat itu Ervin masih duduk di kelas 1 SMP ketika mendapat laporan dari temannya. Usianya yang hanya berbeda lima belas bulan dengan kakaknya membuat mereka bersekolah di tempat yang sama, beda satu tingkat.Aileen duduk di kelas 3 SMP dan … memiliki musuh bertebaran. Ervin tidak kaget lagi untuk satu hal ini. Ucapan kakaknya yang sepedas cabe dan kegalakan kakaknya yang mengalahkan satpam komplek, tentu saja membuatnya memiliki banyak musuh, baik dari makhluk berjenis kelamin perempuan, maupun lawan jenis.“Cewek apa cowok yang mepet kakak gue?” Karen Ervin yakin kakaknya itu mampu kalau hanya mengatasi sekumpulan gadis puber yang biasa melabraknya karena gebetan mereka naksir berat dengan Aileen dan segala keangkuhannya.“Cowok, dua orang.”Ervin langsung melemparkan bola basket yang sedang ia mainkan. Kelasnya memang sedang ada jam perlajaran olahraga, karena itu ia bingung kenapa kakaknya bisa dipe

  • 30 Days Girlfriend   161 Extra Part (Hilangnya Aileen)

    "Ibu ... Neng Aileen, Bu."Ucapan dari ujung sambungan telepon itu membuat Rhea langsung tersadar bahwa ada yang tidak beres dengan anaknya."Aileen kenapa, Mbak?" tanya Rhea kepada baby sitter yang biasa menjemput anak-anaknya saat ia tidak bisa menjemput. Seperti kali ini Rhea terpaksa meminta baby sitter untuk menjemput Aileen dan Ervin karena Yara sedang sakit."Neng Aileen nggak ada di sekolahannya."Jantung Rhea serasa mencelos saat mendengarnya. "Mbak udah nanya ke temen-temennya? Ke gurunya?""Sudah, Bu. Ini sekolahan udah hampir sepi, tapi nggak ada yang tau Neng Aileen di mana.""Ervin gimana?" tanya Rhea berusaha menutupi paniknya."Mas Ervin sudah di mobil, Bu.""Kamu minta supir pulang nganter Ervin ya. Kamu di situ dulu, cari di sekitaran sekolah, tanya sama temen-temennya, saya langsung jalan ke sana.""Iya, Bu."Rhea menghela napas, mencoba menenangkan diri walau rasanya sulit. Setelah menitipkan Yara yang sedang demam pada baby sitter, Rhea segera berlari, mengambil k

  • 30 Days Girlfriend   160 Extra Part (Tempat Duduk Aileen Callia Candra)

    "Ya ampun Nareeen, kamu tu nggak bisa nahan apa gimana sih? Kasihan kan Aileen masih nyusu, terus sekarang Rhea isi lagi. Mana kemaren pas Aileen kan operasi. Cek ke dokter, pastiin ini bahaya apa nggak."Pukulan bertubi-tubi dan ocehan panjang lebar didapatkan Naren dari tantenya yang langsung terbang ke Jakarta saat mendengar kabar Rhea hamil (lagi).Sementara Naren yang menjadi bulan-bulanan tantenya hanya tersenyum bangga, bukannya merasa bersalah. "Udah ke dokter kok, Mi. Biar rumahnya rame."Adila menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tatapan kesal. Kemudian ia mendekat ke sisi Rhea yang sedang menyusui Aileen di atas kasur, yang kadang terkikik mendengar perdebatan unfaedah suami dan tantenya."Rhea lagi pengen sesuatu nggak?""Pengen gelato, Mi.""Naren, tuh denger, Rhea pengen gelato.""Di mana, Sayang? Biar Mas cariin."Rhea menggeleng. "Nggak tau aku."Adila mencebik kesal melihat Naren hanya garuk-garuk kepala. "Udah sana, cari aja di google di mana gelato terenak se-Jakar

  • 30 Days Girlfriend   159 Ending

    "Sayang ...." Naren terdiam sesaat. Sebenarnya ia masih ragu untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya."Kenapa?" Rhea menjawab sambil lalu karena dia juga sedang berkutat memakaikan baju Aileen yang baru saja dimandikan.Sudah seminggu mereka tinggal di kediaman Candra. Rumah itu memang tidak ada yang menempati setelah Aditama pindah ke Dieng dan Adityo memilih tinggal sendiri di rumahnya. Aditama sendiri belum tega menjual atau menyewakan rumah itu. Karenanya, Aditama benar-benar memohon kepada cucu dan cucu menantunya itu agar menempati kediaman keluarga mereka, tidak perlu lagi mencari rumah.Naren mendekat, sambil menowel pipi Aileen dengan gemasnya, mencoba berbicara dengan istrinya. Biasanya mood Rhea lebih bagus kalau Aileen sedang tidak rewel. "Aku nggak tau terlalu cepet atau nggak aku ngomong gini. Tapi kayaknya mulai kita perlu pikirin. Kamu ... setelah ini mau berhenti ngurus Amigos atau gimana?"Rhea melirik suaminya sekilas, tapi kemudian perhatiannya kembali

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status