Cinta  Usai Berpisah

Cinta Usai Berpisah

last updateLast Updated : 2025-05-27
By:  KardinahUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
6Chapters
41views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Lima tahun yang lalu Cinta melepaskan semuanya dan pergi. Meninggalkan luka dan membawa serta benih yang tak diinginkan Abrisam dan keluarganya. Cinta berhasil membangun hidup di atas reruntuhan cinta dan harapan yang hancur. Namun sekarang, semesta memainkan perannya. Takdir mempermainkannya kembali. Secara tak sengaja Cinta bertemu kembali dengan mantan kekasihnya saat mencari putrinya yang terpisah darinya. Abrisam yang bertemu dengan putrinya terkejut dengan kemiripan mereka. Dia pun mulai mencurigai sesuatu. Cinta yang mulai paham dengan kecurigaan Abrisam memasang tembok penghalang, dia tak begitu saja membiarkan Abrisam mendekati mereka. Lalu apa yang terjadi kemudian? Mungkinkah Abrisam mengetahui rahasia besar yang Cinta simpan selama ini?

View More

Chapter 1

Tersesat

“Aduh!” seruan lirih seorang gadis kecil menggema, bersamaan dengan tubuh mungilnya yang terhuyung dan jatuh ke tanah.

Abrisam, yang tengah terburu-buru, mendadak tersentak. Ia menunduk dengan cemas, mengulurkan tangan dengan penuh penyesalan. “Maaf... Aku tak sengaja. Kamu baik-baik saja?”

Saat gadis kecil itu mendongak, sepasang mata mereka saling bersitatap. Abrisam terhenyak. Wajah mungil itu... begitu serupa dengannya. Terlalu mirip. Rambut hitam lurus menjuntai lembut, kulit seputih pualam, dan lesung pipi di sisi kiri—semua itu bagai refleksi dirinya dalam wujud yang lebih kecil.

Gadis kecil itu berkedip beberapa kali, lalu dengan ragu menerima tangan Abrisam. “Aku tidak apa-apa, Om. Hanya sedikit kaget.”

Abrisam membantunya berdiri, masih diselimuti keterkejutan yang menggumpal di dadanya. Abrisam seperti mesin pemindai, menatap gadis itu dari atas ke bawah berulang.

“Siapa namamu? Apa kamu sendirian di sini?” tanya Abrisam penasaran. Abrisam menoleh ke kanan dan ke kiri, tak ditemukannya sosok orang dewasa di sana.

Gadis itu menggigit bibir mungilnya, sorot matanya redup. “Namaku Ciara. Aku sedang mencari Mama. Tapi... aku kehilangan jejaknya. Dan aku tidak tahu jalan pulang.”

Abrisam menelan ludah. Seolah tak cukup dengan kemiripan yang mengusik pikirannya, kini ia mendengar kisah yang membuat hatinya mencelos. “Ciara... Nama yang indah. Tapi, kamu bilang kehilangan Mama? Terakhir kali kamu melihatnya di mana?”

Ciara mengangkat bahu kecilnya. “Di dekat taman sana.” Jawabnya menunjuk dengan telunjuknya yang diikuti tatapan Abrisam. “Aku tadi melihat boneka kelinci lucu di etalase toko, lalu aku berhenti sebentar. Waktu menoleh, Mama sudah tidak ada. Aku berlari mencarinya, tapi malah semakin jauh tersesat.” Mata beningnya mulai menggenang.

Abrisam merasa hatinya menghangat oleh empati. “Jangan takut, kita cari Mama bersama-sama, yuk? Mungkin mama masih ada di sekitar sini.”

Ciara mengangguk pelan, jemarinya yang kecil meremas tangan Abrisam. Abrisam menatap tangan mungil yang kini berada dalam genggamannya.

“Om, tahu, mamaku cantik sekali,” celotehnya pada Abrisam yang disambut dengan senyuman.

Mereka pun mulai menelusuri taman, harapan terpancar di setiap langkah. Namun, pikiran Abrisam tak henti-hentinya berputar. Seberapa besar kemungkinan ia bertemu seorang anak kecil yang begitu mirip dengannya?

“Ciara, kamu tinggal di mana?” tanyanya lembut, berusaha menggali lebih dalam.

“Aku tidak tahu alamatnya... tapi di depan rumahku ada pohon besar yang rindang dan kucing oranye bernama Milo,” jawabnya polos.

Abrisam tersenyum tipis. Jawaban khas anak-anak. “Kamu tinggal bersama siapa di rumah?”

“Mama. Aku anak satu-satunya,” jawab Ciara polos, menatap Abrisam dengan mata bulatnya yang penuh kejujuran.

Abrisam berhenti melangkah. Jantungnya berdegup tak beraturan. “Berapa usiamu, Ciara?”

“Lima tahun, Om. Lebih tepatnya mau enam tahun, tapi masih tahun depan. Beberapa bulan lagi,” ocehannya membuat Abrisam tertawa kecil.

Dunia seakan berputar. Abrisam merasakan sesuatu yang begitu asing menyelusup ke dalam dirinya. Sejenak, napasnya tercekat. Lima tahun...

Sebelum ia bisa berkata lebih jauh, suara nyaring seorang wanita memecah keheningan. “Ciara! Nak, di mana kamu?”

Ciara menoleh cepat, matanya berbinar melihat sosok yang dikenalinya. “Om, itu Mama!”

Abrisam mengangkat wajah, melihat sosok seorang wanita berlari ke arah mereka. Wajahnya cemas, namun seketika berubah lega saat melihat Ciara. Begitu mendekat, wanita itu langsung merengkuh putrinya ke dalam pelukan erat.

“Mama! Aku takut sekali tadi,” lirih Ciara di antara isak tangis kecilnya.

“Maafkan Mama, Sayang. Mama sudah mencari ke mana-mana.” Suara wanita itu bergetar penuh emosi, tangannya mengusap rambut gadis kecil itu dengan kelembutan seorang ibu.

Abrisam terpaku. Kini, dengan jarak yang lebih dekat, ia bisa melihat wajah wanita itu dengan begitu jelas. Dan hatinya berdegup semakin kencang.

Ya, Abrisam mengenali wanita itu.

Wajah yang tak pernah benar-benar ia lupakan. Mata yang dulu pernah menatapnya penuh cinta dan kasih sayang. Senyum yang tersimpan di sudut kenangan lamanya.

Wanita itu mendongak, dan saat mata mereka bertemu, seluruh tubuhnya menegang. Sejenak, ia membeku, tatapan matanya penuh ketidakpercayaan dan kemarahan.

“Abrisam?” suara wanita itu lirih, tetapi nada tajam dalam suaranya terasa jelas.

Dunia Abrisam seakan berhenti. Napasnya tercekat. “Cinta...?”

Cinta menggenggam tangan Ciara lebih erat, seolah melindunginya. Matanya menatap Abrisam dengan penuh kebencian. “Apa yang kamu lakukan di sini?!”

Abrisam mengerutkan kening, bingung dengan reaksi Cinta. “Aku... Aku kebetulan bertemu Ciara. Dia tersesat. Aku hanya ingin membantu.”

“Terima kasih. Tapi sekarang Ciara tak butuh bantuanmu,” potong Cinta cepat. Ia menarik Ciara mendekat, seakan menjaga jarak dari Abrisam.

Abrisam merasa dadanya semakin sesak. “Ciara... Aku tak menyangka bertemu denganmu di sini. Dan Ciara... Dia...”

“Dia bukan urusanmu,” sela Kirana tajam. “Kau sudah pergi dari hidupku, Abrisam. Pergi tanpa menoleh. Jangan berpikir terlalu jauh dan bertanya-tanya tentang putriku.”

Putriku.

Kata itu menampar Abrisam begitu keras. Ia menatap Ciara sekali lagi, menyadari kebenaran yang selama ini tersembunyi darinya.

“Ciara... dia anakku, bukan?” tanyanya dengan suara bergetar.

Cinta mengangkat dagunya, ekspresi wajahnya dingin. “Tidak. Ciara anakku dan suamiku.”

Abrisam merasa tubuhnya melemas. “Kamu berbohong padaku? Aku berhak tahu!”

Ciara tertawa sinis. “Hak? Kau bicara tentang hak setelah kau meninggalkanku tanpa sepatah kata pun? Setelah kau memilih mimpimu dan mengabaikan perasaanku? Aku tidak membutuhkanmu, Abrisam. Dan anakmu, bukankah kamu sudah membuangnya? Kamu lupa bagaimana orang tuamu memintaku membunuhnya?”

Abrisam terdiam. Semua kata-kata yang terlontar dari mulut Cinta menusuknya lebih dalam dari yang ia bayangkan. Namun di balik kemarahan dan kepedihan itu, ada penyesalan yang tak bisa ia sangkal.

“Aku tahu aku salah,” ucapnya menyesali diri. “Tapi benarkah dia bukan anakku? Aku ingin menebus kesalahanku.”

Abrisam masih belum yakin dengan jawaban Cinta. Sisi hatinya yang lain tak mau menerima bahwa Cinta kini menjadi milik orang lain.

Cinta menggeleng tegas. “Bukan... dia bukan anakmu. Semua sudah terlambat, Abrisam. Aku sudah berjuang sendiri selama ini, dan aku tidak akan membiarkanmu datang dan merusak apa yang sudah kubangun. Ciara bukan anakmu.”

Abrisam ingin membantah, ingin berdebat. Namun, tatapan tajam Cinta seakan menjadi tembok kokoh yang tak bisa ia runtuhkan.

Lagi pula dia tak mau Ciara ketakutan padanya hanya karena emosi sesaatnya.

“Ayo, Sayang. Kita pulang,” ucap Cinta lembut pada Ciara. Gadis itu mengangguk, menuruti ajakan ibunya.

Ciara menatap Abrisam sebentar sebelum menggenggam tangan ibunya dan berjalan pergi. Ciara bisa merasakan kemarahan ada ibunya sehingga dia tak berani melambaikan tangan tanda perpisahan.

Abrisam hanya bisa berdiri di tempatnya, menatap punggung mereka yang semakin menjauh. Perasaannya merasa begitu terikat dengan Ciara. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasakan perasaan kehilangan.

“Aneh!”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
6 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status