Sulit akur dengan mertua, berdebat terus dengan ipar satu-satunya, diperparah pria berlabel suaminya itu ... ibarat kepala dilepas ujung kaki digelayuti, membuat Semesta terus menerus memupuk sabar. Sampai cintanya yang tulus dihadiahi selembar surat perceraian. Tanyanya selalu berpusing di kepala. Ini keberuntungan atau musibah untuknya? Namun Semesta tetap lah Semesta. Ia biarkan itu semua bergema di hidupnya. Ia percaya, balasan akan datang. Suatu saat nanti akan ada 'Jagad' yang ia pijaki dengan kedamaian. Tapi kapan? Bukan kah ... sabarnya manusia ada batasnya?
View MoreBangun dengan bahu sedikit kedinginan, membuat Semesta kembali menarik selimutnya. Bunyi lenguhan di sampingnya membuat ia makin menenggelamkan diri. Pun saat lengan kekar merangkulnya seolah-olah meminta agar tubuh Tata kian dekat, ia tak kuasa menolak. Bahkan matanya sukar terbuka lantaran tidurnya malam ini terlalu lelap.
Namun ... mau sampai kapan ia bergelung di bawah selimut? Sementara ia merasa sudah terlalu lama tertidur.
“Jam berapa sekarang?”
Tata mencibir. Sejak kapan sang bos ada di dekatnya? Ini masih terlalu pagi untuknya direcoki suara baritone yang khas itu.
Ini pasti mimpi, batinnya begitu.
“Ta? Saya ingat ... ada meeting jam sembilan, kan?”
Dua hari lalu mereka dinas ke Samarinda. Membahas masalah proyek terakhir sebelum sang bos ke luar negeri. Dinas terakhir yang bisa mereka lakukan bersama. Perintah khusus dari atasannya langsung; Pak Jimmy.
“Ta?”
Sekali lagi suara itu terdengar. Meski agak parau khas seseorang baru bangun dari tidurnya, tetapi tetap saja, itu suara milik sang bos.
“Duh ... Bapak jangan ganggu pagi saya! Saya masih mau tidur. Capek.”
Pria yang sejak tadi memeluk Tata, hanya tertawa Matanya sudah terbuka sempurna, menatap sang wanita yang bergelung di dekat dadanya.
“Capek banget? Perasaan hanya sekali kita bermain.”
Tata mengerjap pelan. Kesadarannya mulai pulih. Bahkan indera penciumannya juga mulai terusik dengan aroma yang ... asing?
“Bapak?!” pekiknya dengan mata melotot tak percaya. “Bapak ngapain di kamar saya?”
Sang pria kembali menarik sudut bibirnya pelan.
“Ini kamar saya, Ta.”
Buru-buru mata serupa boneka itu mengedar, memperhatikan detail kamar yang sudah dua hari, oh ... tiga hari ini ditempati olehnya. Berbeda. Benar. Matanya tak salah lihat. Kembali ia mengarahkan pandangannya pada sang pria. Lantas .....
“Enggak mungkin,” katanya demikian lirih begitu mendapati dirinya tanpa busana. “Enggak mungkin.”
Ucapan ini diulang untuk menegaskan kalau apa yang terlihat di pikirannya, tak pernah terjadi.
Namun, sekelebatan memori yang menghantamnya kali ini tak bisa dimungkiri. Bagaimana ia dengan rela hati menanggalkan satu demi satu pakaian yang melekat di tubuhnya. Bagaimana juga ia melempar diri pada sosok yang akhir-akhir ini membuatnya frustrasi. Yang mana saat sang pria berada di atasnya, terjawab sudah kenapa sosok itu begitu merajai kepalanya.
Segera ia s***k selimut yang menutupi tubuhnya. Memunguti helai pakaian yang terserak di sekitar ranjang. Jantungnya jangan tanya bagaimana bekerja. Sudah tak keruan. Ditambah rona wajahnya yang mungkin sudah berubah ungu. Ia tak berani menoleh, apalagi membalas ucapan sang pria.
“Ta,” panggil sang pria pelan, “kita bicara dulu.”
“Enggak ada yang perlu dibicarakan, Pak.” Tata memejam pelan. Ia bergegas menuju kamar mandi.
“Ta.” Jagad harus bertindak cepat. Wakil manajernya ini termasuk wanita keras kepala. Jangan sampai apa yang mereka lakukan semalam tanpa adanya pembicaraan lebih lanjut. “Tunggu. Kita harus bicara.”
Hanya berbekal selimut, ia tutupi tubuhnya. Mencegah kepergian Tata yang sebentar lagi menggapai pintu kamar.
Apa wanita itu peduli? Tidak sama sekali. Ia terus melangkah sampai sosok Jagad menghadangnya.
“Pak.” Kali ini dengan sisa keberanian yang dipunya, ia mendongak. Menatap lurus pada pria yang ada di depannya. “Jangan bahas apa pun. Lupakan semua ini. Anggap saja enggak pernah terjadi.”
Jagad mengerjap pelan. Ucapan itu macam petir di siang bolong. Belum juga habis rasa terkejutnya, Tata sudah melangkah menjauh dengan tergesa-gesa. Meninggalkannya yang termangu.
“Bagaimana bisa dibiarkan kalau kamu ... bersuami, Ta.”
Jagad tak tahu harus mengatakan apa. Ia sungguh merasa tak enak hatinya karena tingkah sang putri. Bagaimana bisa Echa mengamuk sejadi-jadinya saat tahu kalau Tata tak akan satu mobil dengannya. Beruntung rekan kerjanya seperti memahami kalausang putritak bisa hanya dibujuk sekadar kata. Apalagi ia tagih janji mainnya bersama Tata.“Saya benar-benar minta maaf, Ta,” kata Jagad sesaat setelah mobil yang mereka kendarai berhenti di depan rumah dua lantai yang Tata arahkan alamatnya.“Enggak apa, Pak.” Tata tersenyum. “Saya hitung sudah tiga kali Bapak minta maaf karena hal ini aja.” Ia bersiap untuk turun. “Saya juga berterima kasih sudah diantar pulang.”“Sudah keharusan saya kalau itu.”Jagad melepaskan diri dari tautan seat be
Tata sekali lagi memeriksa berkas jalannya proses pembangunan gedung.Meski bukan kuasanya,tetapi gedung ini nantinya akan dijadikan kantor yang mengepalai area marketing di wilayah Sumatra. Juga server cadangan untuk membagi kapasitas layanan mengingat beban di Jakarta cukup berat. Makanya BoD meminta mereka berdua untuk mengecek bagaimana pembangunan di sana.“Pak Jimmy enggak terima alasan seperti ini, sih,” kata Tata pelan sembari membenahi kacamatanya. “Pak Jagad tahu sendiri, kan, Pak Jimmy bagaimana.”“Saya paham, Ta.” Jagad menggosok tangannya pelan. Matanya menatap tegas pada dua orang yang bertanggung jawab atas pembangunan gedung berlantai sepuluh ini dengan tajamnya. “Bu Ratih kami percayakan untuk proyek ini, tapi kenapa molornya terlalu lama?”“Seperti yang saya jelaskan,
Tata menarik napas pelan. Memastikan barang bawaannya tak ada yang tertinggal, terutama ponsel dan dompet. Agak ragu juga ia untuk turun ke lobi,tetapi mau bagaimana lagi? Dirinya telanjur menyetujui ajakan Jagad makan malam di luar sekaligus menjajal kuliner di sekitar hotel.Belum Tata lupa bagaimana pembicaraan yang belum ada tiga jam berlalu.“Saya harap ajakan ini enggak ada penolakan, Ta. Anggap saja ucapan terima kasih karena semalam mau direpoti Echa.”Wanita itu meringis jadinya. Padahal ia tak melakukan banyak hal; hanya membujuk Echa agar tak menangis, menjanjikan bermain bersama ketika ia kembali nanti, juga sedikit mendongeng sampai sang bocah terlelap tidur.Sepanjang pagi hingga siang, tak ada kendala berarti selama jalannya meeting dan bertemu pihak Jiayi. Semuanya berjalan lancar dan sesuai deng
“Semoga dinasmu menyenangkan,” kata Jenni sembari tersenyum semringah, juga tak lupa tangannya melambai penuh semangat sebelum Tata benar-benar menaiki taksi pesanannya.“Apaan, sih, kamu,” sungut Tata,tetapi tak bisa membuat dirinya kesal diperlakukan seperti itu oleh Jenni.“Nanti aku kasih rekomendasi tempat yang seru untuk refreshing meski singkat.”“Aku kerja, Jen.”“Aku tahu,” sela Jenni tak kalah cepat. “Sudah sana masuk. Jangan sampai ketinggalan pesawat. Semuanya sudah kamu bawa, kan? Jangan sampai ada yang tertinggal, Ta.”Ah ... memiliki Jenni di sekitar hidup Tata yang mengenaskan ternyata bisa membuatnya tak henti-henti bersyukur.“A
“Astaga, Tuhan!” Jenni memekik begitu Tata keluar dari mobilnya. “Kamu kena badai di mana, Ta?”Tata bingung mendengar sambutan Jenni. “Mana ada.”Jenni terkekeh. “Badai rumah tangga, Ta.”Bibir Tata jadi mencebik. “Sembarangan.”“Sudah-sudah, ayo kita masuk! Aku baru selesai masak makan malam.” Jenni segera menggamit tangan Tata agarwanita itumengikuti langkahnya.[d1]Rumah yang kadang Tata kunjungi masih tampak sama dari terakhir kunjungannya ke sini. Dominasi broken white menyambut mereka saat memasuki ruang makan.“Kamarmu sudah aku siapkan, Ta. Nanti biar Pak Har yang angkut barang kamu.”
Tata:Jen, sementara waktu aku tinggal di rumah kamu, ya. Senin aku pindah ke kos dekat kantor.Jenni:Ada apa memangnya? Kamu di mana? Jangan bikin aku khawatir, Ta.Tata:Nanti aku kabari.Jenni:Keep contact terus, Ta. Rumahku selalu terbuka untuk kamu.Setelah membaca pesan terakhir dari Jenni, ia kembali memasukkan ponselnya ke saku. Mobil yang sejak tadi ia kendarai sudah terhenti tepat di depan gerbang rumahnya. Gerbang hitam yang cukup tinggi sudah ia buka lebar. Sengaja mobilnya tak ia masukkan dalam garasi. Baginya segala hal yang ada di rumah ini sud
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments