Share

Bab 6

last update Last Updated: 2021-09-19 02:37:00

Setelah drama layaknya film layar lebar kemarin, akhirnya semuanya pergi. Dengan sumpah serapah Ibu dan tangis kesedihan Mas Angga, tak menggoyahkan hatiku untuk ingin mengakhiri. Cukup sampai disini saja berjodoh dengan Mas Angga. Hati terasa kebas karena terlanjur sakit.

 

Rumah sangat berantakan semenjak tak ada Bi Ijah. Piring kotor dan sisa makanan berserak. Ibu dan Mas Angga bener-bener tak mau beberes. Hanya numpang tidur dan makan doang, tapi tak mau membereskan. Akhirnya ku panggil kembali Bi Ijah untuk bekerja denganku. Untung Bi Ijah belum mendapat pekerjaan.

 

Bi Ijah masih beberes rumah. Kuamati kulkas kosong dan kotor. Padahal dulu sebelum ada Ibu, kulkas selalu penuh dan rumah rapi. Walau Mas Angga pengangguran setidaknya tidak membuat sakit hatiku.

 

“Bi, Dewi keluar dulu, ya? Beli makanan untuk ngisi kulkas,” ucapku sedikit berteriak. 

 

“Iya, Mbak!” sahut Bi Ijah, masih dengan alat pel.

 

Aku segera bergegas keluar menstarter motorku. Menuju ke warung terdekat dari rumah.

 

“Mbak, tadi mertua Mbak belanja kesini,” ucap Mak Wesi. Pemilik warung. Aku tersenyum.

 

“Tapi ...” lanjutnya lagi dengan kalimat menggantung. Ku lirik Mak Wesi dengan melipat kening.

 

“Tapi apa?” tanyaku penasaran. Masih dengan memilih-milih telur ayam.

 

“Tapi utang, katanya Mbak Dewi yang akan bayar.” Tegasnya. Cukup membuatku mendelik.

 

“Utang?” tanyaku mengulang kata itu.

 

“Iya, Mbak.” Tegas sang pemilik warung. Kuusap dadaku yang terasa sesak. Ternyata setelah keluar dari rumah masih bisa mengganggu hidupku.

 

“Berapa utang belanjanya?” tanyaku penasaran. Sambil mengatur nafas.

 

“Banyak, Mbak. Ini notanya,” Mak Wesi menyodorkan notanya. Mataku mendelik  Saat melihat tulisan nominal pada nota tersebut. Hampir satu juta. Beras satu karung dua puluh kilo, telur satu karpet, gula, kopi, teh, mie instan satu kardus, aqua satu kardus, sarden lima, susu dua kaleng, minyak sayur lima kilo dan beberapa camilan. 

 

“Maaf, Mak Wesi, ini bukan urusan saya! Ini urusan Mas Angga, ya! Jadi tagih aja Mas Angga!” ucapku sopan. Tapi Mak Wesi malah mendelik tak suka.

 

“Gimana, sih, Mbak? Saya bisa bangkrut kalau kayak gini!” tiba-tiba Mak Wesi naik pitam. Aku tersentak. 

 

“Kok, Mak Wesi marah dengan saya? Kan bukan saya yang utang?” sungutku. Dari tadi masih dengan nada sabar kok tau-tau nyolot. tapi wajar, sih. Cuma aku nggak suka caranya.

 

“Benar berarti apa yang di bilang mertuamu, kalau kamu itu kurang ajar dengan mertua dan suami, ngusir mereka begitu saja tanpa uang sepeserpun, padahal gaji suamimu kamu yang pegang utuh!” jleb! Terasa di gores silet hatiku. Kejam sekali ibu mertua memfitnahku.

 

“Suami juga baru nganggur berapa hari sudah di usir, sekarang mereka utang-utang untuk makan, cuma bayarin segitu aja kamu nggak mau, kebangetan kamu!” cerocos Mak Wesi. Dadaku bergemuruh hebat. Secepat ini ibu menyebar fitnah.

 

“Mak Wesi! Kalau nggak tau apa-apa tolong jangan komentar!” bentakku mendelik. Menaruh semua barang yang sudah aku pilih. Kuletakkan nota itu di seselah belanjaanku.

 

“Aku nggak jadi belanja!” ucapku lagi. Kesal sangat rasanya. Mau berantem dengan Mak Wesipun percuma. Tapi aku tau bagaimana dia. Pasti besok berita ini sudah menyeruak ke seluruh penjuru kampung ini.

 

Mak Wesi nyerocos komat kamit nggak jelas. Aku berhambur ke motorku. Melajukan ke warung lainnya. Motorku berhenti di warung Mak Meri. 

 

“Mak! Apa kabar?” tanyaku basa basi seraya masuk ke warung sembakonya.

 

“Kabar Mak baik, Wi! Dengar-dengar kamu ngusir Angga dan ibunya? Benar?” tanya Mak Meri tanpa basa basi. Lagi-lagi kuatur dada ini. Semakin terasa sesak.

 

“Mak, dapat kabar dari mana?” tanyaku mencoba selow, mendekati meja kasir. Aku belum memilih belanja. Takut kejadian kayak di warung Mak Wesi tadi.

 

“Ibu-ibu yang belanja tadi pada bahas kamu. Mertuamu juga tadi kesini,” jawab Mak Meri satai.

 

“Ibu kesini, ngapain? Utang?” tanyaku melipat kening. Mak Meri menyeringai. 

 

“Iya, utang sedikit!” sahut Mak Meri menyeringai kecut. ‘jangan-jangan semua warung di Kampung ini di utangin sama Ibu dan mengataskan namaku untuk membayarnya,’ bertanya-tanya dalam hati. Sudah ngutang atas namaku, tapi masih memfitnah lagi. Dasar benalu. Di buang pun masih bisa bertahan dengan caranya.  

 

“Ngomong apa saja Ibu waktu kesini?” selidikku. Mak Meri lagi-lagi menyeringai.

 

“Nggak ada, Wi. Cuma kesini utang belanja sedikit, nangis-nangis karena pernikahan anaknya berantakan!” astaga di saat hutang belanja banyak, dia jelek-jelekin aku. Di saat hutangnya sedikit, dia merasa terpojok. Apa sih maunya ibu? Dan Mas Angga tau tidak kalau ibunya berhutang sana sini? Entahlah.

 

Aku segera memilih barang-barang belanjaanku, Mak Meri segera menghitung semuanya. Sekalian hutang Ibu lima puluh tiga ribu. Ok lah aku bayarin. Dari pada tengkar lagi dengan yang punya warung. Memutuskan ingin segera pulang. Ketika kaki baru saja melangkah naik motor, ada yang menepuk pundakku dari belakang. Dengan cepat kumenoleh. Ternyata Rida. Tetangga gosip paling ampuh.

 

“Ada janda baru ini!” sindirnya menyeringai.

 

“Iya, sama kayak kamu.” Sahutku asal.

 

“Aku janda karena mantan selingkuh, lha kamu suami nggak neko-neko gitu kok di cerai, kurang bersyukur kamu, Mbak!” sindirnya lagi. Iya memang selama ini aku menutupi rapat-rapat kebiasaan buruk Mas Angga. Bahkan nggak ada yang tau kalau Mas Angga pengangguran total. Aku selalu menutupi kalau Mas Angga memiliki usaha online. Jadi banyak di rumahnya. Giliran seperti ini, semua orang mengira aku istri yang nggak tau di untung.

 

“Ya udah, Mas Angga buat kamu saja, aku ikhlas!” tegasku juga tak kalah menyeringai. Membuatnya terbelalak. Ku lajukan motorku dengan cepat. Aku kira setelah lepas dari dua benalu itu, hidupku bisa damai. Ternyata? Mereka belum puas menggerogotiku. 

 

“Ibu tadi kesini, Mbak,” ucap Bi Ijah, ketika aku menaruh barang-barang belanjaku di kulkas.

 

“Ibu kesini?” tanyaku mengulang kata.

 

“Iya, Mbak!” jawab Bi Ijah, sambil mengangguk dan membantuku memilih-milih barang yang hendak di masukan kulkas atau tidak.

 

“Ngapain?” tanyaku dengan menyipitkan kening.

 

“Ngambil magicom, Mbak!” jawab Bi Ijah.

 

“What?” sentakku terkejut dengan bibir menganga.

 

“Iya, Maaf Bibi nggak bisa nyegah, karena Ibu nyerocos terus, katanya magicom itu, Mas Angga yang beli,” lagi-lagi benalu memang tak tau malu. Padahal rumah ini dan seisinya semua murni hasil keringatku. Kuatur nafasku. Mendinginkan hati yang selalu terasa panas kalau menyangkut tentang ibu.

 

“Yaudah, Bi, biar saja! Nanti Dewi belikan yang baru!” jawabku. Bi Ijah hanya mengangguk.

 

“Sabar ya, Mbak! Mas Angga dan Ibu pasti menyesal telah semena-mena dengan, Mbak Dewi!” aku mengangguk dan tersenyum getir.

 

“Iya, Bi. Doakan Dewi kuat hadapi masalah ini,” sahutku pelan.

 

“Bi, tolong buatin Dewi teh hangat, ya!” perintahku.

 

“Siap, Mbak!”

 

“Lho, Bi, kompornya mana?” mataku melotot ketika tak melihat kompor di mejanya.

 

“Oh, iya, diambil Ibu juga, Mbak!”

 

“Astaga!!!” tepuk jidat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BENALU   Bab 102 (Season Dua)

    Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget

  • BENALU   Bab 101 (Season Dua)

    Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De

  • BENALU   Bab 100 (Season Dua)

    Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s

  • BENALU   Bab 99 (Season Dua)

    Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata

  • BENALU   Bab 98 (Season Dua)

    Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y

  • BENALU   Bab 97 (Season Dua)

    Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status