Share

BAB 5

Author: jasheline
last update Last Updated: 2024-11-20 21:50:04

Dan setelah pulang sekolah, Selena sungguhan menunggu Linggar. Rangga tak percaya Selena sungguhan mau menolong anak nakal dengan wajah dingin itu, walau Rangga sendiri tidak tahu apakah Linggar nakal atau tidak. Mereka sedang berdiri di lobby menunggu Linggar muncul, dan tak lama Linggar pun tiba.

Linggar menatap Selena tapi lalu kemudian ia menatap Rangga yang kini menatap datar juga ke arah nya, Selena yang melihat itu pun terkekeh canggung.

"Li, Rangga boleh ikut, kan?" Tanya Selena.

"Li??" Linggar mengulangi ucapan Selena.

"Ya, Li.. Linggar, namamu kan?" Ujar Selena. Linggar sedikit tersenyum tipis mendengar Selena memanggilnya lain dengan yang lain, tak ada yang melihat senyum Linggar sama sekali karena hanya seperti kedutan bibir.

"Nggak bisa, gue nggak mau orang lain tahu." Sahut Linggar.

"Rangga bukan orang lain, dia kayak abangku." Ujar Selena, Rangga melirik Selena saat Selena berkata menganggap nya sebagai kakak. Linggar memperhatikan Rangga, tapi lalu akhir nya dia mengangguk. Selena pun tersenyum melihat nya.

"Kalian bawa mobil?" Tanya Linggar dan Selena mengangguk.

"Supir kalian suruh ikutin mobil gue, kalian ikut gue." Ujar Linggar.

"Nggak! kita pake mobil kita sendiri dan ngikutin lu dari belakang." Ujar Rangga, dia tidak mau mengambil resiko, Linggar kembali menatap Rangga dengan mata dingin nya.

"Kenapa? Lu ada niat jahat apa sama Selena?" Ujar Rangga, Linggar yang mendengar nya hanya berdecih saja.

"Rangga.." Selena menggelengkan kepalanya.

"Selena, mobil gue yang warna item itu." Ujar Linggar dan Selena mengangguk. Akhirnya Selena dan Rangga masuk kedalam mobil mereka dan mengikuti mobil Linggar dari belakang.

"Rangga, kenapa kamu kayak gitu sama Linggar?" Tegur Selena saat setelah mereka sudah berada di dalam mobil.

"Dia aneh, Sel.. aku khawatir dia mau berbuat jahat sama kamu. Liat aja muka nya, nggak pernah ada senyumnya. Udah gitu nyuruh pake mobil dia, makin khawatir aku." Ujar Rangga, Selena terkekeh.

“Terima kasih, ya, kamu peduli banget sama keselamatan kita. Tapi mungkin ada alasan kenapa Linggar kelihatan nggak ramah sama orang lain,” ujar Selena lembut. “Kamu tahu sendiri, kan? Ada asap hitam yang selalu nempel di belakangnya.”

Rangga terdiam, mencerna ucapan Selena. Sesaat kemudian, dia menarik napas panjang dan beristighfar. “Astaghfirullah... Bisa-bisanya aku tadi emosi sendiri.”

Selena tersenyum kecil, memahami perasaan Rangga. “Nggak apa-apa, aku ngerti.”

“Maaf, Selena,” ucap Rangga tulus.

Selena hanya mengangguk sambil tersenyum, dan mobil mereka terus melaju mengikuti mobil Linggar yang semakin jauh meninggalkan sekolah.

Namun, saat mobil mulai memasuki kawasan yang akrab di mata Selena, hatinya terasa berat. Jalan yang mereka lalui ternyata searah dengan rumah mendiang Raka. Selena menatap keluar jendela, merasakan nostalgia menyusup di hatinya.

Saat mobil berhenti di lampu merah, bayangan masa lalu menyeruak. “Orens!” Teriakan khas Raka seperti menggema di pikirannya. Tanpa sadar, Selena tersenyum, mengenang bagaimana Raka dulu selalu memanggilnya dengan nada galak namun penuh perhatian.

Ketika mereka melewati rumah mendiang Jesika, Selena menoleh. Rumah itu masih berdiri kokoh, tampak sama seperti dulu, hanya saja suasananya terasa semakin sunyi. Ia tahu rumah itu dibiarkan kosong, meski tetap dirawat oleh Disa.

Disa sebenarnya ingin menjual rumah tersebut dan menyumbangkan uangnya ke panti asuhan atau pesantren. Tapi, hingga kini, tidak ada yang mau membelinya. Semua calon pembeli mundur, termasuk seorang yang pernah mencoba menawar namun berakhir kerasukan dan nyaris melompat dari atap, seperti yang pernah dialami Fifi.

“Sepertinya iblis yang Jesika sembah masih menguasai tempat itu,” pikir Selena dengan sedikit rasa ngeri.

Ia menahan diri untuk tidak meminta sopir berhenti. Ayah Nicholas sudah melarangnya mendekati tempat itu. Namun, keinginannya untuk kembali mengingat kenangan singkat bersama mendiang Raka membuat hatinya terasa berat.

Tak lama kemudian, mobil mereka berhenti di depan rumah megah milik Linggar, hanya beberapa blok dari rumah Raka. Bangunan itu besar, meski tidak semegah rumah Raka. Cat coklat mudanya tampak pudar, dan dari luar saja, aura gelap terasa menyelimuti tempat itu.

Selena merasakan dadanya berdebar. “Nggak, aku nggak bisa masuk ke sini,” batinnya menolak keras, seperti ada firasat buruk yang mengintainya di balik pintu rumah itu.

Tiba-tiba, Rangga yang duduk diam di sebelahnya berubah. Matanya menatap tajam ke arah rumah Linggar. Selena menoleh, terkejut saat mendengar suara yang keluar dari mulut Rangga.

“Jangan masuk, Nak,” suara tua yang familiar terdengar. Itu Aki.

“Aki?” gumam Selena, kaget. Ia tak menyangka Aki datang tanpa dipanggil.

“Yang ada di dalam bukan lawan kamu. Jangan coba-coba masuk ke sana,” peringat Aki melalui tubuh Rangga.

Selena menelan ludah, lalu mengangguk patuh. “Baik, Aki,” jawabnya pelan, sambil memalingkan pandangannya dari rumah itu. Ada sesuatu di dalam sana, dan Selena tahu ia tak bisa menghadapinya sendiri.

“Pak, berhenti di sini saja, jangan masuk ke dalam,” pinta Selena dengan tenang. Sopirnya mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut.

Tiba-tiba, Aki keluar dari tubuh Rangga, membuat Rangga tersentak kaget. Ia merasa tubuhnya barusan disingkirkan oleh sesuatu yang tak kasatmata. “Apa yang barusan terjadi?” gumamnya bingung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CALON TUMBAL   BAB 179

    Seorang gadis tengah marah dan kesal karena usahanya dan rencananya tidak berhasil, sudah berhari-hari bahkan sudah hampir dua minggu tapi tidak ada sedikitpun kemajuan dari apa yang direncanakannya. Dia sedang menangis tersedu-sedu di kamarnya sampai temannya kebingungan karena gadis itu mengurung diri sejak kemarin."Allee, come on.. buka pintunya!"Ya, Allee.. dia belum pulang ke LA dan dia masih di Jakarta. la masih berusaha mengejar Nicholas, Allee bahkan tidak peduli dengan pendidikannya dan terus menerus berusaha agar misinya berhasil, misi untuk menaklukan Nicholas.Tapi sejak dirinya datang ke dukun yang dipanggil Aki sampai hari ini, dia belum mendapat hasil apapun. Bahkan saat dirinya bertemu dengan Nicholas pun Nicholas tidak merespon apapun, malah kini semakin menjauh seolah benar-benar tidak mengenal Allee."Kamu bilang aku bisa mendapatkan Nicholas dengan cara yang kamu katakan, sekarang mana! Aku tidak mendapatkan apapun, Nicholas malah semakin jauh dariku." Teriak All

  • CALON TUMBAL   BAB 178

    Selena tidak masuk kuliah akhirnya, karena dia sedang mual dan muntah-muntah parah. Tidak ada yang keluar sebenarnya, tapi Selena terus mual dan muntah air saja.Nicholas juga akhirnya tidak masuk dan dia merawat Selena di rumah, tapi sekarang dia sedang ke apotek untuk membeli sesuatu."Bu, beli alat tes kehamilan tiga dari merk yang berbeda." Ujar Nicholas, si ibu apoteker terkejut mendengarnya, seorang laki-laki beli alat tes kehamilan."Oke, sebentar mas." Ujar apoteker.Tak lama alat tes kehamilan dari tiga merk berbeda pun dikeluarkan, Nicholas lalu membayarnya. Nicholas hendak pergi tapi dia kembali lagi dan bertanya pada ibu apoteker."Bu, mau nanya sedikit boleh?" Tanya Nicholas, ibu apoteker pun terkekeh."Banyak juga boleh, mas. Mau nanya apa?" Tanya ibu apoteker."Nggak jadi deh bu, makasih." Ujar Nicholas, lalu pergi.Nicholas pun pulang ke rumah, dan ternyata Selena masih belum bangun lagi padahal sudah jam 7 pagi. Nicholas kemudian perlahan membangunkan Selena."Dek.."

  • CALON TUMBAL   BAB 177

    Beberapa hari setelahnya, datang kabar baik dari Linggar dan Reyna yang ternyata mereka berhasil mendapat restu kedua orang tua Linggar dan mereka akan langsung dinikahkan bulan depan.Mendadak memang, semua karena kedua orang tua Linggar takut mereka jadi zina karena mereka tinggal satu atap walau tidak satu kamar. Apalagi ibunya Linggar yang sangat takut, padahal Linggar tidak benar-benar sudah menyentuh Reyna, tapi ibunya parno."Ecieee.. yang bulan depan mau nikah." Goda Selena pada Reyna, Reyna tersenyum-senyum digoda seperti itu."Harusnya kalian dipingit loh, bulan depan itu tinggal menghitung hari." Ujar Selena."Pingit!? Tapi kan aku nggak punya tempat tinggal." Ujar Reyna, Reyna menanggapinya dengan serius."Parah si Linggar, nggak mikirin kesana berarti." Ujar Deon."Seriusan harus dipingit?" Tanya Reyna."Harus, sebuah tradisi nenek moyang itu." Ujar Deon dan Reyna tampak celingukan menatap Selena." Lu juga dulu gitu, Sel?" Tanya Reyna tapi Selena menggeleng."Gue cuma di

  • CALON TUMBAL   BAB 176

    Selena meminta agar ibu panti ikut pulang dengannya, kini ibu panti yang masih terisak-isak itu duduk di mobil Selena dengan nafasnya yang masih sesenggukan."Fuad.." Gumamnya."Ibu, Fuad mau ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti menatap Selena."Fuad di sini?" Tanya ibu panti dan Selena mengangguk."Fuad duduk di sebelah ibu, dia sedih liat ibu terus-terusan nangis." Sahut Selena, dan ibu panti menoleh ke sebelahnya yang jelas tidak ada siapapun."Maafın ibu nak, semuanya salah ibu, kalo aja ibu nggak ijinin kamu ngamen, kamu nggak akan seperti ini." Ujarnya, pada udara kosong.Tapi di jok belakang itu, Fuad sedang sesenggukan menatap ibu pantinya yang terus menangisinya. Ingin rasanya Fuad memeluk tapi tidak bisa."Aku akan ijinkan Fuad masuk ke badan aku, dia pengen ngomong sama ibu." Ujar Selena dan ibu panti mengangguk.Selena memejamkan mata sambil membaca doa dalam hatinya dan Fuad pun masuk ke dalam tubuh Selena. Fuad yang masuk ke dalam tubuh Selena langsung memeluk ib

  • CALON TUMBAL   BAB 175

    Malam hari setelah Selena sampai di rumah, dia langsung mandi dan langsung terkapar di ranjang, karena dia sudah sangat kelelahan setelah seharian itu berada di panti.Nicholas yang juga baru selesai mandi langsung menyusul Selena ke ranjang, ia mengecup kening Selena dan memandangi wajah perempuan yang sangat dicintainya itu."Kenapa, sayang?" Tanya Nicholas, karena Selena terus terpejam."Aku kebawa astral terus dari tadi, bang." Sahut Selena, Nicholas pun langsung membaca doa untuk membantu memagari Selena agar stabil."Jangan dipikirin terus sayang, jadinya nggak kebawa astral. Tutup dulu, kamu butuh istirahat, sayang." Ujar Nicholas, dan Selena mengangguk lalu membuka matanya.Selena pun menutup mata batinnya lalu kemudian masuk kedalam pelukan Nicholas, Nicholas pun mengusap kepala Selena dan mengecupnya beberapa kali."Bobo, ya.. jangan dipikirin terus, kan besok tim pencarian akannyari jasadnya Fuad." Ujar Nicholas dan Selena mengangguk sambil mencari posisi yang nyaman di pel

  • CALON TUMBAL   BAB 174

    Fuad kembali duduk di taman setelah melihat ibu panti menangis histeris sampai pingsan, dia sedih karena ternyata dirinya sudah meninggal. Selena yang mencari keberadaan hantu Fuad pun tertegun melihat hantu Fuad yang menangis di taman. "Fuad.." Panggil Selena, dan Fuad menoleh dengan wajah sedihnya. "Kak, ibu baik-baik aja kan?" Tanya Fuad, dia marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan apapun untuk ibu pantinya, akhirnya dia memilih pergi. "Mereka semua sedih.." Sahut Selena, dan Fuad kembali menunduk. "Fuad.. Kakak tau ini berat banget buat kamu, tapi coba kamu ingat-ingat dimana kali terakhir kamu berada?" Ujar Selena, dan Fuad tampak terdiam "Dimana kamu mengalami kecelakaan?" Tanya Selena. "Yang aku inget.." (Kisah balik Fuad dimulai) Seminggu yang lalu, adalah hari jumat. Fuad sedang mengamen di pinggiran jalan yang biasanya namun di sana sudah banyak yang mengenal Fuad sehingga orang-orang di sana tidak lagi memberikan uang pada Fuad. Fuad pun berp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status