"Udah belum sih, Ndan make upnya? Gue begah banget ini. Mana perut gue disumpel-sumpel bantal segede gambreng begini. Saoloh, engap gue, Ndan." Vanilla stress. Sejak pukul tujuh pagi ia sudah didandani menjadi mbak-mbak menor yang sedang hamil tujuh bulan. Untung saja Pandan bersedia menginap di rumahnya, sehingga misi mereka lebih mudah direalisasikan. Semesta seperti ikut mendukung konspirasinya. Karena saat ini kedua orang tuanya sedang berkunjung ke rumah omnya, dan kakak laki-lakinya sedang mengurus proyek luar kota. Makanya aksi mereka menjadi lebih mudah untuk direalisasikan.
Kalau saja bukan karena ia ingin membalas budi pada Aliya, ia tidak mau mengambil resiko sebesar ini. Bayangkan saja, ia sekarang menyamar menjadi kekasih Bumi yang ditinggal menikah saat sedang hamil tujuh bulan demi menggagalkan pernikahan Aliya dengan Bumi.
Saat ini Pandan Wangi telah menyulap wajahnya menjadi sepuluh tahun lebih tua, agar sepadan dengan usia Bumi. Pandan juga memakaikan wig keriting sepinggang demi menyamarkan penampilannya agar tidak dikenali. Untung saja acara ijab kabulnya hanyalah merupakan ijab kabul sederhana, sebagai tanda sahnya Bumi dan Aliya sebagai sepasang suami istri. Kalau ramai, entah bagaimana lagi lah plan mereka berdua. Rencananya setelah Aliya di wisuda, barulah mereka berdua akan menggelar acara resepsi pernikahan. Kalau saja acaranya di gelar besar-besaran, pasti kedua keluarga mempelai akan malu luar biasa atas aksi jahatnya ini. Vanilla dilema. Di satu sisi ia merasa tidak tega menggagalkan pernikahan orang. Tetapi di sisi lain, ia sudah pernah berjanji akan membalas budi baik Aliya yang pernah nyaris mengorbankan nyawa demi menyelamatkan kehormatan dan nyawanya. Vanilla berhutang dua hal besar pada Aliya dan hanya mereka berdua lah yang tahu akan rahasia kelam sore itu. Mereka berdua sepakat untuk tidak mau lagi mengingat masa-masa mengerikan yang terjadi saat mereka masih berseragam putih biru.
"Gue udah mempersiapkan semuanya dengan matang, La. Ntar begitu lo dateng dan membuat pengakuan kalo lo itu sedang hamil anaknya si Bumi, lo tinggal jalan lurus ke pintu samping. Terus lo masuk ke taman belakang. Nah, ntar lo keluar dari pintu taman belakang. Orang suruhan gue udah nunggu lo di mobil. Dia akan langsung bawa lo kabur. Pokoknya aman, La. Lo nggak usah takut. Lo pasti nggak akan ketahuan. Gue jamin dah!"
Kata-kata Aliya kembali terngiang-ngiang di benaknya. Semoga saja memang akan seperti itu kejadiannya. Ia sampai berkeringat dingin mengingat aksi penuh resikonya ini.
"Supaya lo makin nggak dikenalin, gue akan nambahin andeng-andeng gede di pipi kanan lo." Pungkas Pandan seraya menekan-nekan pipi kanannya kuat untuk menempelkan andeng-andeng palsu. Vanilla pasrah saja. Ia tahu, Pandan akan membantu mendandaninya semaksimal mungkin. Eksekusi terakhir ada itu ada di tangannya. Sikap nekadnya memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Tapi saat ia harus berakting di tengah-tengah orang-orang yang dikenalnya dengan baik, kok rasanya ia kelewatan ya?
"Oke. Selesai sudah tugas gue. Penampilan lo udah mirip dengan mbak-mbak stress yang akan ditinggal kawin. Sekarang lo tinggal mendalami peran lo dan berakting sebaik mungkin. Ingat, walaupun semua hal telah kita planning dengan baik, tapi ada kalanya semua plan itu buyar saat berada di lapangan. Makanya ada yang disebut dengan plan A dan plan B. Dan Plan B kita adalah, lo pura-pura pingsan dan gue akan mengatur agar orang-orang membawa lo ke mobil gue. Kalau mereka nanti bertanya-tanya tentang keadaan lo, gue akan bilang kalo lo udah pergi diam-diam. Mission completed. Mengerti, La?" Tanya Pandan sekali lagi. Memastikan kesiapannya. Vanilla mengangguk. Ia sudah menghapal plan A dan plan B semalaman. Sekarang tinggal mempraktekkannya saja. Semoga semuanya akan berjalan lancar jaya sesuai dengan rencana.
"Ayo kita kemon, La. Misi besar telah menunggu kita. Semangat!" Pandan menyemangatinya agar tekadnya semakin bulat. Vanilla beringsut dari kursi di meja rias. Ia nyaris tidak mempercayai penglihatannya sendiri saat melihat pantulan dirinya di cermin. Ia tidak mengenali dirinya sendiri. Pandan memang jago make up. Tidak terlihat lagi sisa-sisa gadis usia awal dua puluhan di sana. Yang ada sekarang hanyalah wanita dewasa awal tiga puluhan dengan raut wajah yang sedih dan kusam. Sepuluh menit kemudian ia telah berada di dalam mobil Pandan dan siap sedia membuat huru hara di kediaman Aliya.
Drttt... drtt... drttt...
Ponsel Vanilla bergetar dan menghadirkan nama Aliya di layarnya.
"Iya Liya, kami udah on the way. Bentaran lagi juga paling kami nyampe."
"Cepetan ya, La? Bentaran lagi gue bakalan ijab kabul ini. Inget janji lo dulu sama gue ya, La. Lo bilang lo bakal ngelakuin apa aja untuk membalas budi gue, selama lo bisa ngelakuinnya. Gue bukannya mau bangkit-bangkit soal jasa gue dulu, La. Gue hanya, ya you know me so well lah. Gue nggak mau nikah sama siapa pun juga yang nggak gue cinta. Tolong banget ya, La?"
"Iya, gue upayain nolong lo. Tapi lo doain gue juga ya? Semoga gue selamet dalam misi ini. Udah, lo siap-siap sana. Prepare buat gue spooring setelah gue ngacak-ngacak acara ijab kabul lo." Vanilla berkali-kali menghela napas panjang setelah menutup telepon dari Aliya. Ia sesungguhnya masih bimbang.
"Gue pengen nanya, La. Sorry to say ya, La. Bukannya gue nggak setia kawan sama Liya. Gue sih dengan senang hati membantu dan ngedukung lo bedua selama lo bedua itu seneng-seneng aja dan ikhlas melakukannya. Cuma jujur ya La, gue liat yang seneng itu cuma Liya. Sementara lo enggak. Lo kayak kepaksa banget gitu ngelakuinnya. Kalo lo emang nggak yakin mau ngelakuinnya, better lo batalin deh rencana kita ini. Dari zaman kita SMP kan kita udah sepakat untuk meniadakan pemaksaan dan azas manfaat dalam persahabatan kita. Lo terpaksa, La?" Tanya Pandan penasaran. Ia merasa harus adil dalam bersikap di antara dua sahabatnya ini.
"Bukan terpaksa, tapi nggak tega tepatnya. Kalo gue mau jujur, gue malah seneng kalo Om Bumi batal nikah. Kan gue jadi ada kesempatan lagi untuk ngedeketin doi. Hanya saja, kan apa yang gue lakuin ini salah banget, Ndan. Gue bukan hanya membajak pernikahan Om Bumi, Ndan. Tapi gue juga memfitnah si Om dengan kehamilan palsu gue ini. Inilah yang membuat gue ngerasa bersalah banget. Tapi ya udahlah. Gue udah kadung janji sama Liya. Ayo kita selesaikan saja semuanya." Vanilla baru kali benar-benar merasakan dan meresapi arti dari peribahasa lawas yang mengatakan nasi sudah menjadi bubur. Semoga saja buburnya kali ini masih bisa dikecapin dan dijadikan bubur ayam.
========================
Vanilla dan Pandan tiba di kediaman keluarga Sanjaya pukul sepuluh kurang sepuluh menit. Untung saja mereka tidak terlambat, karena acara ijab kabul akan dimulai tepat pada pukul sepuluh pagi. Suasana di lokasi cukup ramai oleh banyaknya kendaraan yang terparkir di depan rumah atau pun di sisi jalan komplek yang memang sudah disiapkan oleh petugas parkir. Melihat cukup meriahnya suasana, Vanilla cemas akan peluangnya untuk melarikan diri nantinya. Hanya mengundang kerabat dekat dan relasi penting saja sudah begini ini meriahnya, apa kabar saat resepsi nanti? Vanilla menepuk keningnya sendiri.
"Ayo kita turun, La. Inget kita akan pura-pura tidak saling kenal begitu kita berdua sudah keluar dari mobil ini. Kalau plan A gagal, segera ciptakan suasana seperti plan B dan--" Pandan menghentikan kata-katanya saat terdengar himbauan dari mike bahwa acara ijab kabul akal segera dilaksanakan. Vanilla dan Pandan bergegas turun dan berjalan jauh-jauhan seperti orang yang tidak saling kenal. Ijab sudah dimulai. Langkah kaki Vanilla pun dipacu untuk lebih bergegas menuju ruang tamu Aliya. Acara ijab telah dilakukan ternyata.
"Saudara Bumi Persada Prasetya. Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya, Aliya Sanjaya binti Hardiman Sanjaya dengan mas kawin 210 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai." Vanilla melhat Om Hardiman menjabat erat tangan Bumi seraya mengucap ijab kabul.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aliya Sanjaya binti Hardiman Sanjaya dengan mas kawin 210 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."
"Bagaimana saksi? Sah?" Tanya Pak Penghulu kepada saksi yang duduk di sebelah kanan dan kirinya. Satu... dua... tiga...
"TIDAK SAH!" Teriak Vanilla lantang. Tidak perlu menunggu lama. Semua mata kini tertuju padanya. Bisik-bisik penuh spekulasi mulai menyebar seperti angin. Ia telah menebar angin. Sebentar lagi pasti ia akan menuai badai.
"Apa maksud Anda dengan kata-kata tidak sah? Anda ini siapa sebenarnya?" Vanilla meringis saat Om Hardiman, papa Aliya membentaknya dengan wajah kebingungan. Astaga! Bahkan Om Hardi saja sampai tidak bisa mengenalinya. Berarti ia bisa total dalam memerankan aktingnya. Semakin cepat ia menyelesaikan misi ini, semakin baik bukan? Hutang budinya juga akan habis sampai di sini saja. Vanilla memejamkan matanya sejenak. Ia membayangkan peristiwa mengerikan yang seumur hidup akan terus dikenangnya. Ia mulai berkeringat dingin dan gemetar. Ia bahkan menangis tanpa ia sadari.
"Saya adalah korban dari mulut manis dan janji-janji palsu Mas Bumi. Kalau Bapak dan Anda semua yang ada di sini menanyakan status saya? Hal ini jugalah yang akan saya tanyakan pada Mas Bumi." Vanilla berjalan mendekati Bumi dan menatap tepat pada dua bola matanya.
"Mas, status saya ini apa di mata, Mas? Dulu Mas bilang kalau Mas akan melamar saya secepatnya kalau saya sampai hamil karena perbuatan Mas. Tapi saat saya katakan saya hamil tujuh bulan yang lalu, Mas malah nggak pernah datang-datang lagi. Mas juga tidak pernah membalas ratusan pesan saya dan terus mereject telepon saya. Sampai akhirnya saya tahu dari orang lain kalau hari ini, Mas akan menikahi wanita lain. Kita sudah bersama cukup lama kan, Mas? Lima tahun. Dan rupanya penantian panjang saya sia-sia." Vanilla menatap sedih Bumi yang terus saja memandangnya lurus-lurus tanpa membalas satu suku kata pun selama ia berakting. Bumi bahkan tidak berkedip sama sekali.
Jangan-jangan Bumi mengenalinya lagi. Kacau!
"Setelah saya pikir-pikir. Tidak ada gunanya juga saya mencari Mas di sini. Mas memang tidak mencintai saya dan juga calon anak kita yang akan lahir sebentar lagi. Kalau pun Mas hari ini tidak jadi menikahi wanita ini, besok-besok Mas pasti akan menikahi wanita lain lagi." Tukas Vanilla lirih.
Ia sudah main hati sekarang. Kata-kata yang diucapkannya memang keluar dari hatinya. Ia memang sedang patah hati parah karena Bumi akan menikah. Ia ini kan memang secret admirernya Bumi sejak ia masih bergigi ompong dan Bumi masih berpacaran dengan Bintang. Hari ini aktingnya luar biasa karena ia memang patah hati sungguhan. Aktingnya dari hati.
"Hari ini saya akan melepas Mas dalam arti yang sebenar-benarnya. Saya tulus dan ikhlas melepas Mas untuk wanita pilihan Mas ini. Walau pun rasanya berat sekali, saya akan belajar untuk membuang Mas jauh-jauh dari kehidupan saya. Saya menyadari kepergian kadang menjadi cara untuk menghajar diri sendiri dengan pemikiran bahwa bersama saya dulu, Mas mungkin tidak bahagia." Bisik Vanilla lirih seraya mengelus lembut rahang Bumi. Vanilla merasa tubuh Bumi mendadak kaku dan napasnya tertahan.
"Saya akan tetap mencintai Mas, walau pun kita sudah tidak lagi bersama. Kalau memang sekarang Mas telah menemukan seseorang yang lebih baik dari saya, maka pergilah. Saya sepenuh hati rela. Saya tidak akan berjuang dan menunggu lagi untuk membuktikan pada Mas bahwa saya lebih baik dari dia. Mas tahu kenapa? Karena tanpa Mas sadari, kepergian Mas dari hidup saya beberapa bulan terakhir ini, telah lebih dulu membuktikan bahwa Mas bukanlah laki-laki yang baik untuk masa depan saya. Mas bukanlah orang baik yang tepat untuk diajak hidup lebih baik bersama saya dan calon anak kita. Terima kasih telah pergi. Terima kasih telah mengosongkan tempat yang akan diisi oleh orang yang lebih baik untuk masa depan saya nanti. Berbahagialah, Mas. Semoga dia yang Mas pilih sekarang, suatu nanti tidak akan pergi meninggalkan Mas, sebagaimana Mas pergi meninggalkan saya. Saya pamit ya, Mas? Permisi." Vanilla bergerak cepat. Berusaha menyibak ramainya tamu-tamu undangan yang menyaksikan pertunjukannya tadi sebelum sebuah lengan kekar menarik pergelangan tangannya dengan kuat. Bertekad tidak akan melepaskannya.
"Tunggu dulu. Ayo kita menikah. Kesedihan di matamu telah menyadarkan Mas bahwa Mas salah. Mas tidak pernah memilih wanita mana pun lagi sejak lama sekali. Tetapi hari ini, Mas memutuskan untuk mencoba peruntungan Mas lagi. Hari ini Mas mau mencoba mencintai lagi. Kamu telah membangunkan sesuatu di hati Mas yang sudah lama mati. Mas menginginkan kamu. Ayo kita menikah saja hari ini." Pungkas Bumi mantap.
Suasana seketika senyap. Tamu-tamu seakan tidak percaya mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Bumi. Apalagi Vanilla. Bagaimana ini? Plan A dan plan B gagal semua. Gawat! Vanilla mencari-cari bayangan Pandan Wangi. Ketika ia mendapati Pandan berdiri di sudut ruangan dengan wajah pucat, sadarlah Vanilla akan nasibnya. Ia kini sudah berada diujung tanduk. Plan A gagal, plan B juga gagal. Ia mengalihkan pandangannya pada Aliya. Aliya terlihat menatap datar lengan Bumi yang mencengkram erat pergelangan tangannya. Sepertinya Aliya juga tidak bisa membantunya saat ini. Habislah ia kali ini. Habis! Pada saat-saat genting seperti itulah sekonyong-konyong terdengar teriakan kebakaran. Keadaan menjadi kacau saat semua orang panik dan berlari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri. Ada asap putih yang mulai membumbung tinggi dari arah belakang rumah. Saat itu lah sebuah lengan kuat menariknya menjauh hingga pengangan tangan Bumi terlepas. Orang itu kemudian membawanya ke pintu samping dan terus menuju pintu belakang menjauhi kerumuman. Siapa pun itu orangnya, Vanilla mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya karena telah menyelamatkan hidupnya. Alhamdullilah.
"Eh bangkotan borju, lo kok lemot beut sih kayak keong? Lamar dong itu si Vanilla? Lo nggak takut apa ntar si Illa ditikung balik sama Bumi?" Tria menyenggol lengan Altan yang baru menyuapkan bakso. Karena senggolan Tria, alhasilbakso Altan mencelat dan kuah baksonya terciprat ke hidungnya sendiri. Altan menyumpah-nyumpah.Hari ini mereka bisa berkumpul bertiga karena Tria mempunyai waktu luang. Mertua dan adik iparnya yang baru tiba di tanah air menginap di rumahnya. Mereka semua kangen pada empat orang buah hati Tria dan Akbar. Makanya Tria jejingrakan kegirangan karena tugas wajibnya ada yang menggantikan sementara. Tanpa perlu menunggu lama, ia segera menghubungi dua sahabat oroknya. Dan akhirnya di sinilah mereka berada. Di warung bakso Bang Doel, tempat nongkrong favorit mereka sepanjang masa."Eh preman pasar, lo liat-liat dong kalo mau nyenggol. Nih liat, bakso gue sampai ngegelinding ke mana-man
"Hallo, anak baru. Muka lo kok ketet banget sih kayak kolor baru. Kenalin, nama gue Vanilla. Panggil aja Illa. Nama lo siapa?" Sapa seorang gadis manis dengan nama Vanilla Putri Mahameru di seragam putih birunya. Ia tertegun sejenak memandang wajah manis dengan tatapan mata jahil yang sedang mengulurkan tangannya ramah. Ia memang baru seminggu mengganti seragam merah putihnya dengan warna putih biru. Apalagi ia memang murid baru pindahan dari sekolah lain. Sudah pasti ia tidak mempunyai teman di lingkungan baru ini. Ia balas tersenyum ramah dan menjabat tangan si teman baru. "Gue Aliya Sanjaya. Panggil aja Liya. Lo temen baru pertama gue di sekolah ini. Salam kenal ya?"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semesta telah mempertemukannya dengan musuhnya tanpa ia perlu bersusah payah lagi mencari-cari. Saat ia membaca nama lengkap gadis cantik yang mengajaknya bersalaman ini, ia langsung menandainya.
Drttt... drttt... drttt...Aliya meninggalkan ruangan tempat Vanilla disekap saat merasakan ponselnya bergetar. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Vanilla yang tengah memaki-maki Om Gilang. Vanilla ini memang jelmaan Tante Lily. Sama sekali tidak ada takut-takutnya walaupun nyawanya sudah diujung tanduk. Sedikit banyak kata-kata Vanilla tadi menyadarkannya. Ayahnya dan Om Gilang mempunyai jabatan yang sama di perusahaan Om Heru. Otomatis kemampuan keduanya pasti tidak jauh berbeda bukan? Tapi kenapa ayahnya bisa menjadi gila sementara Om Gilang sukses jaya? Mengapa Om Gilang tidak mengulurkan tangan dan membantu ayahnya bangkit lagi? Kalau memang Om Gilang sebenci itu kepada keluarga Mahameru, mengapa ratusan gambar Tante Lily bertebaran di dinding kamar Om Gilang?Ia tidak buta. Semua photo-photo itu seakan merefleksikan kehidupan Tante Lily dari waktu ke waktu. Photo itu dimulai saat si tante sedang hamil besar dan berjualan di sebu
"Mas, biar Abizar, Altan dan para polisi aja yang mencari Vanilla. Mas nunggu kabarnya di rumah aja ya, Mas?" Lily berusaha menahan tangan suaminya saat melihat Heru menyelipkan sebuah pistol jenis colt di pinggangnya. Suaminya sedang bersiap-siap mengikuti Galih beserta para anak buahnya yang bergerak untuk mencari putri mereka. Bukan apa-apa, setelah menikah dengannya, Heru yang dulunya adalah seorang laki-laki kejam dan berangasan telah berubah menjadi seorang family man. Padahal siapa dulu yang tidak mengenal keganasannya? Ring demi ring boxing telah ia susuri semua. Suaminya bahkan berhasil menaklukkan para petarung-petarung hebat yang telah dipersiapkan kakaknya dulu, barulah suaminya ini bisa memilikinya. Dingin dan sadis adalah julukannya. Tetapi tingkah brangasan dan nekadannya itu telah ia buang jauh-jauh setelah Abizar dan Vanilla lahir. Suaminya berubah menjadi lebih religius dan mendalami agama sesudah menjadi seorang ayah. Suaminya mengatakan
Vanilla bermimpi. Ia merasa sedang mengikuti acara perpisahan dengan teman-teman sekolahnya dulu. Mereka sekelas bergembira ria di pantai. Ia yang kala itu ingin menjajal kemampuan berenangnya, mencoba berenang hingga jauh ke tengah pantai. Pandan Wangi dan Aliya sudah memperingatkannya agar tidak terlalu jauh berenang. Mereka takut kalau ia terbawa arus. Tetapi beningnya air pantai dengan ombak kecil yang bersahabat begitu menggodanya. Ia nekad berenang sendiri sampai jauh. Saat ia sampai di pertengahan pantai yang cukup dalam, masalah pun datang. Ia merasa kalau kakinya kram. Ia panik dan berusaha meminta pertolongan. Namun jeritannya tidak ada yang mendengar karena posisinya yang sudah terlalu jauh dari bibir pantai. Ia akhirnya pasrah dan hanya bisa menggapai-gapai air. Berjuang untuk bisa tetap bernapas. Sampai suatu ketika seseorang meraih tubuhnya dan membawanya keluar dari pantai. Dinginnya air dan kakinya yang membuat perasaannya tidak karuan. Satu hal yang ia rasakan
Altan terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ia meringis saat merasakan tubuhnya sedikit kram dan pegal-pegal. Tidur di kursi panjang ruang tunggu rumah sakit, tentu saja bukanlah pilihan yang nyaman. Tetapi anehnya, ia malah merasa puas sekali. Ia seolah-olah bisa ikut merasakan sakit seperti Vanilla di dalam sana. Ia memang sengaja memilih tidur di kursi panjang yang berhadapan langsung dengan ruangan Vanilla. Ia menjaga pacarnya tanpa meminta simpati atau pun empati. Ia menjaganya murni karena ia sayang dan peduli. Bukan karena mengharapkan simpati orang lain.Untung saja kedua sahabat oroknya tidak tahu kelakuannya ini. Kalau saja mereka tahu, sudah bisa dipastikan mereka berdua akan mensahkan dirinya sebagai member bucin teranyar tahun ini. Namanya pasti akan trending sebagai bucin termuda tahun ini. Reputasinya sebagai laki-laki paling cool seruang angkasa dan tata surya akan tinggal kenangan saja. Ia bangkit perlahan seraya melakukan beberapa gerakan peregangan. Ia