Memang sudah tidak ada yang bisa Tamara lakukan untuk ia bisa terlepas dari semua ini, karena kenyataanya sekarang ia tengah berdiri tapt didepan altar dengan mengenggam sebuket bunga putih yang akan menjadi simbol dari suci dan sakralnya acara pernikahannya ini, dibelakang sana sudah dihadiri banyaknya tamu undangan dari pihak keluarga Noa dan keluarga Diego juga dari kalangan kolage bisnis keluarga mereka.
Seperti yang dikatakan neneknya tadi Tamara harus bisa tersenyum dihadapan semua orang, sama halnya dengan anggota keluarga lain yang terlihat tersenyum bahagia namun sebenarnya dibalik senyum bahagia mereka itu terdapat rasa marah dan tidak suka yang sangat besar. Karena bagaimana pun yang merea inginkan adalah Queen, adiknya yang seharusnya di posisi Tamara. Tamara berjalan menuju altar dengan didampingin oleh ayahnya, bisa ia lihat bagaimana tampannya Damian di sana yang sudah menunggunya. Sekejab Tamara terpukau dengan ketampanan calon suaminya itu, memang sudah momen inilah yang paling ia tunggu. Impiannya sedari kecil Tamara ingin menikah dengan pria yang ia cintai. Tuan Arzano melepaskan gandengan sang putri dan memberikannya pada Damian yang juga dengan sigap menggandeng Tamara menuju atas altar pernikahan mereka. Tamara menetap semua tamu yang hadir dari atas altar dan tanpa sengaja mengangkap sosok nenek Hanna yang tersenyum padanya, dengan senyum yang tak dapat diartikan. Nenek dan cucu itu saling bertatapan barang beberapa detik sang nenek menganguk pelan padanya seakan dimata nenek Hanna, sang cucu telah melakukan yang terbaik sesuai dengan permintaannya. Segala proses dari acara pernikahan itu berhasil dilalui dengan baik dan ditutup dengan kecupan manis dibibir Tamara dari Damian, ciuman pertama bagi Tamara. Ciuman pertamanya diambil oleh cinta pertamanya Damian Frendrick Diego. *** Sebuah mobil hitam mewah dan elegan dimalam itu membelah jalan kota dengan leluasanya, setelah semua rangkaian acara pernikahan selesai Damian dan Tamara yang sudah resmi menjadi pasangan suami istri pun bergegas pulang ke rumah mereka. “Kamu senang?” Dari sejak acara pernikahan kalimat pertanyaan dari Damian inilah yang menjadi awal dari percakapan mereka, sebelumnya jangankan ada interaksi lebih bertatapan pun mereka tidak sudi. Tamara tak berpaling sedikitpun dari pandangan kerah luar menikmati pemandangan kota yang terlihat mulai sepi setelah mereka melewati area dengan pandangan tanaman bunga lavender yang memenuhi tanah lapang itu. “Apa aku terlihat senang sekarang?” “Bukankah ini bagian dari rencanamu? Kau membenci Queen maka dari itu kau ingin membuatnya menderita dengan merusak pernikahannya denganku.” Jawab Damian. Mendengar itu Tamara hanya bisa tertawa miris dalam hati, bisa – bisanya pria itu berkata seperti itu dengan mudahnya. Sudah seburuk dan sejahat ini kah ia dimata pria itu. “Aku lelah, sedang tidak ingin berdebat.” Balas Tamara tanpa sedikit pun berbalik menatap Damian. Damian yang seakan tidak dianggap berarti oleh wanita itu lantas menaikkan kecepatan mobilnya, ia sungguh tidak nyaman dengan Tamara dan ingin segera sampai dirumah. *** Damian memarkirkan mobilnya saat telah tiba dirumah mereka, keduanya sama – sama keluar dari mobil tanpa sedikiput melirik satu sama lain dengan Damian yang berjalan lebih dulu sementara Tamara berjalan dibelakang dengan sedikit susah payah karena gaunnya. Damian membuka pintu rumah dan langsung di sambut oleh beberapa kepala pelayan dan beberapa pekerja rumah lainnya yang akan membantu mengurus rumah itu. “Selamat datang tuan muda Damian dan nona Tamara, perkenalkan saya Harry Nart. Saya dipekerjakan oleh tuan Marlon juga dengan beberapa pelayan dan pekerja lainnya disini.” Ucap kepala pelayan itu. Damian menganguk paham dan lekas berjalan pergi menuju kamar untuk segera beristirahat lebih dulu meninggalkan sang istri yang tampak sedikit kesulitan berjalan karena gaunnya, Harry dan pelayan lainnya pun dibuat bingung bagaiman bisa pasangan pengantin baru terlihat seperti orang asing yang tidak saling kenal. Begitu menjaga jarak apa lagi dengan Damian yang terlihat begitu acuh meninggalkan Tamara. “Biar saya bantu nona.” Ucap Harry yang membantu mengankat gaun Tamara. *** “Kenapa?” Tanya Damian setelah melepas tuksedonya dan hanya menyisakan kemeja putih dengan semua kancing yang sudah terbuka. “Apa?” Tanya balik Tamara bingung. “Kenapa kesini?” Tamara diam sejenak baru setelahnya ia paham. “ Baiklah, aku akan mencari kamar untukku sendiri.” Tamara berbalik berniat meninggalkan kamar itu, sudah jelas Damian tidak akan mau sekamar dengan wanita yang dianggapnya sebagai waniat tidak tahu malu dan perusak pernikahannya dengan wanita yang ia cintai. “Tunggu!!” Tamara berhenti diambang pintu sana menunggu Damian mengutarakan apa maksud darinya itu. “Semua keperluanmu sudah disiapkan didalam lemari, aku ingin kau membereskan semua itu dan silahkan bawa ke kamarmu sendiri.” Tamara tidak memperdulikan itu dan membiarkan pria itu lebih dulu masuk kedalam kamar mandi, Tamara melirik setiap sudut kamar yang tanpaknya telah dihias layaknya kamar pasangan pengantin baru dengan sekumpulan kelopak bunga mawar berbentuk hati diatas ranjang. Jika saja mereka berdua saling mencintai mungkin malam ini akan menjadi malam yang paling berarti bagi mereka berdua, sungguh mirisnya nasib Tamara harus menikah dengan pria yang tidak mencintainya.Prangg!!!Suara bising terdengar ruang kamar rumah sakit itu, perawat yang berada disana dengan buru keluar setelah meliat dokter mereka marah dan membanting kotak makanan itu ke lantai.“Kamu gila!!” Marahnya pada wanita yang duduk itu.“Kamu tahu kan, makanan selain dirumah sakit itu tidak boleh untuk pasien. Lagi pula tidak ada yang bisa menjamin makanan itu sehat atau tidak dan kamu memberikannya pada pasien yang sedang sakit.” Lanjutnya lagi.Tamara hanya terdiam mendengar amukan Queen padanya, saat tadi ia sedang menyuapkan makan makan untuk nenek Hanna Queen tiba – tiba masuk melihatnya dan membanting kotak makan itu.“Sekarang kamu pergi!!” Ujar Queen sembari menunjuk kea rah pintu.“Pergi!! Aku bilang, aku akan kasih tahu ibu dan ayah kalau kamu berani mengganggu nenek.”Tamara tak ada pilihan lain, meskipun Queen langcang padanya tapi saat ini ia tidak ada kekuatan untuk membalas Queen. Ia beranjak mematuhi Queen yang memintanya untuk segera keluar, namun tangan nenek Hanna
“Apa maksudnya tadi itu?” Satu pertanyaan dari rentetan pertanyaan yang sebelumnya diajukan oleh Damian pada sang isteri, layaknya seorang isteri yang tertangkap basah berselingkuh oleh suaminya Tamara hanya bisa diam dengan posisinya duduk di sofa sementara Damian berdiri mengintrogasi dirinya.“Kamu pergi dengan laki – laki lain, apa menurutmu itu baik? Kamu mau mempermalukan aku lagi, mempermalukan keluarga kita lagi?”“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, kami bertemu di taman dan dia berbaik hati mengantarkan aku pulang karena kondisiku yang tidak memungkinkan.” Jelas Tamara.“Tapi kenapa harus bersama dia, selama ini juga kamu selalu memesan taksi. Apa kamu tidak tahu siapa Kenzo itu, kalau ada ada media yang melihat kalian bersama menurutmu akan seperti apa reaksi mereka. Posisi kamu sekarang ini adalah sebagai seorang isteri, isteriku.” Damian.Tamara menganguk puas dengan itu, tak ingin lagi berlama – lama ia segera perlahan beranjak dari duduknya. Tak ingin terus mendengar
“Apa ini, kamu melukis calon bayimu?” Tamara lantas berbalik melihat seseorang itu yang tak lain adalah Kenzo.“Kamu.”Kenzo tersenyum melihat Tamara, ia sudah tahu jika wanita hamil itu akan terkejut melihatnya. Bagamana tidak terkejut jika ia secara tiba – tiba datang dan menanyakan soal lukisannya.“Kupikir siapa wanita hamil yang duduk sendiri dibawah pohon.” Ujar Kenzo.“Bukan urusanmu, lagi pula untuk apa kamu disini. Ingin menggangguku?” Sembur Tamara mendengus kesal pada Kenzo.“Tadinya sedang lari sore dan tak sengaja melihatmu disini. Aku tidak ganggu lo yah, aku cuna bertanya tentang lusikanmu itu. Tidak kusangka kalau kau pandai melukis, kau pasti seorang seniman.” Jelas Kenzo.“Bukan urusanmu.” Ucap Tamara berbalik, ia enggan untuk mempedulikan Kenzo apa lagi ia bertanya tentang lukisan bayi kecil yang dibuatnya. Kenzo menarik nafas dan menghembuskannya, cukup menguras mental berbicara dengan Tamara. Apa karena mereka sebelumnya tidak pernah berinteraksi, waktu masih se
“Dia adalah salah satu guru yang sempat bengajar disini selama tiga bulan, sekarang ia mengajukan cuti dengan alasan kondisi kehamilannya yang semakin tua. Namun kami belum menerima kejelasan apakah ia akan kembali mengajar atau tidak.” Jelas seorang pria tua yang merukan kepala taman kanak – kanak.Pria itu mengaguk puas sambil membolak balikkan berkas mengenai ibu guru Tamara, tentu ada rasa kepuasan tersediri baginya setelah mengatahui dengan jelas bahwa Tamara adalah salah satu guru ditaman kanak – kanak ini.“Baiklah, kurasa itu cukup.” Ujarnya dengan mengembalikkan berkas itu kepada kepala taman kanak – kanak.“Apa ada saran dari anda tuan, anda kan sekarang adalah pemilik sah taman kanak – kanak ini.”“Aahh tidak, kau urus saja sendiri.”*** Sore hari yang cerah itu sekitar pukul 15:33, Tamara keluar dari rumah dengan menenteng keranjang kecil entah apa yang ia bawa. Setelah bermapitan kepada bibi Harry, Tamara langsung saja berjalan keluar dari gerbang rumahnya menghampiri mo
Pintu lift hotel terbuka untuk seorang pria yang sudah menunggu disana, sejenak ia me melihat arlojinya dan memutuskan untuk masuk kedalam lift bersama dengan asisten pribadinya.“Apa jadwal hari ini?” Tanya pada sang asisten wanitanya.Mendengar atasannya menanyakan jadwal dengan sigap wanita itu membuka tabnya dan mengecek jadwal untuk hari ini.“Pagi ini jam 09:00 kita akan menghadiri taman kanak – kanak untuk peresmian bagunan baru disana.”Pria bernama Ammanuel Kenzo Algatra itu kembali melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 08:10 pagi, baru ingat jika ia akan meresmikan gedung baru untuk taman kanak – kanak yang dibangun oleh keluarganya dan itu juga salah satu alasan mengapa Kenzo kembali ke negara ini.Pintu lift terbuka lagi untuk orang yang akan turun menuju lantai bawah, namun yang membuat alisnya terankat dan tersenyum tipis adalah seorang pria yang ia kenal disana bersama dengan seorang wanita yang memeluk lengan si pria. Pria yang tak lain adalah Damian Frendrick
Damian PovAku melirik arlogiku dan sudah menunjukkan pukul 10 malam, ini sudah waktunya jam kerja selesai melihat juga area parkiran sudah banyak yang kosong dan hanya ada beberapa mobil saja. Kantor yang pada jam awal begtu adat dan sibuk dengan pekerjaan masing – masing karyawan, kini terasa begitu senyap dengan langkah kakiku bersama Erlando terdengar begitu nyaring menyentuh lantai.Beberapa langkah aku melewati beberapa bagian kantor menuju ruanganku, terdengar juga suara seperti entakal heels seorang wanita. Aku yang akan mengarah ke kiri dan dia yang sebaliknya, bertemulah aku dengan wanita yang sudah dua minggu ini kami tidak ernah bertukar kabar.“Damian!!”Aku sedikit terkejut dan merasa hangat sekaligus saat merasakan nyamannya pelukan dari wanita itu, wanita bernama Queensha Nathallya Noa kekasihku, cintaku.Aku melepaskan pelukan kami dan beralih menatapnya dengan senang, melihat wajahnya yang lucu dan polos super menggemaskan ini membuat perasaanku perlahan membaik. Waj