Share

Bab 4-Perdebatan

Author: Pena_ baru
last update Last Updated: 2024-01-25 10:45:46

Andini mendatangi tempat kerja Devan ditemani pelayan yang bekerja untuk Devan.

Tokk.. Tokkk.. Tok..

"Permisi, Tuan! Nyonya Muda sedang bersama saya!" seru pelayan itu.

"Kau memanggilku? Ada apa?"

"Ah, Nyonya Muda kita sudah sampai rupanya! Kalian semua keluarlah!"

"Pelayan yang kuhukum kurungan itu, aku dengar kau sendiri yang menjemputnya di ruang bawah tanah. Bahkan kau memperlakukan dia dengan baik. Apa harus kau melakukan itu?" tanya Devan dengan sinis. Pandangannya seolah tidak suka dengan sikap Andini itu.

"Kau yang menghukumnya, lalu kenapa aku yang harus mengurusnya? Pertanyaan itu 'kan yang ingin kau tanyakan?" Dengan wajah yang datar Andini mengatakan itu, seolah ia menantang Devan.

"Sudah kuduga, kau memang pintar membaca situasi. Lalu, kenapa kau melakukan itu? Kau ingin semua orang memandang bahwa aku adalah orang yang kejam? Menghukum orang yang tidak bersalah! Itu 'kah yang ingin kau tampilkan?" teriak Devan.

Bukannya takut atau terkejut dengan kemarahan Devan, Andini malah memandang wajah Devan dengan ekspresi datar dan tenang.

"Aku tidak berniat seperti itu. Pikiranmu saja yang berlebihan. Apakah salah kalau aku memperlakukan sahabatku dengan baik? Orang yang menjagaku selama ini, tanpa memikirkan dirinya!"

"Gara-gara perbuatanmu itu, aku jadi tidak bisa mengusirnya," geram Devan.

Andini mengangkat sebelah alisnya. " Tidak baik mengusir orang yang telah menjagaku, ditambah lagi dia adalah sahabatku sejak kecil. Lagi pula, yang ia lakukan saat itu adalah hal yang wajar."

"Hal yang wajar menurutmu, ya? Jadi, kau bersikeras untuk mempertahankan pelayan pembangkangmu itu?"

"Hanya karena Lia melarang gundikmu itu untuk mendekatiku, kau jadi semarah ini?" batin Andini.

"Lia bukan pembangkang! Dia hanya melakukan tugasnya sebagai pelayan pribadiku." Andini tak mau kalah.

"Pembangkang membela pembangkang!" sindir Devan. "Aku akan memecat pelayanmu itu," Devan mengancam Andini. Walau dia tahu bahwa itu tidak akan berhasil.

"Orang yang kutunjuk sebagai pelayan pribadiku, sepenuhnya keputusan ada di tanganku. Mau aku memecatnya atau tidak, itu bukan urusanmu! Kau tidak berhak melakukannya."

Merasa benar apa yang dikatakan Andini, Devan tak dapat membalas ucapannya.

"Hah..! Lelah sekali beradu mulut denganmu," Devan terpaksa mengatakan itu supaya tidak ketahuan bahwa ia benar-benar kalah dengan ucapan Andini.

"Bisa tidak sekali saja kau patuh dengan ucapanku?" Pandangan matanya menatap Andini dengan sinis.

"Apa! Patuh? Kenapa aku harus patuh dengan ucapanmu yang tidak masuk akal ini?"

"Itulah sebabnya, kau selalu dibanding-bandingkan!"

Andini menyerngit heran. "Aku dibandingkan? Dengan siapa?" batinnya.

"Aku lelah bicara denganmu, lebih baik kau pergi!" usir Devan.

Tanpa tersinggung sedikit pun dengan pengusiran Devan, Andini menuju pintu keluar.

Ketika memegang kenop pintu, Andini berbalik kemudian berkata kepada Devan, " Berhentilah bersikap semena-mena kepada orang! Walaupun mereka hanya seorang pelayan. Karena bersikap buruk terhadap orang lain yang bahkan sudah melakukan tugasnya dengan baik, maka keburukan itu akan berbalik menimpamu!" Setelah mengatakan itu, Andini keluar dan menutup pintu ruang kerja Devan.

Devan sedikit kesal dengan perkataan Andini yang terakhir tadi, namun ia tak dapat membalasnya.

"Hah..! Menghadapi sikapnya yang keras kepala itu membuat tenagaku terkuras habis," gumam Devan. Dia membaringkan tubuhnya di atas sofa yang berada di ruang kerjanya itu.

KLINGG...! KLING..!

Devan membunyikan lonceng, memanggil pelayan.

"Haa..!" Devan menghela nafas.

"Memanggil saya, Tuan?" ujar seorang pelayan wanita yang Devan kenal suaranya.

Merasa tak asing dengan suara itu, Devan melirik ke samping.

Ia terkejut sekaligus senang melihat wajah gadis yang kemarin diselamatkannya. Lengkap mengenakan pakaian khusus pelayan.

"Silvi! Sejak kapan kamu melakukan hal ini? Aku 'kan sudah bilang tak perlu melakukan apa-apa dan berdiam diri saja di rumah kedua," ujar Devan lembut.

"Saya bosan kalau tidak melakukan apa-apa, Tuan!" Silvi bicara dengan aksen formal kepada Devan. Menurutnya hal itu akan membuat Devan semakin tertarik kepadanya.

"Lagi pula, saya tidak enak kalau hanya berdiam diri saja tanpa melakukan apa-apa. Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan, Tuan Muda!"

"Lalu, apa kau tidak keberatan melakukan hal seperti ini?" tanya Devan.

"Tentu saja tidak, Tuan Muda!" jawabnya dengan penuh semangat.

"Haha..!" Devan tertawa melihat tingkah Silvi. "Kau memang gadis yang lucu, ya!" puji Devan.

"Padahal saat bertemu pertama kali denganku waktu itu, kau sangat pemalu. Tapi, malah dengan semangat melakukan hal seperti ini," ucap Devan sambil mengusap kepala Silvi.

"Karena kau sudah membuat suasana hatiku menjadi lebih baik, dessert itu untukmu saja. Makanlah!"

"Wah, yang benar, Tuan?" Mata Silvi berbinar ketika melihat kue coklat yang di atasnya disusun toping aneka buah premium.

"Terimakasih, Tuan Muda!" ujar Silvi tersenyum girang.

"Padahal hanya sebuah kue, tapi kau begitu senang!"

"Kenapa, Tuan Muda bicara begitu?"

"Nyonya Muda, diberikan emas dan berlian yang harganya sangat mahal, tanggapannya biasa saja. Berbeda denganmu!" Devan mengusap ujung bibir Silvi yang berlepotan coklat.

"Berbeda bagaimana, Tuan?" Silvi menikmati sentuhan Devan di bibirnya itu.

"Kau walau hanya diberikan kue saja, sudah sangat senang! Itulah bedanya."

"Apa Nyonya Muda, tak suka diberikan perhiasan mewah?"

"Dia suka bahkan selalu berterimakasih atas apapun yang aku beri. Tetapi, memang orangnya pendiam dan tidak ekspresif. Jadi sangat susah untuknya menunjukkan perasaan."

"Mungkin saja... Nyonya Muda, sejak kecil hidup di lingkungan yang mewah. Dan diberikan kemudahan hidup. Dia tidak tau bagaimana dunia di luar sana, sangat kejam bagi orang seperti kami," ujar Silvi dengan wajah sendu.

"Pasti dia sudah terbiasa dengan hal-hal mewah lainnya."

"Hmmm!" Devan mencoba merenungi kata-kata Silvi.

Takut salah bicara dan membuat Devan ilfil, Silvi segera tersadar dengan ucapannya.

"A-ah, tapi ini bukan berarti saya menyalahkan Nyonya Muda. Dan bukan salah Nyonya Muda sepenuhnya." Silvi panik.

"Hanya saja, orang yang kaya 'kan, biasanya begitu? Bukan hanya Nyonya Muda saja. Tapi semua orang yang merasakan kemewahan sejak kecil, pasti biasa saja saat diberikan hadiah, walau yang mewah sekalipun." Wajah paniknya itu terlihat lucu di mata Devan.

"Ternyata kau pintar juga, ya!" Devan membelai rambut panjang Silvi dan menciumnya. "Tak salah aku menargetkanmu sebagai hasil buruanku!" ujar Devan menyeringai. Bagaikan serigala yang bersiap untuk melahap mangsanya.

Silvi mencebikkan bibirnya. "Mengatakan saya hasil buruan, seperti hewan saja!" ujar Silvi, pura-pura merajuk.

"Haha," Devan tertawa kecil. Kemudian ia mendudukkan Silvi di pangkuannya.

Merasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk bertanya, Silvi mencoba memastikan, "Anu, Tuan! Tuan bilang akan menjadikan Silvi istri kedua 'kan, apa itu sungguhan?"

"Tentu saja," jawab Devan, enteng.

"Tapi, apa Nyonya Muda sudah tau tentang ini?"

"Sepertinya belum. Kau tidak perlu memikirkan hal itu, tenang saja. Serahkan semuanya padaku." ujar Devan jumawa.

Silvi merasa senang ketika mendengar hal itu. Dia merasa sudah maju selangkah untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang Nyonya Muda di rumah ini.

****

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Pewaris Sebatas Status   Bab 51 (Dijadikan Nyonya utama)

    "Silvi! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu!" "Apa itu, Tuan? Silvi jadi penasaran," ujarnya dengan nada yang dibuat manja. "Apa... Apa kamu bersedia untuk menjadi Nyonya utama di rumah ini?" Silvi terkejut. Pertanyaan Devan membuatnya tercengang. "Apa Tuan serius? Atau pertanyaan Tuan ini hanya ingin mengetes saya saja?" Silvi ragu sebab di awal pertanyaan, Devan seperti ragu saat mengatakannya. "Tidak! Saya serius. Apa kamu mau?" Silvi menunduk. Dia ragu ingin menjawab apa. "Semua wanita, siapa pun itu. Pasti tak akan menolak untuk menjadi pendamping Tuan Devan dan menjadi Nyonya utama. Saya pun begitu, tetapi... Apa Tuan yakin untuk menjadikan saya Nyonya utama?" lirih Silvi. Lain di mulut, lain di hati. Itulah yang saat ini Silvi katakan. Dia berusaha menarik ulur agar bisa memastikan kalau pertanyaan Devan benar-benar serius memintanya untuk menjadi Nyonya utama. Devan gemas. Dia takut kalau Silvi menolak, terpaksa dia harus mencari wanita lain lagi untuk

  • Istri Pewaris Sebatas Status   Bab 50 ( Rencana Devan)

    Devan diam tak berkutik. Dia tak bisa membela Silvi sama saat seperti mamanya memojokkan Silvi waktu itu. "Ingat, Devan! Kamu tau 'kan peraturan mutlak di rumah ini? Anak dari hasil hubungan gelap maupun anak dari istri kedua tidak akan bisa menjadi penerus. Hanya anak dari istri sah dan pertama saja yang bisa diangkat menjadi penerus keluarga." Nenek Grace menekankan. "Benar, Devan! Meski wanita itu sudah kamu nikahi secara sah sekalipun, anak yang ada di dalam kandungannya tidak bisa menjadi penerus. Apalagi wanita itu hanya kamu nikahi secara siri." Kakek Devan ikut menimpali. "Segeralah lakukan pemeriksaan dan fokus untuk memberikan keluarga ini seorang penerus. Kami berharap banyak padamu." Setelah mengatakan itu, Tuan Bill dan Nyonya Grace pergi begitu saja. Devan terduduk. Tenaganya seakan terkuras habis dengan kedatangan mendadak nenek dan kakeknya. Erick menghampiri Devan yang shock. "Tuan Muda tidak apa-apa?" "Tak apa. Aku hanya shock dengan kedatangan merek

  • Istri Pewaris Sebatas Status   Bab 49 ( Keberanian Silvi)

    Silvi yang terbawa emosi, menampar wajah Rania dengan keras. Hingga meninggalkan bekas merah di pipinya. "Kauuu!" desis Rania. Dia mengangkat tangan ingin membalas tamparan Silvi, namun dengan cepat Rania berhasil mengendalikan emosinya. "Sifat burukmu itu memang tidak bisa diperbaiki. Baru menjadi 'mainan baru' Tuan Devan saja, sudah berani bersikap kurang ajar! Ternyata bukan hanya sifatmu saja yang jelek, kau juga wanita murahan.""Dasar Kau memang wanita rendahan!" Rania pun berlalu meninggalkan Silvi. Tangan Silvi gemetaran setelah menampar pipi Rania. Dia begitu ketakutan. "Bagaimana ini? Apa yang akan dilakukan Tuan Radit kepadaku?" Saking takutnya, tanpa sadar dia menggigit kuku jarinya. Keesokan harinya Tuan Radit kembali mendatangi Silvi setelah mendapat laporan dari anaknya kalau wanita itu menamparnya. "Apa yang kau lakukan kepada anakku, Rania?" Wajahnya terlihat sangat marah. "Itu salah anakmu sendiri. Kenapa dia tak bisa menjaga mulutnya." Silvi berkata dengan ra

  • Istri Pewaris Sebatas Status   Bab 48 - Gertakan Andini

    "Tuan Radit kembali menemui Nona Silvi, Nyonya!" ujar pengawal Andini. "Dia menemuinya lagi?""Iya!""Apa yang sedang mereka lakukan, ya? Semenjak kejadian itu mereka menjadi sering bertemu. Apa Tuan Radit sedang mengancamnya?" pikir Andini. "Baiklah! Terimakasih. Kau boleh pergi."Setelah pengawal itu pergi, Bu Dewi berkata, "Apa besok karena Nyonya ingin berbicara secara pribadi dengan Nona Rania?""Wanita itu memanggil Tuan Radit pasti ingin menyuruh Nona Rania diam. Dasar wanita licik!" sambung Lia geram. "Yang aku inginkan bukan itu." Andini tersenyum. "Pancingan ku berhasil. Kalau sampai wanita itu takut seperti ini, pasti ada yang dia sembunyikan. Tapi... Apa ya?" pikir Andini. "Kalau bukan untuk mengorek informasi dari Nona Rania. Apa yang membuat Nyonya mewawancarai Nona Rania secara khusus?" Lia heran karena tidak biasanya Nyonya Mudanya ini berbuat begitu. "Seperti ini saja sudah cukup bagiku. Menekannya seperti ini." Bu Dewi dan Lia saling pandang mereka tidak menger

  • Istri Pewaris Sebatas Status   Bab 47 - Bertemu Dilan.

    "Saat itu aku sangat ketakutan. Berbeda denganmu, kau tidak akan kehilangan apa-apa.""Heh! Kau memang lelaki egois.""Aku..." Pria itu tak dapat membalas. "Aku tidak ingin membahas masa lalu. Kalau begitu sekarang kau mengerti dengan posisiku 'kan, Dilan? Karena saat itu kau juga merasakannya." Silvi memandang sinis kepada mantan majikannya ini, anak Tuan Radit. "Kau bisa membuatku kehilangan segalanya sekarang. Jadi, berpura-puralah tidak mengenaliku dan urus adikmu yang tidak tau sopan santun itu," ujarnya tegas. Silvi berlalu meninggalkan Dilan seorang diri. "Sekarang aku bukan wanita yang lemah. Aku bahkan bisa berkata tegas kepada seseorang yang dulunya majikanku," ujarnya dalam hati sembari menyeringai. Silvi berjalan angkuh, mengangkat wajahnya. Selayaknya seorang Nyonya.Dilan memandang sendu dengan kepergian Silvi. Tak ada lagi sikap polos dan lembut dari diri wanita itu. ****Keesokan harinya Silvi mengajak Rafael bertemu. "Ada apa Nona mengajak saya bertemu?" Rafael

  • Istri Pewaris Sebatas Status   Bab 46 ( Sengaja)

    Devan mengepalkan tangannya, kesal. "Kau terlalu menganggap harga dirimu terlalu tinggi hingga enggan untuk mengakui kesalahan.""Seorang pemimpin perusahaan sepertiku harus mengganggap dirinya tinggi, tetapi bukan berarti aku bisa seenaknya menuduh orang tanpa bukti. Hanya menyimpulkan berdasarkan kejanggalan dan prasangka." Andini menjawab dengan tenang dan datar. Andini berusaha tidak menghiraukan Devan, namun pria itu terus saja mengganggunya. "Kalau aku sudah bilang menyelidiki tapi tidak mendatangimu untuk meminta maaf, itu berarti aku tidak menemukan kalau anggota keluargaku pelakunya." Andini meninggalkan Devan yang masih kesal. Dia memutuskan untuk bersantai sejenak di taman bagian samping yang tak biasa dilalui oleh orang. Berdebat dengan Devan membuat moodnya menjadi semakin jelek. "Hah! Aku tak tau apa yang ada di pikirannya sehingga senang sekali mengaitkan apapun yang terjadi kepada wanita itu denganku." Andini bergumam dengan menghela nafas berat. Devan yang kesal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status