Meskipun berisiko, Lucius bertekad untuk menyelesaikan penyelidikan ini hingga akhir. Dia tahu bahwa kebenaran itu layak untuk diungkapkan, tidak peduli apa harganya.
Lucius teguh dalam melanjutkan penyelidikannya, meskipun itu menimbulkan beberapa risiko baginya. Dia percaya bahwa penting untuk menemukan kebenaran, bahkan jika melibatkan bahaya atau kesulitan.Dia berkomitmen untuk mengungkap fakta di balik sebuah kasus atau isu tertentu, dan dia tidak bersedia menyerah meskipun menghadapi tantangan. Keberaniannya mungkin didorong oleh rasa keadilan atau keinginan untuk kebenaran terungkap.***Saat interogasi ketiga, Lucius kembali bertanya pada tersangka,“Aku ingin bicara denganmu tentang sesuatu yang serius. Kamu tahu tentang kasus pembunuhan yang terjadi beberapa hari yang lalu, bukan?”“Ya, aku mendengarnya.” jawab tersangka.“Baiklah, kami memiliki informasi bahwa kamu memiliki koneksi dengan korban. Dia adalah rekanmu dan kami menemukan foto kalian berdua bersama di ponselnya.”“Ah, itu hanya foto acak yang kami ambil saat sedang bertemu. Aku tidak memiliki hubungan khusus dengannya.”“Sayangnya, bukti menunjukkan sebaliknya. Kami menemukan dua titik luka di leher korban, dan aku punya foto bukti.” Lucius menunjukkan foto rekannya yang sudah mati dengan dua titik luka di leherPria itu sangat terkejut dan matanya kembali berkaca-kaca sambil berkata,”Be-benar, dia adalah temanku. Kami sudah mengenal satu sama lain.”***“Aku harus tanya lebih lanjut tentang hubunganmu dengan korban. Apa yang bisa kamu katakan tentang keterlibatanmu dalam kasus ini?”“Aku benar-benar tidak tahu apa-apa tentang itu. Aku hanya bertemu dengan dia beberapa kali karena pekerjaan kami…” Tersangka tampak berhenti sejenak. Dia mencoba untuk mencari akta-kata yang tepat untuk menjelaskan perasaannya pada malam di mana rekannya menjadi korban seorang vampir.“Lalu, apa yang terjadi pada malam itu?” tanya Lucius. Oliver kembali menceritakan bagaimana dia dan kedua rekannya memulai aksi pencurian liontin itu."Malam itu... aku dan temanku berniat untuk mengubah masa depan kami masing-masing dengan cara lain." Oliver mencoba membuka lagi ingatannya sebelum kejadian nahas itu menimpa sahabatnya.-Flashback on-["Kita harus mencari kuburan kuno ini, itu pasti tempat yang tepat untuk menemukan liontin vampir." kata Oliver bersemangat."T-tapi, apakah kita harus melakukan ini di malam hari? Ini sangat berbahaya, Oliver.""Tentu saja! Kita harus bergerak saat tidak ada orang di sekitar, agar tidak ada yang melihat kita. Dan selain itu, keberadaan liontin ini sangat rahasia, jadi kita tidak bisa hanya pergi ke toko antik biasa untuk mencarinya." potong Oliver cepat."Tapi, bagaimana kalau ada penjaga kuburan yang melihat kita, Oliver?""Jangan khawatir, kita akan bersembunyi dan menghindari siapa pun yang datang. Kita akan berhati-hati dan tidak akan membiarkan diri kita tertangkap." sergah Oliver meyakinkan temannya.Pria itu begitu percaya diri dengan rencananya untuk mencuri pendant vampir, sementara temannya merasa waspada dan tidak ingin terlibat dalam tindakan yang berbahaya.Oliver Brown adalah seorang pencuri berpengalaman yang mencuri barang-barang berharga di berbagai tempat. Suatu hari, ia mengetahui tentang pendant vampir yang sangat berharga dan terkenal, tersimpan di kuburan kuno di luar kota.Oliver memutuskan untuk merencanakan pencurian tersebut dan berhasil mencuri liontin vampir dari kuburan kuno dengan cara yang licik. Namun, dalam proses pencurian tersebut, Oliver merusak beberapa sakel kuburan secara paksa."Hei, aku punya rencana besar. Kita bisa mencuri liontin vampir yang ada di kuburan kuno itu.""Apa? Kau gila? Itu adalah tempat yang cukup menyeramkan dan dilarang untuk dimasuki. Kau, kau benar-benar gila, Oliver!"Oliver tampak semakin merasakan energi keberaniannya dan berkata,"Ya, tapi bayangkan berapa banyak uang yang bisa kita dapatkan dengan menjual liontin itu pada pedagang relik. Kita bisa hidup enak selama beberapa tahun ke depan. Ingat, ini uang, teman! Masa depan kita ditentukan pada malam hari ini.""Ya, tapi bagaimana kalau kita tertangkap?"]"Lalu apakah ada yang menyuruh kau untuk melakukan itu?" tanya Lucius dengan penuh selidik. Oliver mulai bercerita lagi."Seorang pria berbaju parlente mendatangi dengan iming-iming uang tunai dalam jumlah nominal yang cukup besar kepadaku." kata tersangka."Kau mengenalnya?" tanya Lucius yang mencatat point petunjuk keterangan tersangka."AKU tidak mengenal pria itu, Tuan. Tapi-dilihat dari latar belakangnya,aku menyimpulkan dia adalah yang punya pengaruh kuat.""OK, ceritakan padaku apa yang terjadi pada malam itu sampai akhirnya temanku ditemukan dalam kondisi tak bernyawa dengan dua titik luka di lehernya?" tanya Lucius lagi yang kembali mencatat petunjuk. Oliver kembali menceritakan kronologi malam itu."Malam itu..."-Flashback on-["Jangan khawatir, aku sudah merencanakan semuanya. Kita akan masuk pada malam hari dan tidak ada yang akan tahu kalau kita ada di sana.""Aku tidak yakin tentang ini, Oliver. Ini terlalu berbahaya.""Jangan pengecut. Kamu bisa meninggalkan aku jika kamu takut, tapi aku akan tetap melakukan rencana ini. Saya akan membutuhkanmu untuk membantu membuka sakel penguncinya."Setelah berhasil membuka sakel dan peti, Oliver dan rekannya mendapati tubuh Lady Elizabeth yang sudah terbujur kaku dalam balutan gaun abad ke-14. Mereka terkejut dan merasa takut, namun saat melihat pendant vampir yang menghiasi lehernya, mereka langsung melupakan ketakutan mereka dan merasa senang karena berhasil menemukan barang yang mereka cari.Oliver tersenyum renyah dan berteriak, "Akhirnya kita berhasil menemukan liontin vampir, ini benar-benar luar biasa!"]-Flashback off-Lanjut tersangka lagi, "Aku pikir aku akan berhasil keluar dari kejaran vampir itu. Saat itu aku benar-benar mendapatkan harapan karena berhasil menemukan benda yang bisa kujual untuk menyambung hidupku, Tuan.""Kau bilang David diserang oleh sosok yang kau 'vampir', apa itu benar?" selidik Lucius. Tersangka kembali bergidik ketika mendengar Lucius membahas momen terakhir itu."Bisa kau katakan padaku bagaimana situasi terakhir malam itu?" tanya Lucius.Sambil tertunduk, tersangka kemudian menceritakan saat terakhir mereka menemui kejadian yang mencekam, "Jika aku mengatakan bahwa vampir itu ada, apakah Anda akan percaya dengan keterangan saya, Tuan?"Lucius terhenti sejenak dan menimpali, "Ya, tentu saja jika kau berkata jujur, aku akan mempertimbangkan keteranganmu, Oliver."Oliver memutar kedua bola matanya dan menahan rasa tidak nyamannya dengan mencengkeram ujung kain baju tahanannya."Ketika aku berhasil mencuri liontin vampir itu, aku tidak menyadari bahwa temanku akan menemui kematiannya dengan cara yang mengerikan..." katanya dengan mata berkaca-kaca.Rekaman malam itu membuat adrenalin tersangka kembali memuncak dan rasa panik itu muncul lagi." Kau baik-baik saja?" tanya Lucius memastikan.Oliver hanya terdiam dan berusaha menenangkan dirinya," Bisakah Anda tidak membebaskan aku dari tempat ini?"Sambil menghela napas, Lucius berkata, "Tanpa keteranganmu, aku tidak bisa menyimpulkan kau bersalah atau tidak, Oliver. Pengacara akan melihat hasil interogasi ini dengan sangat teliti. Jadi aku berharap, tolong bantu kami dengan keterangan Anda yang sedetail mungkin sehingga aku bisa mengambil langkah selanjutnya seperti apa. "" Baik, T-tuan. "Setelah pertemuan dengan Lucius, situasi di rumah sakit jiwa St. Dymphna semakin tegang. Frank Flanders, meskipun sempat merasa lega karena telah menceritakan tentang liontin kepada Lucius, tetap dihantui oleh mimpi-mimpi buruk yang mengerikan setiap malam. Suara-suara yang berbisik dalam mimpinya semakin kuat, memerintahkannya untuk melakukan hal-hal yang tak terbayangkan.Suatu malam, saat petugas rumah sakit berpatroli di lorong-lorong yang sunyi, Frank tampak lebih tenang dari biasanya. Para petugas mengira obat penenang yang diberikan akhirnya bekerja. Namun, di dalam kamar isolasinya, Frank memandang sekeliling dengan mata yang gelap dan penuh keputusasaan. Di sudut ruangan, sebuah kain putih, bekas tirai yang telah disobek, tergeletak tak terpakai. Frank menghela napas dalam-dalam, merasakan beban berat di dadanya. Ia merasa tidak ada lagi jalan keluar dari mimpi-mimpi buruk ini. Dengan tangan gemetar, ia meraih kain tersebut dan mulai mengikatkan salah satu ujungn
Lucius merasa putus asa setelah pertemuannya dengan Adrian tidak membuahkan hasil. Liontin yang begitu penting baginya ternyata sudah dicuri oleh Frank Flanders, seorang pria yang kini dirundung mimpi buruk setiap malam. Mimpi-mimpi itu begitu mengerikan hingga membuat Frank kehilangan akal sehatnya dan akhirnya harus dirawat di rumah sakit jiwa. Di rumah sakit jiwa, Frank terus meracau tentang liontin yang memanggilnya dalam mimpi, meminta untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Kondisinya semakin memburuk, dan meskipun para dokter berusaha memahami keadaannya, mereka tidak dapat menghilangkan mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya. Lucius, yang merasa bahwa liontin itu bukan hanya barang berharga tapi juga memiliki kekuatan mistis, sadar bahwa dia harus menemukan cara untuk mendapatkan kembali liontin itu. Dia tahu bahwa hanya dengan mengembalikan liontin kepada pemilik yang sah, kutukan ini dapat diakhiri. Namun, pertanyaannya adalah, bagaimana cara masuk ke rumah sakit
Lucius meninggalkan rumah Elara dengan berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Perpustakaan tua itu menjadi tujuan berikutnya. Mengemudi melalui jalan-jalan kota yang mulai sepi, ia berusaha mengingat setiap detail yang telah didapatkan sejauh ini. Perpustakaan tua itu terletak di ujung jalan yang jarang dilalui orang. Bangunan batu dengan jendela-jendela tinggi dan pintu kayu besar tampak berdiri megah di bawah cahaya bulan. Lucius memasuki perpustakaan, di dalamnya suasana tenang dan berdebu terasa menyelimutinya. Rak-rak buku yang tinggi dan lampu redup menciptakan suasana yang hampir magis.Di belakang meja kayu besar di tengah ruangan, seorang pria tua dengan rambut abu-abu pendek dan kacamata bundar sedang membaca sebuah buku tebal. Lucius mendekatinya dengan hati-hati. "Victor?" tanya Lucius dengan suara rendah agar tidak mengganggu keheningan perpustakaan. Pria tua itu mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis. "Ya, saya Victor. Ada yang bisa saya bantu?" Lucius
Setelah mengucapkan terima kasih kepada pria tua itu, Lucius bergerak dengan tujuan yang lebih jelas. Dia memindai kerumunan di bar sekali lagi, mencoba menemukan wanita bernama Alicia. Ia memutuskan untuk bertanya pada bartender, yang mungkin lebih mengenal para pelanggan tetap di sana.Lucius mendekati bar dan memanggil perhatian bartender, seorang pria dengan kumis tebal dan tatapan tajam. "Permisi, apakah Anda tahu di mana aku bisa menemukan seorang wanita bernama Alicia? Aku diberitahu bahwa dia sering berada di sini." Bartender itu menatap Lucius sejenak sebelum menjawab, "Alicia, ya? Dia ada di sini tadi. Sepertinya dia sedang duduk di pojok sana, di dekat jendela." Lucius mengikuti arah pandangan bartender dan melihat seorang wanita muda dengan rambut hitam panjang dan mata tajam yang duduk sendirian. Dia sedang menatap keluar jendela, tampaknya tenggelam dalam pikirannya sendiri.Dengan langkah mantap, Lucius mendekati meja Alicia dan memberanikan diri untuk berbicara.
Lucius menatap layar ponselnya sejenak setelah mengirim pesan balasan kepada Alena. Keheningan jalanan malam yang terhampar di sekitar Knockturn Alley menambah suasana misterius di sekitarnya. Cahaya lampu jalan yang redup menyala samar-samar di antara bangunan-bangunan kuno yang menjulang tinggi, memberi sentuhan dramatis pada suasana malam itu.Ia menarik napas dalam-dalam saat melangkah keluar dari gedung penyelidikan. Udara dingin malam London menusuk tulang, membuatnya lebih berhati-hati saat berjalan di sepanjang trotoar yang gelap. Langkahnya mantap meskipun hatinya dipenuhi dengan rasa was-was dan antisipasi akan apa yang akan dihadapinya dalam perjalanan ini.Dengan kunci mobilnya yang digenggam erat, Lucius melangkah menuju kendaraannya. Cahaya lampu mobil menyinari jalanan yang sepi saat ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. Sejenak, ia duduk di dalam mobilnya, membiarkan dirinya meresapi ketenangan sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah memastikan bahw
[Marcus:]"Hai Lucius, ada waktu untuk ngobrol sebentar?"[Lucius:]"Halo Marcus, tentu. Ada apa?"[Marcus:]"Aku turut berduka cita atas kematian atasan kita,Tuan Grissham Bell. Bisa ketemu sebentar di tempat biasa?"[Lucius:]"Bisa. Ada masalah apa?"[Marcus:]"Aku ingin mendiskusikan proyek baru. Ada beberapa hal yang perlu dipecahkan."[Lucius:]"Baiklah, aku akan ke sana dalam 15 menit."[Marcus:]"Terima kasih, Lucius. Sampai nanti."[Lucius:]"Sampai nanti, Marcus."Lucius kemudian bangkit dari peraduannya lalu pergi membersihkan dirinya. Dia sadar bobot tubuhnya sudah menurun sedikit namun perut abs-nya tetap terbentuk sempurna. Setelah berpakaian rapi, Lucius keluar dari rumahnya dan menuju tempat pertemuan yang biasa mereka gunakan, sebuah kafe kecil di sudut kota yang tenang.[Kafe Kecil di Sudut Kota]Marcus sudah duduk di meja sudut, menatap ke luar jendela dengan secangkir kopi di tangannya. Ketika melihat Lucius masuk, dia melambaikan tangan dan tersenyum tipis."Lucius,