[Warning 18+] Resya adalah seorang wanita yang menjadi ibu di usia muda. Masa SMA yang seharusnya menjadi masa - masa terindahnya harus menjadi masa yang penuh dengan kenangan menyakitkan. Resya adalah seorang gadis pintar berprestasi yang diterima di sekolah SMA elit lewat jalur beasiswa. Resya yang mengira masa SMA nya akan dipenuhi dengan warna - warna cerah harus tertampar dengan kenyataan bahwa anak dari seorang pembantu tidak pantas bersanding dengan murid - murid yang memakai barang branded ke sekolah. Resya bagai batu kerikil di antara berlian. Resya menjadi korban bully dan menjadi pemuas nafsu Putra tunggal pemilik sekolah hingga hamil. Resya yang sedang mengandung hampir menyerah untuk hidup. Dia lelah karena hidupnya di ikuti dengan nasib buruk. Tapi Tuhan masih memberinya kesempatan, Resya berhasil kabur dari laki - laki itu bersama bayi di kandungannya. Tapi bagaimana caranya Resya bertahan hidup di saat ia jauh dari orang tua? Menjalanin hari - hari yang berat bersama bayi yang selalu menjadi bayang - bayang masa lalunya.
View MoreMataku menatap alat tes kehamilan di tanganku, rahang ku terjatuh melihat dua garis merah muda terpampang nyata di sana. Lututku lemas, tubuhku ambruk ke lantai begitu saja. Satu persatu butir air mataku jatuh, bibirku bungkam menahan isakan yang mendesak ingin keluar.
Ketukan pintu toilet membuatku tersadar, cepat - cepat aku membuang testpack itu ke saluran WC, merapikan seragam ku sejenak sebelum akhirnya keluar dari bilik toilet.
"Lama banget sih!"
Aku menunduk meminta maaf pada murid perempuan yang menungguku di depan pintu toilet yang habisku gunakan. Perempuan itu mendengus, tatapan matanya memandang ku jengkel, ia berjalan masuk kedalam toilet setelah mendorong tubuhku dengan keras kebelakang.
Aku tidak mengenalnya. Tapi jelas ia mengenalku. Aresya Riana, cewek culun bonekanya murid SMA Senopati. Di mata mereka aku hanyalah sampah yang tidak sepatutnya berada di antara berlian seperti mereka.
Faktor ekonomi keluargaku membuat aku di pandang sebelah mata oleh mereka. Keluargaku miskin, tidak seperti mereka yang keluar negeri saja tinggal merengek ke orangtuanya. Meski awalnya aku bahagia karena berhasil masuk ke SMA Senopati lewat jalur beasiswa. Namun, sekarang keputusanku itu menjadi penyesalan terbesarku.
"Pung, PR gue udah beres kan?" Suara ketus milik Joana mengintruksi langkahku. Aku mendongak, mendapati Ratu sekolah yang kini berdiri di hadapanku, memandangkan dengan tatapan meremehkan.
Aku mengangguk mengiyakan, "Udah, Non." Ya, mereka bahkan tidak mengizinkan ku untuk memanggil mereka dengan namanya. Dan mereka mengganti namanya ku dengan sebutan 'Bopung' yang artinya 'Bocah Kampung'
Aku menerima perlakuan sarkas mereka dengan lapang dada. Karena jika protes sepatah kata saja, mereka pasti akan memperlakukan ku lebih parah lagi.
"Serahin ke Miss Mega ya sekalian." titah Joana lalu beranjak pergi di buntuti dayang - dayangnya.
Aku menghela nafas lega, kemudian melanjutkan langkahku menuju ruang kelas.
Sesampainya di kelas aku mendaratkan bokong ku dikursi pojok paling belakang, dimana kolong mejanya selalu di penuhi dengan sampah walau aku sudah membersihkannya berkali - kali, ya siapa lagi pelaku nya kalau bukan teman - temanku. Namun untuk kali ini aku mencoba acuh pada sampah - sampah itu.
Mataku memejam mencoba tenang, hasil testpack itu mengganggu pikiranku lagi. Aku membuka mata, mendongakkan wajah menahan air mataku yang ingin keluar.
DRT!!!
Tanganku meraih hapeku yang tergeletak di laci meja. Ada satu pesan masuk di sana.
Iblis: ke UKS skng!
Ya Tuhan, kenapa engkau tidak pernah membiarkan ku bernafas barang sebentar saja.
"Pung, di tunggu Sehun di UKS." ujar Juan yang tiba - tiba berdiri di sampingku.
Aku mengangguk patuh, lantas bangkit dari duduk. Padahal belum lima menit pantatku mendarat di kursi kini aku harus pergi lagi.
* * *
Sebastian Hunegara. Sih iblis yang sayangnya berwajah tampan itu anak dari pemilik sekolah. Ia seperti Raja nya sekolah, baik murid atau pun guru tidak ada yang berani membantahnya apalagi aku.
Teman - teman nya memanggilnya Sehun, tapi aku tidak di perkenankan untuk memanggil namanya, terlalu lancang. Kecuali jika aku sedang menjadi boneka pemuas nafsunya.
Ya, dia. Ayah dari bayi yang ku kandung.
"Duduk." titah Sehun yang mustahil untuk ku bantah. Dengan nurut aku duduk disisi ranjang UKS yang sepi.
Sehun menyeringai melihatku menuruti perintahnya, ia berjalan menuju pintu UKS lalu menguncinya. Tak perlu di tebak, aku tau apa yang selanjutnya akan ia lakukan.
"Buka," titah Sehun yang sudah ku paham maksudnya.
Aku diam, mengumpulkan keberanianku, "Aku--"
PLAK!
Pipiku memanas, merasakan jejak tamparan tangan kekar Sehun. Aku tersenyum tipis, rasa perih akibat tamparan tangan Sehun bahkan terasa samar karena aku sudah sering merasakannya.
"Gue gak minta lo buat ngomong apalagi protes. Buka." ujar Sehun menekan setiap kata yang dia ucap.
Aku menggigit bibir, menahan tangis. Tak berani buka suara apalagi membantah, dengan berat hati aku membuka satu persatu kancing seragamku.
Menit berikutnya yang bisa kulakukan hanyalah menangis tanpa suara, menahan erangan saat Sehun mencumbu tubuhku. Kedua tanganku Sehun ikat dengan ikat pinggang miliknya, membuat ia lebih leluasa dengan tubuhku. Menyetuh yang bisa ia sentuh, sedangkan tugasku hanya meliuk - liukan tubuh di bawahnya bagai jalang yang haus balaian.
Aku menggeleng, melihat Sehun yang bersiap membuka celananya. Tubuhku memberontak menolak, tapi tangan Sehun malah mencengkram pinggang ku erat hingga meninggalkan jejak kemerahan di sana.
"Jangan!" sentakku saat Sehun bersiap menyatukan tubuh kami.
"Aku... Aku hamil!"
Sehun yang kesetanan seketika membatu, perlahan wajah tegangnya mengarah padaku. Tatapan tajam miliknya menghunus ku dalam, tanpa aba - aba tangannya mencengkram daguku, mengangkat wajahku untuk lebih dekat dengan nya.
"Lo bohong kan?" tanya Sehun dengan wajah tegang.
Air mataku jatuh, aku ketakutan hingga tidak mampu menjawab pertanyaan Sehun.
"JAWAB!" teriak Sehun emosi. Rahangnya mengeras semakin tajam, membuatku semakin menciut ketakutan.
"Aku.. Aku serius." jawabku terbata - bata.
Sehun mendengus meremehkan, menepis wajahku kasar hingga tubuhku terpental kebelakang dan menabrak besi kepala rajang.
Sehun berbalik badan memunggungi ku, ia merapikan pakaiannya, "Gugurin kandungan lo. Gue gak sudi buat tanggung jawab." ujar Sehun kemudian melangkah pergi. Meninggalkan ku yang hanya berpakaian dalam dan tangan terikat.
Aku menangis tanpa suara, untuk sekedar minta tolong saja aku tidak bisa. Sekolah ini minim rasa empati, yang ada aku hanya menjadi bahan tawaan jika mereka melihat penampilan ku sekarang.
Sampai sekarang aku masih bertanya - tanya, adakah seseorang yang lebih menderita dari yang ku alami sekarang?
Jika ada, aku mungkin akan menerima cobaan ini dengan lapang dada karena cobaan hidupku tak seberapa.
Namun jika tidak ada, berarti tidak salah jika aku menginginkan mati. Karena semenjak masuk dunia SMA tidak ada lagi yang berarti dalam diriku.
I want to die.
"Istri kamu kemana?" Renatta celingukan, mencari keberadaan Resya yang semula duduk di atas sofa, tapi kini wanita hamil itu menghilang entah kemana. "Masuk ke kamar, istirahat." jawab Sehun seraya kembali mendaratkan bokongnya di atas sofa berukuran L. Renatta manggut-manggut, "Kedatanganku ganggu kalian, ya?" tanya Renatta, wajah menyebalkannya perlahan memudar. Sehun ingin mengangguk, namun tidak enak hati. "Nggak, Resya lagi capek saja kayaknya." jawab Sehun, pandangannya bergantian memantau Aydan yang dengan anteng bermain dengan para robot dan mobilannya. "Anak kalian lucu, ya." Renatta bergumam, indra penglihatannya mengikuti arah mata Sehun memandang, ke arah Aydan yang sedang sibuk sendirian. "Gen gue gak perlu di ragukan lagi, Nat." jawab Sehun penuh percaya diri. Renatta terkekeh pelan, dia merogoh isi tasnya lalu mengeluarkan kertas undangan berwarna puti
"Kali ini salah aku apa lagi?"Sehun menghembuskan napas berusaha sabar. Memasuki bulan kelahiran anak keduanya yang semakin dekat, Resya juga semakin gencar menguji kesabarannya. Setiap hari yang ia lakukan selalu saja salah di mata istrinya. Kadang kalau saking kesalnya, Sehun sampai lebih memiliki pergi keluar bersama Aydan, dari pada menambah kacau suasana hati Resya."Aku udah bilang kalau ambil baju di lemari itu ditarik, bukan diangkat! Capek deh aku udah bilang berkali-kali tapi kamu gak dengerin!" gerutu Resya sambil melotot jengkel, ia kesal melihat Sehun mengacak lemari pakaiannya."Iya deh, maaf ya sayang, besok aku ambil bajunya di angkat." rayu Sehun sambil mendusel dibahu sempit Resya."Awas aja kalau bohong aku suruh k
"Aku mau ice cream, Sehun!""It's midnight, babe. Besok, ya?"Resya menggeleng dengan raut wajah cemberut, tak senang mendengar penolakan dari suaminya barusan, padahal ini keinginan anaknya di dalam kandungan.Tanpa berkata apapun, Resya merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga atas dada, ia memiringkan tubuhnya memunggui Sehun.Sehun yang melihat itu lantas menghela napas berat, tangannya bergerak menyetuh pundak Resya."Janji besok pulang kerja aku bawain ice cream sekulkas." rayu Sehun sambil mengusap-usap pundak Resya. Namun Resya masih diam tak bergeming."Re... jangan ngambek dong, sayang, lihat tuh ini udah jam 12 malam, lhoo!"Resya memutar tubuhnya, kini tatapan tajamnya menghunus Sehun dalam. "Kamu kalau nobar bola bisa sampai jam 2 malam di rumah Julian, giliran beli ice cream buat istrinya sebentar aja ke minimarket depan gak mau!" omel
Ketika kakinya sudah berpinjak di kediaman nya, Sehun langsung masuk ke dalam kamar untuk memastikan keadaan Resya karena istrinya itu tidak datang menyambut kepulangan nya. Ya, gimana mau di sambut kalau di rumah sakit tadi Sehun memarahi dan menyindir istrinya habis-habisan. Sehun menghela napas lega saat mendapati Resya yang sudah terlelap di atas ranjang. Ia berjalan ke depan lemari pakaian, membuka jas, ikat pinggang dan jam tangan secara bergantian. Lalu Sehun mencari piyama untuk ia kenakan setelah mandi. Sehun tersenyum tipis, jarang sekali ia menyiapkan pakaiannya sendiri seperti saat ini. Sejak menikah dengan Resya lima tahun lalu, semua kebutuhannya selalu Resya yang handle, istrinya itu melayani nya dengan sangat baik. Itu mengapa sekarang Sehun menyesal sekali sudah mengatakan kalau kerjaan Resya hanya berleha-leha saja di rumah. Tanpa melupakan rasa bersalahnya Sehun beranjak masuk ke dalam kamar mandi, ini sudah larut, namun t
"Positif.."Resya membekap mulutnya dengan raut wajah tak percaya, mata yang membinar perlahan berlinang. Seperti ada yang meledak-ledak di dalam dadanya saat melihat dua garis merah yang tergambar di alat tes kehamilan yang beberapa menit lalu ia gunakan.Punggung tangannya bergerak mengusap air mata bahagia yang menetes. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu."Bunda."Mendengar suara Aydan yang memanggilnya dari luar, dengan cepat Resya mengusap air mata dan meletakan alat tes kehamilan yang tadi ia genggam di atas wastafel. Lalu ia keluar dari dalam kamar mandi untuk menemui Aydan."Kenapa, sayang?" tanya Resya menatap Aydan kebingungan."Boleh aku main keluar?" Aydan bertanya dengan wajah polosnya.Resya melirik kearah jam dinding, sudah jam 4 sore. Ia menggigit bibirnya, menimbang sejenak permintaan Aydan yang ingin main di luar rumah. Sebenarn
Resya POV "Berhenti merajuk dan makan nasimu!" Sehun hanya mendengus merespon omelanku. Ya, seperti ini Sehun, pemaksa, keras kepala dan tukang merajuk. Bahkan di umur pernikahan kami yang sudah ke 5 tahun, tidak ada yang berubah darinya, ia malah lebih manja dari pada Aydan. Aku menghela napas jengah melihat Sehun yang masih mengabaikanku dan fokus pada ponselnya. Raut wajahku berubah saat menatap Aydan yang sedang memakan sarapannya dengan lahap. "Habiskan sarapannya ya anak pintar." ujarku seraya mengusap rambut Aydan, Aydan hanya membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum tipis. "Aydan," Sehun mendekatkan wajahnya pada Aydan. Akhirnya ia melupakan ponselnya yang sedari tadi lepas dari tangan dan matanya. "Ya, Ayah?"&nbs
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments