author-banner
AYURI
AYURI
Author

Novel-novel oleh AYURI

Rasaku Ditelanjangi

Rasaku Ditelanjangi

Ajeng lelah jadi istri yang baik. Lelah pura-pura puas. Di rumah, ia adalah ibu yang sempurna. Tapi di balik pintu kantor, tubuhnya haus, hatinya kosong, dan gairahnya menggerogoti batas. Lalu datang Arga—rekan kerja yang terlalu tenang untuk dicurigai, terlalu tajam untuk diabaikan. Mereka tak bicara soal cinta. Mereka bicara lewat tatapan, desahan, dan kulit yang saling memanggil. Ajeng tahu Arga sudah bertunangan. Arga tahu Ajeng sudah bersuami. Tapi tubuh mereka tetap bertemu. Lagi. Dan lagi. Mereka tidak jatuh cinta dengan cara biasa. Mereka jatuh—dalam pelukan, di balik kursi kerja, di kamar hotel, di ruang sunyi tempat dosa berubah jadi candu. Ini bukan cerita tentang siapa yang salah. Ini tentang dua orang yang menolak padam, dan membiarkan diri terbakar habis-habisan.
Baca
Chapter: Bab 12: Aku Membukakan Diri
Arga memegang kunci kayu kecil bertuliskan angka 03 dan membukakan pintu kamar. Cahaya kuning temaram langsung menyambut mereka—hangat, redup, menenangkan. Aroma kayu basah dan teh melati samar-samar menguar dari sudut meja kecil. Sebuah ranjang besar tertata rapi dengan selimut tebal berwarna krem, mengundang siapa pun yang lelah untuk rebah tanpa pikir panjang.Aku melangkah masuk, mengedarkan pandang. Ruangan ini tak mewah, tapi hangat dan menenangkan. Seperti pelukan setelah hujan."Aku cuci tangan dan kaki dulu, ya," ucap Arga sambil melepas jaket dan berjalan ke arah kamar mandi.Giliranku masuk kamar mandi. Ketika ia kembali, Arga sudah duduk di tepi ranjang, menyalakan televisi hanya untuk mengisi keheningan.Arga menepuk kasur di sebelahnya, pelan, tanda menyuruhnya duduk. Aku menurut, berjalan perlahan lalu duduk di sampingnya.Kaki mereka bersentuhan tanpa sengaja. Lalu sama-sama diam untuk beberapa saat."Danau ini… udah banyak berubah, ya," gumamku membuka percakapan."Ka
Terakhir Diperbarui: 2025-07-23
Chapter: Bab 11: Danau, Sate, dan Sebuket Bunga
Setelah beberapa menit, akhirnya sampai di pinggir danau. Ada banyak jejeran warung di tepi danau, mengeluarkan aroma sate ayam yang mengundang. Kita memutuskan berhenti di salah satunya. "Sate dua porsi, teh panas dua ya, Bu," ujar Arga ramah pada penjual. Aku tersenyum bahagia, menggenggam cangkir teh panas dan meniup uapnya. "Ini sih lebih enak dari restoran bintang lima." "Enak karena ada kamu," balas Arga tanpa ragu, membuat pipiku memanas. Aku menunduk, pura-pura sibuk meneruskan menyeruput teh agar dia tak melihat rona merah di wajahku. Tapi sialnya, senyumku malah melebar tanpa bisa dikendalikan. “Jangan gitu ah,” bisikku pelan, nyaris seperti gumaman. Tapi Arga mendengarnya. Selalu saja mendengarnya. “Apa? Jujur dikit aja nggak boleh?” ujarnya sambil tertawa pelan. Arga menyelesaikan tusukan terakhirnya lebih dulu. Ia mengelap tangannya dengan tisu, lalu bersandar di bangku kayu yang mulai dingin, mengeluarkan rokok dari saku jaketnya. Jari-jarinya tampak ceka
Terakhir Diperbarui: 2025-07-23
Chapter: Bab 10: Jalan Panjang Menuju Gairah
Sabtu pagi, udara masih setia menggigit. Kami bertemu di titik yang disepakati, hanya berdua. Tak ada teman kantor, tak ada suara lembur, tak ada tanggung jawab menumpuk. Hanya aku, dia, dan sebuah keputusan diam-diam untuk kabur sejenak dari dunia.Aku mengenakan jaket biru tebal dan kacamata hitam. Sementara Arga datang dengan kaos hitam dan hoodie abu-abu. Sederhana, tapi dada kami berdetak tak sederhana. Ada sesuatu yang menanti. Sesuatu yang tak bisa disebut—hanya bisa dirasakan.Mobil Arga melaju pelan menyusuri jalanan yang berkabut. Hawa dingin masuk dari jendela yang sedikit terbuka, memaksa kami merapat, mencari hangat dari sisa-sisa energi dua hari terakhir yang penuh tawa, canggung, dan—aku tak bisa memungkiri—kerinduan yang tak seharusnya ada.Radio mengalun pelan. Lagu “Sahabat Kecil” dari Ipang mengisi ruang kabin dengan lembut, seperti suara hati yang bicara tanpa izin.“Eh, kamu hafal nggak liriknya?” tanyaku sambil mengusap embun dari kaca mobil.“Hafal lah,” jawabny
Terakhir Diperbarui: 2025-07-22
Chapter: Bab 9: Jeda Yang Tak Pernah Jeda
Suasana kantor kembali seperti biasa—atau setidaknya, seolah-olah begitu. Kertas masih berserakan di meja, suara keyboard beradu cepat dengan tenggat waktu, dan tatapan-tatapan profesional dipertahankan demi menjaga batas. Tapi aku tahu, sejak malam itu, ada yang berubah.Bukan hanya pada Arga. Tapi juga pada diriku.Aku melangkah masuk ke ruang kerja dengan langkah teratur, membawa aroma tubuh yang sama, mengenakan pakaian kerja yang sama. Namun saat mataku menangkap sosok Arga di seberang meja, detak jantungku seakan terlewat satu irama.Dan Arga—pria itu hanya melirik sekilas, lalu menunduk lagi ke layar monitor. Tapi aku tahu, ada senyum tipis yang tertahan di sudut bibirnya. Hari-hari selanjutnya dipenuhi dengan hal-hal kecil yang tak bisa didefinisikan.Seperti saat kita berpapasan di lorong pantry, dan jemari Arga menyentuh punggung tanganku sekilas—tanpa alasan, tanpa permisi, tapi cukup untuk membuat kulit ini memanas.Atau saat Arga menyerahkan berkas, dan telapak tangannya
Terakhir Diperbarui: 2025-07-22
Chapter: Bab 8: Dibalik Kaca Berembun
Aku masih merasakan denyut di bibirnya ketika jemarinya mengusap tengkuk Arga. Nafasnya belum kembali tenang, tapi hatinya sudah lebih jujur dari sebelumnya. Aku beralih, perlahan menggeser duduk hingga kini berada di atas pangkuan Arga, menghadapnya langsung. Kakiku menekuk di samping tubuh pria itu, mendekap lembut. Arga memundurkan posisi duduknya, membuat sandaran kursi itu merebah lebih rendah. Tubuhku menyusul gerakannya, tetap melekat di pangkuannya, dadaku menempel di dadanya yang berdegup keras dan hangat. Tangannya menjelajah, mulai dari pinggang, lalu ke sisi dadaku. Ia berhenti. Menatapku dalam. “Boleh aku?” bisiknya serak, nyaris seperti rintihan. Aku tak menjawab dengan kata. Bibirku nyaris menyentuh telinganya saat kubisikkan, “Jangan tanya lagi. Rasakan aku… seperti aku ingin merasakan kamu.” Pandangan matanya berubah. Seperti api yang dipantik oleh bensin. Tanpa menunggu lebih lama, tangannya kembali naik. Dan aku yang kini tak lagi malu, menggeser sedikit tubuhk
Terakhir Diperbarui: 2025-07-22
Chapter: Bab 7: Kala Bibir Bicara Jujur
Lembur hari itu selesai lebih cepat dari biasanya, tapi bukan berarti mereka buru-buru pulang. Aku masih duduk di kursinya, pura-pura merapikan berkas, padahal pikirannya sudah ke mana-mana sejak Arga menawarkan, “Mau cari angin bentar?”Mereka tak perlu alasan. Sama-sama tahu itu bukan cuma tentang angin.Mobil Arga melaju perlahan ke arah dataran tinggi.“Kenapa ngajak aku?” tanyaku.“Karena kamu kelihatan butuh istirahat.”“Terus kamu? Butuhnya apa?”Arga menoleh sebentar, “Butuh keberanian.”Aku menoleh juga, pelan. Tapi tak bertanya lebih lanjut. Ada yang lebih nyaring dari kata-kata: degup jantungnya sendiri.Udara malam mulai menggigit, tapi anehnya, aku merasa justru lebih hangat daripada siang tadi. Di warung kecil yang nyempil di pinggir tebing, mereka duduk berdampingan, memesan mie rebus dan teh manis panas. Tak ada yang bicara banyak, tapi setiap tatapan terasa lebih lama dari biasanya.“Kamu sering begini?” tanyaku, mencoba terdengar santai.Arga menoleh, senyumnya mirin
Terakhir Diperbarui: 2025-07-22
Anda juga akan menyukai
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status