Tawa anak tengah malam
Sebuah sumur tua di tepi desa menyimpan luka yang tak pernah sembuh. Dulu, tempat itu ditutup rapat karena dipercaya sebagai sarang kegelapan yang menelan banyak nyawa. Namun tragedi kembali terjadi—seorang anak kecil ditemukan tewas mengenaskan di dalamnya.
Surya, pemuda desa yang menyimpan masa lalu kelam, bersama Laras, sahabat lamanya, mencoba mengungkap misteri yang selama ini dibungkam. Namun semakin jauh mereka mencari, semakin jelas bahwa sumur itu bukan sekadar lubang air, melainkan pintu menuju dunia lain yang penuh jeritan dan ratapan.
Di kedalaman gelap, mereka menemukan arwah-arwah yang terperangkap, bisikan yang terus memanggil, dan rahasia mengerikan tentang siapa sebenarnya “penjaga” yang bersemayam di sana.
Ketakutan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Surya dan Laras harus memilih: melarikan diri dan meninggalkan kebenaran, atau menyingkap rahasia meski harus menjadi bagian dari kegelapan itu sendiri.
Read
Chapter: Bab 5Suasana masih terasa mencekam, meski terik matahari sudah masuk lewat celah jendela.Arman masih duduk di ruang tamu, menatap boneka dengan ekspresi yang sulit dibayangkan. Sedangkan Bima mondar-mandir seperti ayam kehilangan induk. “Bro, sumpah, kalau tadi sempet pipis celana, jangan salahin aku, ya. Itu boneka bisa jatuh, bisa duduk, bisa ngomong pula! Nanti apa lagi? Joget dangdut?” cerocosnya bagai kereta cepat. Arman memijat kening, merasa lelah dengan semua yang sudah ia apami. “Bim, kalau kamu masih bercanda, aku sumpahin kamu yang disuruh nari sama boneka itu!" Bima langsung berhenti. Wajahnya berubah pucat pasi. “Jangan bercanda balik, Bro. Nanti beneran kejadian.”Bima menelan ludah dengan paksa, lalu duduk di kursi sambil menatap boneka itu. “Jadi, apa sekarang rencananya? Kita panggil Ustadz? Panggil paranormal? Atau langsung kita lempar ke laut?”Arman menghela napas panjang. “Nggak bisa sembarangan. Kalau kita buang, bisa lebih parah nanti. Kayaknya, kita harus tanya
Last Updated: 2025-10-19
Chapter: Tawa yang mengandungPanas mentari menyengat begitu tajam, menghempaskan ketegangan yang sebenarnya masih dirasakan oleh Arman. Pria jangkung itu berjalan dengan langkah gontai. Tubuh lelahnya tetap membawa boneka gosong dalam genggaman.Tiba-tiba, suara klakson motor terdengar dari luar rumah.“Woy, Arman! Buka pintu, Bro!” Suara khas terdengar. Itu pasti Bima, sahabat sejak duduk di bangku SMA yang hobi bercanda meski situasi sedang genting.Arman bangkit malas-malasan untuk membuka pintu. Benar saja, Bima masuk dengan gaya sok keren dengan helm yang masih melekat di kepalanya.“Bro, rumahmu, kok, makin kayak film horor, sih? Serius, aku tadi masuk halaman aja udah merinding.”Arman mendesah. “Ya memang begini rumahnya.”Bima mendekat ke meja dan menunjuk boneka hangus itu. “Astaga, ini apaan? Jangan bilang, pacar barumu? Hahaha!”Arman melotot. “Bim, serius. Jangan bercanda soal itu.”“Eh, kenapa emangnya? Ya ampun, wajah bonekanya aja udah kayak habis ikut audisi jadi figuran film zombie.” Bima ngakak
Last Updated: 2025-10-19
Chapter: bisikan di balik apiPagi itu, matahari menyelinap masuk kamar lewat celah jendela, tetapi Arman masih menggulung tubuhnya dengan selimut tipis. Malam sebelumnya jelas membuatnya susah tidur. Bayangan siluet perempuan di jendela itu masih jelas terpatri di kepala.“Hah! Jadi gini rasanya ngekos gratis sama hantu,” gumamnya sambil menguap lebar. Ia menatap langit-langit, lalu menambahkan dengan nada bercanda, “Kalau begini, harusnya aku bisa nagih uang kontrakan, dong.”Pemuda itu memaksa dirinya untuk bangun. Langkahnya gontai dengan mata berat akibat kurang tidur. Menuju dapur dengan niat ingin membuat kopi. Akan tetapi, begitu buka lemari kayu, ia malah kaget melihat seekor cicak meluncur cepat ke dinding.“Woi! Jangan kagetin saya, Cak! Udah cukup semalam aja ditemenin siluet misterius. Jangan ikut-ikutan jadi pemeran horor murahan,” omelnyaSambil mendidihkan air, Arman berusaha menenangkan diri. Namun, dari ruang tengah, terdengar suara ibunya yang sedang menata tikar.“Man, kamu nggak tidur nyenyak
Last Updated: 2025-10-19
Chapter: balai desaPagi itu ayam jago belum habis berkokok, tapi suara Bu Sumi, ibunya Arman, sudah lebih nyaring daripada toa masjid.“Man! Bangun, Man! Jangan kayak iler di bantal kamu! Nempel terus di bantal!” teriaknya dari dapur sambil menyiapkan kopi.Arman menggeliat malas di ranjang. Matanya masih berat, tetapi kepalanya dipenuhi ingatan semalam–suara-suara aneh serta bisikan yang terasa dekat sekali di telinganya.“Ibu, orang tidur itu butuh ketenangan. Jangan nyamain aku sama iler, iler mah nggak punya perasaan!” sahut Arman setengah teriak.Bu Sumi nyelonong masuk ke kamar sambil melotot, tapi ujung bibirnya hampir tersenyum. “Perasaanmu itu paling cuma ke bantal, Man. Sama orang nggak pernah serius.”Arman bangkit, duduk di tepi ranjang sembari mengacak-acak rambut. “Ibu, aku semalam denger suara aneh lagi. Serius ini. Kayak ada orang bisik-bisik di ruang tamu.”Bu Sumi terdiam sejenak. Wajahnya yang tadinya santai berubah agak kaku. Ia cepat-cepat menyembunyikan ekspresi itu dengan menaruh
Last Updated: 2025-10-19
Chapter: Arman Pulang kampungArman berdiri di pinggir jalan, menenteng ransel lusuh, saksi bisu perjalanan hidupnya selama di kota. Bus ekonomi yang tadi membawanya dari terminal utama baru saja melaju pergi, meninggalkan kepulan asap hitam pekat seolah ikut mengolok-olok keputusannya untuk kembali ke kampung halaman.“Yaelah, pulang kampung bukan berarti jadi orang kampungan, kan? Hadeh. Semoga aja nggak ada drama mistis di desa,” gumam pria itu menendang kerikil di jalanan.Ponsel yang sedari tadi ada di genggamannya bergetar. Sebuah pesan singkat dari ibunya masuk. “Man, cepetan pulang. Jangan mampir-mampir. Ada hal penting!”Arman menghela napas panjang.“Hal penting? Hmm, biasanya, sih, kalau emak bilang begini, ujung-ujungnya suruh kawin sama anak tetangga. Aduh, jangan, deh. Duh, masih trauma lihat mantan kawin kemarin. Kaya disiram kopi panas. Rasanya perih, tapi nggak bisa ngomel.”Ia berjalan pelan menyusuri jalan tanah yang mulai becek karena hujan siang tadi. Pohon bambu di kiri dan kanan jalan bergo
Last Updated: 2025-10-19