
Menentang Takdir di Bawah Langit Sunyi
Di dunia tempat langit menentukan siapa yang layak hidup dan siapa yang pantas diinjak, aku hanyalah seorang pemuda biasa tanpa bakat, tanpa latar belakang, dan tanpa perlindungan. Hidupku berubah saat kematian ayah menyeretku keluar dari dunia orang-orang lemah dan memaksaku melangkah ke jalan yang tidak pernah kuinginkan.
Aku tidak diterima oleh sekte. Aku tidak dipilih oleh takdir.
Dalam pelarian dan keputusasaan, aku menemukan sebuah teknik kultivasi yang tidak diakui oleh langit—sebuah jalan sesat yang mengandalkan rasa sakit, luka, dan kehendak bertahan hidup. Setiap langkah di jalan ini menggerogoti tubuhku, namun juga memberiku kekuatan yang seharusnya tidak kumiliki.
Pembunuhan pertama menjadikanku buronan. Sekte mulai mengirim bayangan. Kultivator yang lebih kuat mengincar jejak darah yang kutinggalkan. Aku dipaksa tumbuh di tengah pengejaran, belajar bahwa di dunia ini, belas kasihan adalah kemewahan yang mematikan.
Kekuatanku tidak bersumber dari keberuntungan atau warisan mulia, melainkan dari keputusasaan dan penolakan untuk mati. Semakin keras dunia menekanku, semakin aku menolak tunduk. Aku tidak mencari keadilan. Aku hanya ingin hidup—dan jika harus melawan langit untuk itu, maka aku tidak akan ragu.
Ini adalah kisah tentang seorang manusia biasa yang berjalan di jalan yang ditolak semua orang, menantang sekte, karma, dan kehendak langit itu sendiri.
Sebuah perjalanan sunyi, berdarah, dan penuh pengkhianatan—menuju kekuatan yang lahir dari kehancuran.
Karena di dunia ini, yang bertahan hidup bukanlah yang paling berbakat, melainkan yang paling keras kepala untuk menyerah.
Read
Chapter: Bab 18 — Pilihan Tanpa Saksi Tidak ada yang memanggilku. Aku menyadarinya saat satu-satunya jalur yang biasa kulewati menuju area luar tiba-tiba tertutup. Bukan oleh pintu. Bukan oleh penjaga. Jalur itu hanya… tidak lagi terasa benar. Setiap kali aku melangkah ke arahnya, bungkusan di balik jubahku terasa berat, sementara Qi kasarku berputar tidak stabil. Sebaliknya, jalur lain sempit, jarang dilewati terasa kosong. Bukan aman. Kosong. Aku berdiri cukup lama di persimpangan itu. Tidak ada waktu yang ditentukan. Tidak ada batasan. Namun justru karena itulah aku mengerti: ini bukan ujian dengan aturan. Ini penyaringan tanpa saksi. Jika aku mati, tidak ada yang mencatatnya. Jika aku hidup, hasilnya sudah cukup. Aku memilih jalur yang kosong.
Last Updated: 2025-12-30
Chapter: Bab 17 — Orang-Orang yang Tidak KembaliTempat ini tidak menyimpan nama.Aku menyadarinya sejak pagi pertama aku benar-benar memperhatikan sekeliling. Beberapa ruangan kosong tampak jelas pernah dihuni. Ada tikar tipis yang sudah aus. Ada bekas formasi sederhana yang setengah terhapus. Bahkan ada mangkuk retak yang masih disimpan rapi di sudut.Pemiliknya tidak ada.Tidak ada tanda perkelahian. Tidak ada darah. Tidak ada Qi yang tercerai. Seolah mereka hanya bangun suatu hari, melangkah pergi… lalu berhenti menjadi bagian dari tempat ini.Yang aneh bukan hilangnya mereka.Yang aneh adalah tidak ada seorang pun yang bertanya.Aku duduk di ambang pintu ruanganku, mengamati orang-orang yang lewat. Jumlah mereka tidak banyak, tapi pergerakannya teratur dengan cara yang sulit dijelaskan. Mereka tidak saling menyapa. Tidak saling menghindar. Namun keberadaan satu sama lain diakui secara diam-diam.Seorang pria yang kemarin membersihkan alat di sudut jalan tidak
Last Updated: 2025-12-30
Chapter: Bab 16 — Tempat yang Tidak DicatatAku tiba tanpa pernah benar-benar datang.Tidak ada gerbang. Tidak ada tanda. Jalan yang kulewati sama seperti jalan-jalan lain di wilayah kultivator rendah batu retak, debu tipis, bangunan kusam yang seolah berdiri hanya karena belum runtuh. Jika bukan karena bungkusan di balik jubahku, aku akan mengira aku hanya tersesat.Namun langkahku tidak pernah ragu.Setiap kali aku melambat, benda itu terasa lebih berat. Bukan menekan, melainkan mengingatkan. Saat aku melangkah lagi, rasa itu mengendur, seolah arahku sudah benar sejak awal.Aku tidak melihat penjaga.Justru karena itulah aku tahu aku sudah sampai.Di tempat ini, orang-orang bergerak tanpa pola yang jelas. Tidak ada pusat. Tidak ada hirarki yang tampak. Mereka tidak menatap langit dengan ambisi, tidak pula menunduk karena takut. Wajah-wajah mereka memperlihatkan satu kesamaan: ketenangan yang lahir bukan dari penerimaan, melainkan dari kebiasaan.Beberapa tu
Last Updated: 2025-12-28
Chapter: Bab 15 — Isi yang Tidak DibukaAku tidak membukanya.Bungkusan itu tergeletak di sudut ruangan, dibalut kain kusam tanpa segel, tanpa tanda. Namun justru karena itulah ia terasa berbahaya. Di dunia ini, sesuatu yang perlu disembunyikan rapi biasanya bernilai. Sesuatu yang dibiarkan terbuka seperti ini… biasanya dimaksudkan untuk ditemukan oleh orang yang tepat.Aku.Sejak membawanya masuk ke wilayah pemukiman kultivator rendah, langkahku terasa berbeda. Tidak ada yang menghentikanku. Tidak ada yang menanyai. Namun beberapa orang yang biasanya duduk di sudut jalan memilih berpaling. Seorang penjaga yang biasa menatap setiap pendatang kini pura-pura sibuk merapikan baju zirahnya.Mereka tahu.Bukan tahu isinya melainkan tahu bahwa aku sedang membawa sesuatu yang seharusnya tidak mereka sentuh.Di dalam ruangan sempitku, aku duduk bersila. Kapak tua bersandar di dinding, diam seperti biasa. Aku menarik napas, membiarkan Qi kasar berputar perlahan. Bekas pil
Last Updated: 2025-12-28
Chapter: Bab 14 — Batas yang Tidak DiumumkanKesunyian datang lebih dulu.Bukan kesunyian yang menenangkan, melainkan jeda yang terasa sengaja dibiarkan. Hari-hari berlalu tanpa panggilan, tanpa alamat, tanpa tugas kecil yang biasa datang diam-diam. Yan tetap menjalani rutinitasnya—bekerja di tempat rendah, berjalan di jalur yang sama, berkultivasi di ruangan sempitnya.Namun dunia terasa sedikit menjauh.Ia mengerti arti jarak itu.Di dunia kultivator, dibiarkan berarti sedang dinilai.Bekas pil di tubuhnya tidak berubah. Tidak menyakitkan. Tidak menguat. Tetapi menjadi peka. Setiap kali Yan melewati wilayah tertentu di kota bawah, Qi kasar di dadanya berdenyut pelan, seolah mengenali sesuatu yang belum ia lihat. Denyut itu tidak memaksanya mendekat hanya mengingatkan bahwa ada batas yang sedang menunggu disentuh.Yan tidak terburu-buru.Ia tahu, langkah yang diambil terlalu cepat akan dianggap sebagai ketidaksabaran. Dan ketidaksabaran adalah alasan termudah
Last Updated: 2025-12-27
Chapter: Bab 13 — Jejak yang Mulai Dihitung Perubahan itu tidak datang sekaligus. Ia datang dalam potongan kecil yang mudah diabaikan, jika Yan tidak terbiasa hidup dengan kewaspadaan. Ia masih berjalan di jalur yang sama. Melewati kedai usang, lorong batu sempit, dan wajah-wajah yang tidak pernah benar-benar peduli. Namun kini, percakapan sering terhenti setengah napas ketika ia lewat. Tatapan tidak menghindar, tapi juga tidak menetap—seolah setiap orang telah sepakat untuk mengingat, lalu melupakan. Yan memahami arti itu. Ia belum dikenal. Namun ia sudah dicatat. He Yu tidak muncul lagi sejak malam itu. Dan justru karena itulah Yan tidak merasa aman. Orang seperti He Yu tidak datang untuk memperingatkan, lalu menghilang tanpa tujuan. Jika ia diam, berarti perintah telah bergerak melalui jalur lain—lebih rendah, lebih sunyi, dan lebih sulit dilacak.
Last Updated: 2025-12-27