
TERPAKSA MENIKAHI BOCAH TENGIL
Amira yang berusia 32 tahun terpaksa harus menerima lamaran seorang lelaki berusia 25 tahun, Andi, karena desakan keluarga. Dia tidak menyukai lelaki pilihan orang tuanya itu. Selain karena usia lelaki itu jauh lebih muda, sifatnya juga tengil. Bikin Amira sering gedeg sendiri.
"Mir, nikah aja sama aku, gak rugi, kok," kata Andi cengengesan.
"Ya, rugi. Apa kata orang-orang kalau aku nikah sama berondong."
"Tar maharnya headset, deh. Biar bisa nyumpal telinga kamu. Gak dengar lagi deh, omongan orang."
"Jangan ngadi-ngadi, deh." Amira melotot. "Aku menolak pernikahan ini."
"Tapi, aku nggak. Malah senang. Aku bilang orang tuaku ya, biar bisa nyusun tanggal pernikahan."
"Kamu tuli, ya!"
Keinginan Amira memang tidak berguna. Sekeras apapun dia menolak Andi, tetapi akhirnya luluh juga oleh tangisan kedua orang tuanya. Jadilah, tanggal pernikahan ditetapkan.
Dengan perasaan mengkal, Amira mencium punggung tangan Andi setelah mengucapkan ijab kabul.
Berusaha mempertahankan harga dirinya, malam pertama pernikahan dia mengajukan surat perjanjian pernikahan yang berisi tentang poin-poin hubungan mereka. Ada 11 poin yang diajukan Amira yang dengan berat hati ditanda tangani oleh Andi.
Bagaimana jalannya pernikahan mereka? Apakah cinta akan tumbuh di antara keduanya?
Baca
Chapter: Bab 20Gilang mengusap-usap punggung tangan Gladis dengan jempolnya. Keduanya sedang duduk di taman belakang rumah gadis itu. Hanya berdua dan ditemani sunyi dan desiran angin lembut yang melambaikan pohon rindang yang berdiri kokoh di sana."Yank, kamu gampang banget dekat sama orang baru, ya?" tanya Gilang setelah sesaat mereka dalam kebisuan.Gladis yang tadi melihat ke depan, memutar lehernya. Memandang tunangannya degan dahi berkerut. "Maksudnya?""Bukannya kamu baru mengenal Amira? Kok, sudah bisa main bareng aja sama dia seharian?"Gladis memang menceritakan kemana saja dia seharian tadi menghilang beberapa saat lalu kepada Gilang. Betapa senangnya dia mendapat teman baru yang bisa bersabar dengan dirinya, mengganggu hari libur wanita itu, dan menyeretnya untuk menemaninya seharian."Mbak Amira menyenangkan, kok?" Gladis tersenyum lebar, seolah tidak bisa menyembunyikan betapa puasnya waktu yang telah dia jalani hari ini. "Dia juga benar-benar tulus.""Kamu yakin dia seperti itu?" Seb
Terakhir Diperbarui: 2025-05-26
Chapter: Bab 19Bagaimana Amira merasa ilfil, apa yang diungkapkan Gladis tidak sesuai dengan ekspektasinya mengenai keburukan yang ada pada diri Andi.Gadis itu hanya mengumbar hal umum dari seorang lelaki, terlalu menuntut pada orang yang disayanginya, terlalu protektif, sedikit gila kerja, menarik diri kalau ada masalah karena ingin merasakannya sendiri, cepat emosi kalau orang yang disayangi Andi teraniya,Bagaimana mungkin hal tersebut dipikir Gladis merupakan hal negatif dari seorang Andi?"Itu bukan hal negatif, Gladis." Amira mendesah. Selama satu jam dia mendengar pemaparan Gladis dengan gemas."Lha, bagiku iya, Mbak," kata Gladis sambil bersungut. "Mbak bisa bayangkan, kan, waktu aku pernah putus sama pacarku waktu SMA, Andi selalu mengekoriku. Bukan cuma mengekori, dia selalu bertampang sangar sama cowok yang mencoba mendekatiku. Katanya itu buat melindungiku, biar aku gak patah hati lagi."Amira menggeleng. "Itu bukti rasa sayang, Gladis.""Tapi rasanya itu terlalu annoying." Gladis mengg
Terakhir Diperbarui: 2024-08-04
Chapter: Bab 18"Kalau usia di bawah sepuluh tahun bukan dianggap perasaan cinta ..." Gladis menjeda ucapannya, seakan berpikir sejenak. Bola matanya terlihat bergerak ke atas, seakan sedang memandang memori di dalam otaknya. Kemudian dia menggeleng sambil mengerutkan hidungnya. "Gak, aku sepertinya gak pernah jatuh cinta sama Andi sedikit pun." Entah mengapa hal itu membuat Amira bernapas dengan lega tanpa sadar. Saat menyadarinya, dia berpura-pura mengalihkan pandangan ke arah lengannya yang coba disekanya karena keringat yang mengucur deras di setiap pori-porinya. Pembicaraan mereka tadi harus terputus terapis bergerak ke arah punggung atas Gladis. Membuat gadis itu mengangkat telunjuknya, agar Amira mau sabar menunggu jawabannya. Setelahnya mereka hanya menikmati pijatan yang diberikan tanpa ada yang bicara lagi. Baru di kamar sauna Gladis akhirnya menjawab pertanyaan Amira. Padahal, Amira sendiri sudah tidak penasaran lagi dan sempat lupa dengan pertanyaan itu. Tubuhnya dibuat rileks hingga m
Terakhir Diperbarui: 2024-03-18
Chapter: Bab 17Amira membuka mata dengan malas. Menolehkan kepala ke sebelah kanan, di mana ponselnya terletak di atas nakas.Sambil bergelung, Amira menjulurkan tangannya dengan malas. Meraih ponsel yang tidak mau berhenti. Pudar sudah keinginan Minggunya untuk bisa menghabiskan waktu dengan tenang. Padahal dia sudah menyiapkan deretan film untuk ditonton hari ini sekedar untuk menghabiskan waktu.Dahi Amira berkerut saat melihat deretan angka di layar ponsel. Nomor baru. Dia mendesah berat, menekan tombol merah untuk mematikan deringan, ingin melanjutkan tidur kembali.Sialnya, ponselnya berbunyi kembali. Amira mematikan kembali. Ponsel itu memekak kembali. Menyerah, Amira akhirnya memutuskan untuk mengangkat telepon itu. Ingin mendamprat siapapun yang ada di seberang sana.Akan tetapi, belum saja Amira mengeluarkan suara setelah menekan tombol hijau, suara di seberang sana sudah bicara."Mbak, ini Gladis. Aku butuh bantuan, Mbak."***Ternyata bantuan yang diucapkan Gladis bukan hal penting yang
Terakhir Diperbarui: 2024-02-09
Chapter: Bab 16Suara deru ombak itu mendebur lalu memecah di bibir pantai yang tidak terlalu ramai. Lima puluh meter dari mobil Andi terparkir ada banyak cahaya dari restoran pinggir pantai ataupun gazebo-gazebo yang disediakan bagi para pengunjung. Sedang di area mereka, hanya ada pencahayaan dari tiang-tiang listrik yang berjarak setiap sepuluh meter.Mereka berdua duduk di atas kap mobil Anda karena area sekitar mereka banyak ranting, batang pohon, dan juga sampah plastik. Keduanya duduk bersisian, memandang jauh pada hamparan laut gelap yang bertepi langit.Pantai itu tak jauh dari kota, hanya berjarak sekitar satu jam saja. Menjadikannya destinasi yang tetap diburu meski malam hari.Sudah dua puluh menit mereka berada di sana, tetapi tak ada yang memulai pembicaraan. Menikmati embusan angin yang bertiup sedikit kencang yang mampu menerbangkan helai-helai rambut. Sering kali Amira memperbaiki rambutnya agar tidak menyapu wajah."Kamu sering ke sini?" tanya Amira memecah kesunyian, sambil merapa
Terakhir Diperbarui: 2024-02-03
Chapter: Bab 15"Jangan katakan kamu ingin pergi dengan teman-temanmu?" Amira memandang Nattaya dengan kesal.Baru saja adiknya itu mengatakan bahwa dia tidak bisa pulang dengan Amira dan Andi. Tak jauh dari tempat mereka berdiri, ada tiga orang laki-laki yang berkumpul. Sesekali mereka melihat ke arah Amira, tetapi saat mata wanita itu bertatapan dengan ketiganya, mereka segera mengalihkan pandangan."Andi gak bakal nyulik Kakak, kok. Jangan drama, deh," kilah Nattaya. Sejenak dia mengalihkan pandangan pada Andi yang berdiri di belakang Amira. Dia menyembunyikan senyum.Di belakang Amira, Andi mengacungkan jempol dengan senyum lebar."Kamu gak sengaja menjebak aku berduaan dengan Andi, kan?" Amira memandang curiga. "Dih, nethink mulu. Udah ah." Nattaya memandang ke balik punggung Amira. "Bro, titip kakakku tersayang. Hibur ya, habis patah hati soalnya mantan pacarnya tunangan."Sontak saja Amira menendang betis Nattaya, membuat adik laki-lakinya berteriak keras sambil refleks mengusap kakinya. Oran
Terakhir Diperbarui: 2024-02-03