
Mengikat Hati Sang Dosen
Adinda Rahayu, seorang mahasiswa baru jurusan hukum yang ceria dan penuh ambisi, melangkah mantap di hari pertamanya di kampus. Ia siap menyerap ilmu dan pengalaman baru, membayangkan masa depan cerah sebagai praktisi hukum. Namun, takdir punya kejutan yang disimpannya di ruang kelas.
Saat dosen mata kuliah pengantar hukum masuk dan memperkenalkan diri, dunia Adinda seolah berhenti berputar.
"Selamat pagi semua, saya Bagas Pratama," ucap sang dosen dengan suara bariton yang menusuk relung hati Adinda.
Mata Adinda membelalak. Itu Bagas. Mantan pacarnya. Mantan yang meninggalkannya empat tahun lalu karena alasan klise "fokus studi". Kakinya langsung lemas.
"Dosennya... dia?" gumam Adinda pada teman sebangkunya, Maya, yang hanya menatapnya bingung.
Sepanjang perkuliahan, Adinda berusaha keras menghindari kontak mata. Ia menunduk, mencatat tanpa fokus, dan berharap bisa menghilang dari muka bumi. Namun, Bagas sesekali melirik ke arahnya, senyum tipis terukir di bibirnya yang dulu sering mengecup kening Adinda.
Setelah kelas usai, Adinda buru-buru membereskan tasnya, ingin segera kabur. Namun, suara Bagas menghentikannya.
"Adinda Rahayu, bisa kita bicara sebentar?"
Langkah Adinda terhenti. Jantungnya berdebar kencang. Ia membalikkan badan perlahan, menemukan Bagas berdiri di depannya, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"I-iya, Pak?" Adinda tergagap.
Bagas tersenyum, kali ini lebih jelas. "Sudah lama ya, kita tidak bertemu."
Adinda hanya bisa mengangguk kaku, pikiran kalut membanjiri benaknya. Dosennya adalah mantan pacarnya. Bagaimana ini bisa terjadi? Dan yang lebih penting, bagaimana ia akan menjalani satu semester ke depan dengan situasi sekacau ini?
Read
Chapter: Pertemuan di Ruang Kerja DosenKeesokan harinya, Dinda mencoba bersikap setenang mungkin di kampus. Ia menghindari Maya yang sedari tadi terus melontarkan spekulasi tentang email dari Bagas. Jam menunjukkan pukul 15.50 WIB, dan Dinda sudah berdiri di depan pintu ruang kerja dosen yang tertera di email Bagas. Jantungnya berdebar kencang, tangannya sedikit berkeringat.Ia mengetuk pintu perlahan. "Masuk," suara Bagas terdengar dari dalam.Dinda membuka pintu dan melangkah masuk. Ruangan itu rapi dan minimalis, dengan rak buku penuh jurnal hukum, meja kerja yang bersih, dan sebuah sofa kecil di sudut. Bagas duduk di balik mejanya, memakai kacamata baca, menatap ke arah Dinda dengan ekspresi datar namun sorot matanya tajam."Selamat sore, Pak Bagas," sapa Dinda, mencoba suaranya agar tetap stabil."Selamat sore, Dinda. Silakan duduk," ucap Bagas, menunjuk kursi di hadapan mejanya.Dinda duduk, menaruh tasnya di pangkuan. Keheningan sesaat menyelimuti ruangan, hanya terdengar suara pendingin ruangan yang berdesir pelan
Last Updated: 2025-06-17
Chapter: Interaksi di luar kelasMencegah Kenangan Bersemi KembaliDinda melangkah keluar dari Aula Utama dengan langkah gontai, otaknya masih memproses percakapan singkat dengan Bagas. Kata-kata "pengecut" dan "kecewa" terus terngiang. Ia tahu Bagas tidak marah, tapi kekecewaan itu terasa lebih menyakitkan. Bagaimana ia bisa fokus belajar hukum jika setiap kelas akan selalu mengingatkannya pada masa lalu yang belum selesai?Ia melihat Maya menunggu di luar aula, wajahnya penuh tanda tanya."Dinda, ada apa? Kok Pak Bagas memanggilmu?" tanya Maya begitu Dinda mendekat. "Kalian saling kenal? Jangan-jangan itu pacarmu ya? Astaga, Dinda, kok tidak cerita sih?!" Maya memberondong pertanyaan dengan antusiasme khas mahasiswa baru.Dinda mencoba tersenyum, meskipun rasanya sangat berat. "Bukan, May. Dia... dia mantan pacarku." Ia memutuskan untuk jujur, setidaknya kepada teman barunya ini. Maya adalah orang pertama yang ia ceritakan tentang Bagas setelah empat tahun lamanya.Mata Maya membulat sempurna. "APA?! Demi apa? Do
Last Updated: 2025-06-17
Chapter: Pertemuan kembaliDinda dan Maya akhirnya melanjutkan langkah mereka, meskipun pikiran Dinda masih berkecamuk karena aroma parfum itu. Mereka tiba di Aula Utama Fakultas Hukum yang sudah ramai dipenuhi mahasiswa baru. Suara riuh obrolan memenuhi ruangan, bercampur dengan derit kursi yang digeser. Mereka beruntung menemukan dua kursi kosong di barisan tengah, tidak terlalu jauh dari podium."Syukurlah, tidak terlalu belakang. Aku tidak suka duduk di belakang, nanti susah fokus," bisik Maya, menaruh tasnya di atas meja. "Kamu kenapa sih, Din? Dari tadi kok bengong terus? Sakit perut beneran?"Dinda tersenyum tipis, mencoba menenangkan dirinya. "Enggak kok, May. Cuma... masih adaptasi aja sama suasana kampus yang ramai dan besar ini. Sedikit overwhelmed." Ia berusaha mengabaikan firasat aneh yang merayapi hatinya, fokus pada deretan kursi di depannya.Tak lama kemudian, pintu belakang podium terbuka, dan seorang pria masuk ke dalam aula, diiringi tepuk tangan meriah dari para mahasiswa. Aula yang tadiny
Last Updated: 2025-06-17
Chapter: Aroma parfum yang familiar Adinda Rahayu, atau yang akrab disapa Dinda, seorang gadis berusia delapan belas tahun, merasakan hari ini begitu berbeda. Udara pagi bulan September yang sejuk menusuk kulitnya, membawa serta aroma embun yang masih menempel di dedaunan dan janji akan sebuah awal yang baru. Bukan sekadar awal minggu, melainkan sebuah babak baru dalam lembaran kehidupannya.Hari pertamanya sebagai mahasiswa hukum di Universitas Ganesha, sebuah institusi bergengsi yang telah menjadi impian dan obsesinya sejak bangku SMA.Sejak pukul tiga pagi, Dinda sudah terjaga. Matanya tak bisa terpejam, otaknya dipenuhi simulasi skenario hari pertama di kampus. Ia membayangkan suasana kelas, teman-teman baru, dan para dosen yang berwibawa. Dengan semangat yang meluap, ia bangkit dari ranjang, menyalakan lampu kamar, dan mulai memilah-milah pakaian. Bukan sekadar memilih baju, melainkan mencari "seragam tempur" yang sempurna untuk mengawali perjalanan akademisnya. Akhirnya, sebuah blus putih bersih dengan detail ke
Last Updated: 2025-06-17