Mengikat Hati Sang Dosen

Mengikat Hati Sang Dosen

last updateLast Updated : 2025-06-17
By:  Fly_diahOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
4Chapters
6views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Adinda Rahayu, seorang mahasiswa baru jurusan hukum yang ceria dan penuh ambisi, melangkah mantap di hari pertamanya di kampus. Ia siap menyerap ilmu dan pengalaman baru, membayangkan masa depan cerah sebagai praktisi hukum. Namun, takdir punya kejutan yang disimpannya di ruang kelas. Saat dosen mata kuliah pengantar hukum masuk dan memperkenalkan diri, dunia Adinda seolah berhenti berputar. "Selamat pagi semua, saya Bagas Pratama," ucap sang dosen dengan suara bariton yang menusuk relung hati Adinda. Mata Adinda membelalak. Itu Bagas. Mantan pacarnya. Mantan yang meninggalkannya empat tahun lalu karena alasan klise "fokus studi". Kakinya langsung lemas. "Dosennya... dia?" gumam Adinda pada teman sebangkunya, Maya, yang hanya menatapnya bingung. Sepanjang perkuliahan, Adinda berusaha keras menghindari kontak mata. Ia menunduk, mencatat tanpa fokus, dan berharap bisa menghilang dari muka bumi. Namun, Bagas sesekali melirik ke arahnya, senyum tipis terukir di bibirnya yang dulu sering mengecup kening Adinda. Setelah kelas usai, Adinda buru-buru membereskan tasnya, ingin segera kabur. Namun, suara Bagas menghentikannya. "Adinda Rahayu, bisa kita bicara sebentar?" Langkah Adinda terhenti. Jantungnya berdebar kencang. Ia membalikkan badan perlahan, menemukan Bagas berdiri di depannya, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. "I-iya, Pak?" Adinda tergagap. Bagas tersenyum, kali ini lebih jelas. "Sudah lama ya, kita tidak bertemu." Adinda hanya bisa mengangguk kaku, pikiran kalut membanjiri benaknya. Dosennya adalah mantan pacarnya. Bagaimana ini bisa terjadi? Dan yang lebih penting, bagaimana ia akan menjalani satu semester ke depan dengan situasi sekacau ini?

View More

Chapter 1

Aroma parfum yang familiar

Adinda Rahayu, atau yang akrab disapa Dinda, seorang gadis berusia delapan belas tahun, merasakan hari ini begitu berbeda. Udara pagi bulan September yang sejuk menusuk kulitnya, membawa serta aroma embun yang masih menempel di dedaunan dan janji akan sebuah awal yang baru. Bukan sekadar awal minggu, melainkan sebuah babak baru dalam lembaran kehidupannya.

Hari pertamanya sebagai mahasiswa hukum di Universitas Ganesha, sebuah institusi bergengsi yang telah menjadi impian dan obsesinya sejak bangku SMA.

Sejak pukul tiga pagi, Dinda sudah terjaga. Matanya tak bisa terpejam, otaknya dipenuhi simulasi skenario hari pertama di kampus. Ia membayangkan suasana kelas, teman-teman baru, dan para dosen yang berwibawa.

Dengan semangat yang meluap, ia bangkit dari ranjang, menyalakan lampu kamar, dan mulai memilah-milah pakaian. Bukan sekadar memilih baju, melainkan mencari "seragam tempur" yang sempurna untuk mengawali perjalanan akademisnya.

Akhirnya, sebuah blus putih bersih dengan detail kerah yang manis dipadu rok plisket abu-abu dan jilbab segi empat berwarna senada dipilihnya. Ia mematut diri di depan cermin, tersenyum tipis pada pantulannya sendiri yang tampak lebih dewasa hari ini.

Tak lupa, tas ransel kulit berwarna maroon kesayangannya yang sudah diisi penuh dengan buku catatan baru, pulpen warna-warni, dan tablet penunjang belajarnya.

Bu Juju, ibunda Dinda, yang berstatus ibu tunggal setelah perceraian yang memilukan saat Dinda baru berusia sepuluh tahun, bermaksud membangunkan putrinya. Dengan langkah pelan, Bu Juju memasuki kamar Dinda. Namun, betapa terkejutnya beliau saat mendapati kamar sang putri sudah rapi, dan Dinda sudah berdiri di depan cermin, tampak siap untuk berangkat.

"Sudah bangun, Nak? Ibu kira masih tidur pulas, tumben sekali subuh-subuh sudah rapi," sapa Bu Juju lembut, senyum bangga tersungging di bibirnya yang sedikit keriput karena usia dan kerasnya hidup. Beliau berjalan mendekat, merapikan rambut anaknya.

Dinda menoleh, senyumnya memudar digantikan raut wajah yang sedikit melankolis.

"Sudah dari tadi, Bu. Dinda tidak bisa tidur saking

semangatnya. Perut Dinda juga sedikit mulas karena deg-degan, Bu," ucapnya jujur.

"Tapi, Bu..." Dinda menggantung kalimatnya, tatapannya menerawang ke luar jendela, menatap langit yang mulai terang dengan semburat jingga.

"Seharusnya di hari pertama Dinda masuk kuliah seperti ini, Ayah pulang dan mengantar Dinda, ya? Pasti rasanya berbeda. Dinda jadi teringat masa kecil kita dulu."

Mendengar ucapan putrinya, hati Bu Juju terasa teriris. Ia tahu, meskipun sang ayah telah menghilang sepenuhnya dari kehidupan mereka sejak perceraian dan tak pernah lagi menunjukkan batang hidungnya, Dinda masih menyimpan kerinduan dan harapan yang tak terucap.

Bu Juju segera mendekap Dinda erat-erat. Aroma sabun mandi Dinda yang wangi menyeruak, menenangkan hatinya.

"Ssst... jangan sedih begitu, Nak. Kan ada Ibu. Ibu bisa antar Dinda. Kenapa harus menunggu Ayahmu? Kita berdua kan sudah biasa melewati semuanya bersama-sama. Ibu juga bangga sekali Dinda bisa masuk universitas ini. Sekarang Dinda sudah besar, sudah jadi mahasiswa. Kalau begitu, biar Ibu saja yang antar, ya?" tawar Bu Juju penuh kehangatan, mengusap lembut punggung putrinya.

Dinda mengangguk, membalas pelukan ibunya dengan erat. "Terima kasih banyak, Bu. Dinda sayang Ibu." Ia mendongak, matanya berkaca-kaca namun senyumnya tulus.

"Dinda berjanji akan belajar sungguh-sungguh biar bisa banggain Ibu."

Aroma Nasi Goreng dan Perjalanan Pagi

Pagi itu, Bu Juju menyiapkan sarapan istimewa. Aroma nasi goreng dengan irisan sosis, suwiran ayam, dan telur mata sapi yang baru diangkat dari wajan memenuhi seluruh ruangan dapur sederhana mereka. Kepulan asap tipis masih terlihat dari piring yang tersaji di meja makan. Dinda menyantapnya dengan lahap, senyum tak lepas dari bibirnya.

"Wah, Bu, masakan Ibu memang paling enak sedunia! Rasanya seperti sarapan di restoran bintang lima," pujinya tulus, membuat pipi Bu Juju sedikit merona.

"Ada-ada saja kamu ini," sahut Bu Juju sambil tersenyum geli.

"Sudah, cepat habiskan. Jangan cuma dipuji saja. Nanti kamu telat masuk kelas pertama. Jangan sampai dicap mahasiswa malas di hari pertama, ya. Kata dosen itu biasanya hari pertama itu kesan paling penting."

Dinda tertawa kecil. "Siap, Bu Komandan!"

Setelah sarapan usai dan segala persiapan terakhir selesai, mereka pun berangkat. Bu Juju menyetir mobil matic mereka yang sudah cukup berumur namun terawat dengan apik, melaju pelan membelah jalanan kota yang mulai ramai. Suasana lalu lintas pagi menjelang jam kerja mulai padat, namun masih terkendali.

Sepanjang perjalanan, Dinda tak henti-hentinya menatap keluar jendela, mengamati hiruk pikuk kota yang terasa berbeda dari biasanya. Gedung-gedung tinggi, papan iklan raksasa, kendaraan yang lalu lalang, semua seolah menjadi bagian dari petualangan barunya. Jantungnya berdebar-debar antara rasa takjub dan sedikit gugup.

Keramaian Kampus dan Pertemuan Tak Terduga

Sesampainya di depan gerbang kampus Universitas Ganesha, suasana sudah sangat ramai, bahkan terasa lebih hiruk-pikuk dari yang Dinda bayangkan. Mobil dan motor berjejer rapi di area parkir, mahasiswa baru terlihat berbondong-bondong masuk dengan tas punggung yang tampak baru dan wajah-wajah penuh antusiasme.

Sebuah spanduk penyambutan mahasiswa baru terbentang megah di gerbang utama, berwarna biru cerah, bertuliskan "Selamat Datang Generasi Penerus Bangsa! Universitas Ganesha Siap Mendidikmu Menjadi Pemimpin Masa Depan!"

"Wah, Bu, ramai sekali! Dinda jadi tidak sabar bertemu teman-teman baru dan merasakan suasana perkuliahan," seru Dinda, matanya berbinar-binar melihat pemandangan di depannya. Ia bisa merasakan energi positif yang menguar dari setiap sudut kampus.

"Iya, Nak. Jaga diri baik-baik, ya. Jangan sampai lupa makan dan istirahat. Kalau ada apa-apa, sekecil apa pun, langsung telepon Ibu, jangan sungkan," pesan Bu Juju, tangannya mengusap lembut rambut Dinda lalu mencium kening anaknya .

"Belajar yang rajin, ya."

"Siap, Bu Komandan! Dinda masuk dulu ya. Hati-hati di jalan pulang, Bu! Jangan ngebut-ngebut," Dinda mencium tangan ibunya, lalu segera melangkah masuk ke dalam area kampus dengan langkah mantap, penuh keyakinan.

Di tengah keramaian mahasiswa yang lalu lalang, Dinda sempat celingak-celinguk mencari arah gedung fakultasnya, map kampus yang dipegangnya sedikit bergetar. Tiba-tiba, seorang gadis dengan senyum ramah dan rambut diikat kuda yang menjuntai di bahu kanannya menghampirinya. Pakaiannya modis namun tetap sopan, mencerminkan citra mahasiswa hukum yang modern.

"Hai! Kayaknya kamu bingung mau ke mana? Sendirian saja?" sapa gadis itu, suaranya ceria dan ramah, membuat Dinda langsung merasa sedikit lebih nyaman.

Dinda membalas senyumnya. "Iya nih, lumayan. Aku Dinda. Kamu siapa?"

"Aku Maya. Senang berkenalan denganmu, Dinda," jawab gadis itu. "Ngomong-ngomong, kamu jurusan apa?"

"Aku Hukum," jawab Dinda antusias, matanya berbinar. "Kamu?"

Mata Maya ikut berbinar. "Wah, kebetulan sekali! Aku juga jurusan Hukum! Berarti kita satu jurusan dong! Wah, ini pertanda baik, kita bisa jadi teman sekelas!"

"Serius? Asyik!" seru Dinda, merasa sangat senang bisa langsung menemukan teman satu jurusan di hari pertama. Beban kecanggungan dan sedikit rasa sendirian yang sempat ia rasakan langsung terasa berkurang drastis.

"Syukurlah, ada teman buat bertanya-tanya nanti kalau bingung."

"Tentu saja! Kalau begitu, yuk, kita langsung ke kelas pagi. Dengar-dengar ada perkuliahan pengantar hukum di Aula Utama Fakultas," ajak Maya, menarik pelan lengan Dinda.

"Kata kakak senior tadi pagi, kita harus cepat-cepat biar dapat tempat duduk di depan, biar kelihatan rajin katanya."

"Ayo!" Dinda mengangguk setuju. Mereka pun berjalan beriringan, bergandengan tangan, melintasi taman kampus yang hijau dan rindang, melewati gedung-gedung megah yang berdiri kokoh.

Tawa renyah sesekali terdengar di antara percakapan mereka saat saling bertukar cerita tentang masa SMA, mimpi-mimpi mereka, dan ekspektasi terhadap dunia perkuliahan yang baru akan mereka jalani. Mereka membahas mata kuliah apa saja yang menarik, dosen siapa yang paling galak menurut rumor, hingga kafe mana yang paling asyik di sekitar kampus.

Saat melangkah di tengah koridor utama fakultas yang padat oleh mahasiswa lain, di antara suara gaduh obrolan dan langkah kaki yang tergesa-gesa, tiba-tiba langkah kaki Dinda terhenti. Keramaian di sekitarnya seolah membeku, suara-suara obrolan meredup menjadi dengungan samar yang jauh.

Hidungnya mencium sebuah aroma parfum yang sangat ia kenali. Aroma itu begitu khas, begitu kuat, begitu akrab, seolah waktu berbalik mundur ke masa lalu yang telah lama ia kubur dalam-dalam. Aroma yang mengingatkannya pada hari-hari yang penuh tawa dan janji, namun berakhir dengan kepahitan.

Maya yang menyadari Dinda berhenti berjalan, menoleh ke arahnya dengan heran.

"Dinda, kenapa berhenti? Ada apa? Kamu sakit? Wajahmu mendadak pucat." tanyanya cemas, tangannya menyentuh lengan Dinda yang terasa dingin.

Dinda tersentak dari lamunannya. Ia menggelengkan kepala, berusaha keras menutupi kegugupan dan kekacauan emosi yang tiba-tiba melandanya. Jantungnya berdebar kencang, seolah ingin melompat keluar dari dadanya. Pikirannya kalut.

"Eh, tidak ada apa-apa kok, May. Cuma... kakiku tiba-tiba pegal sedikit. Mungkin karena belum terbiasa jalan jauh di kampus sebesar ini," jawabnya tergagap, mencoba tersenyum meyakinkan meskipun bibirnya sedikit bergetar.

Namun, dalam benaknya, Dinda terus-menerus bertanya. Parfum siapakah itu? Mengapa baunya sangat melekat pada seseorang yang dulunya sangat berharga baginya? Mungkinkah ini hanya kebetulan? Atau apakah hari pertamanya di kampus ini, yang seharusnya penuh dengan harapan baru, justru menyimpan kejutan lain yang tak terduga?

Sebuah pertemuan yang akan mengubah segalanya, menuntunnya kembali pada bab yang belum selesai, atau justru memulai babak yang sama sekali baru, dengan karakter yang sama namun peran yang berbeda?

Aroma itu, yang kini semakin kuat, seolah membawa Dinda pada ambang sebuah takdir yang tak terhindarkan, menuntunnya pada bayangan familiar yang perlahan mendekat dari keramaian koridor.

*Terima Kasih*

Di tunggu kelanjutan kisahnya

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
4 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status