Chapter: 19."Canda." Bastian terkekeh. Tangannya menepuk pundak Husain yang wajahnya sempat menegang. Kini laki-laki itu menggaruk tengkuknya. "Jangan dianggap serius!" lanjutnya. Husain meringis. "Istrimu wanita hebat." Bastian melanjutkan ucapannya."Memangnya kamu tahu istriku?" Bibir Husain mencebik. "Kebetulan keponakan sekolah di PAUD Guna Bangsa, dia suka sekali dengan Bu Nashwa." "Dari mana tahu kalau dia istriku?" "Pernah lihat kamu jemput dia waktu aku jemput ponakan," jawab Bastian apa adanya. Karena memang dia tahu istri Husain saat menjemput Nayla--keponakannya. Lalu sejak tahu Nashwa istrinya Husain, laki-laki itu berusaha menemuinya. Husain menganggukkan kepala. Mereka lalu saling diam. Hingga terdengar suara petugas bagian apotek memanggil nama Nashwa. Husain segera beranjak menuju loket untuk mengambil obat. Setelah itu, nama ayah mertua Bastian pun dipanggil. Setelah sama-sama selesai urusannya, mereka lalu saling berpamitan. "Maaf ya, kalo ganggu waktu kamu," ucap Basti
Last Updated: 2025-12-22
Chapter: 18.b“Aku nggak akan bingung kalo Cuma Anggita yang pergi, tapi dia bawa anak kita, aku khawatir sama Lilly.” “Lilly sama ibunya sendiri, apa yang perlu dikhawatirkan?” “Kamu nggak tau Anggita.” Bastian berkata lirih. “Dia bukan ibu yang baik, Anggita sering bentak-bentak Lilly hanya karena masalah sepele. Dia seperti nganggep kalo Lilly itu membuat pergerakannya terbatas. Anggita sering marah-marah sejak ada Lilly.” Bastian menghembuskan napas panjang, seperti mengeluarkan beban yang berat. “Aku tahu ini salahku, mungkin aku yang terlalu mengekangnya, menuntut dia jadi ibu yang sempurna, tanpa memikirkan mentalnya setelah melahirkan. Aku membatasi kartu ATM dan lainnya supaya dia tidak sibuk dengan dunianya yang suka belanja. Aku ingin dia lebih memperhatikan Lilly, sayangnya di menangkapnya berbeda.Yah ... salahku juga dalam menyampaikannya dengan cara yang kurang tepat, sehingga dia merasa dikekang. Aku juga tidak memberinya ruang untuknya membela diri, sehingga saat emosinya me
Last Updated: 2025-12-21
Chapter: 18.aDokter muda itu tersenyum, seolah memberikan pesan tersirat pada sepasang suami-istri itu bahwa semua baik-baik saja. Padahal Nashwa dan Husain sudah sangat khawatir. “Perdarahannya banyak?” tanya dokter. “Dikti, Cuma kaya setetes gitu.” Nashwa berpikir sejenak, mengingat yang tadi dilihat hanya berupa bercak darah, tapi dia terlalu kaget sehingga panik. Sang dokter kembali tersenyum, lalu memeriksa Nashwa. Setelah melakukan USG, dokter bernama Teddy itu menjelaskan bahwa flek yang dialami Nashwa masih dalam kondisi normal. Tidak perlu dikhawatirkan. Dia lalu memberi resep obat dan tidak lupa memberi nasehat pada pasangan suami-isteri itu.“Istirahat yang cukup dan pola makan dijaga. Jangan sampai kelelahan dan hindari stres.” Kalimat dokter didengar dengan baik oleh Husain. Dia berjanji pada dirinya sendiri akan lebih perhatian pada Nashwa. .“Husain?” Saat antri di apotek, tidak sengaja dia bertemu dengan Bastian. Laki-laki itu menghampiri Husain terlebih dahulu. Husain merasa
Last Updated: 2025-12-20
Chapter: 17.bTanpa terasa air mata Nashwa menetes. Sebenarnya dia lelah. Dia ingin istirahat. Tapi dia sendiri yang memaksa kuat. Lebih tepatnya pura-pura kuat. “Maafin aku, Nash.” Husain menarik lengan Nashwa. Membawa tubuhnya ke dalam dekapan. Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Laki-laki itu menyesal, sudah mengatakan tentang rencana pernikahan dengan Anggita padanya. Tanpa dia pikirkan perasaan istrinya. “Kamu mau berkarya seperti apapun, aku akan selalu dukung kamu, tapi tolong jangan sampai nyakiti diri sendiri.” Husain mengelus kepala istrinya.“Dan soal perpisahan ... Aku udah pernah bilang kan, kalo aku gak akan menceraikan kamu,” lanjutnya, membuat Nashwa mendongak. Wanita itu mengusap sisa air matanya lalu duduk dengan tegak. “Nggak akan menceraikan sampai anak ini lahir kan?” Nashwa menyimpulkan sendiri. “Nash—““Makanya sebelum anak ini lahir, aku harus sudah bisa hidup mandiri.” “Nashwa—““Karena kalo Mas mau nikahin Anggita dan tetap sama aku, aku keberatan, lebih baik pisah aja
Last Updated: 2025-12-18
Chapter: 17.a"Makasih atas informasinya, Mas, saya mau lanjut ke kelas ya, masih ada kerjaan.” Nashwa membereskan jajanan yang dia beli. Seleranya mendadak menghilang, padahal tadi sedang ingin sekali makan jajanan pasar. Bastian merasa tidak enak melihat perubahan wajah Nashwa. Maksud dia menemui bukan untuk sekedar memberi informasi tentang suaminya. Tapi dia ingin meminta kerja sama demi keutuhan rumah tangga masing-masing. “Saya belum jelaskan tujuan saya ketemu Mbak Nashwa.” Bastian menahan langkahnya. Dia melirik jam. Jarum panjang baru berada di angka lima. Baru lima menit mereka bertemu. “Memangnya tujuan Masnya apa, ya?” “Mbak, pasangan kita sama-sama sedang salah jalan, kita tidak bisa diem aja dong, Mbak. Saya masih mencintai istri saya, saya ingin rumah tangga kami bisa diselamatkan.”“Terus?” tanya Nashwa ketus.Mood-nya sudah rusak akibat melihat foto suaminya bersama Anggita. Seharusnya Bastian tidak perlu memperlihatkan foto itu. Sayangnya laki-laki itu tidak banyak berpikir se
Last Updated: 2025-12-17
Chapter: 16.BSetelah beberapa saat saling diam, Bastian memulai lagi percakapan. Laki-laki itu kini lebih tenang. Bersikap sedikit lebih bijak. Dia ingin mempertahankan pernikahannya. Tidak mau mengecewakan orang tua dan anaknya. Selain itu, dia juga begitu mencintai Anggita. Dulu, apapun dia lakukan untuk mendapatkan Anggita. Meski harus melibatkan kekuasaan orang tua agar bisa menjodohkannya dengan Anggita. Kini dia juga harus melakukan apapun agar pernikahannya tidak berakhir begitu saja. .Jam sebelas siang, kelas sudah selesai. Nashwa beristirahat sejenak sebelum memulai aktivitas lagi. Hari ini dia jadwal piket kelas fullday. Masih ada beberapa jam untuk istirahat. Dia gunakan untuk mencari jajanan di warung dekat sekolah. Kandungannya memasuki usia enam bulan. Kini dia sudah tidak mual-mual lagi, tapi nafsu makannya bertambah. Dia harus sedia cemilan setiap saat. "Maaf, ini mbak Nashwa?" Seseorang menemuinya saat dia sedang di warung. Dia Bastian. Laki-laki itu diam-diam mencari tahu t
Last Updated: 2025-12-16

Jodoh Kesasar
Abyan mengutus dua orang suruhannya untuk melamar kekasihnya di Jawa. Dia sengaja tidak memberitahu terlebih dahulu karena ingin membuat kejutan. Sampai di Desa tujuan, Joni dan Fathul--orang suruhan Abyan menunaikan tugasnya dengan baik.
Lamaran merekapun diterima dengan baik. Abyan merasa lega dan memutuskan mendatangi rumah calon istrinya itu untuk membicarakan tentang tanggal pernikahan.
Tiba di sana, Abyan disambut dengan hangat oleh Ayah dan Ibunya. Namun saat melihat anak Gadis yang keluar membawakan cangkir berisi minuman untuknya, dia bingung karena tidak mengenali gadis itu.
"Kalian nggak salah alamat kan?" tanya Abyan menginterogasi orang suruhannya itu.
"Enggak, Bos. Ini real, Namanya Nabila kan? Anaknya Ibu Sri Hartini dan Pak Agus Winarto?"
Abyan mengembuskan napas kasar, ditoyornya kepala kedua orang suruhannya itu.
"Nabila dari mana? Nadia gublok! Orang tuanya Sri Rahayu dan Agus Suwito" desis Abyan geram. Dia mengacak rambutnya dengan sedikit menariknya.
"Kenapa kalian bisa salah?"
"Loh ini catetannya dari Fathul kok, Bos." Dia menyerahkan selembar kertas.
Nabila Saraswati
Ibu Sri Hartini
Bapak Agus Winarto.
"Siapa yang nyatet ini?" tanya Abyan geram.
"Fathul, Bos." jawab Joni.
"Sini kamu Fathul, saya bilang Nadia Sasmita, Ibu Sri Rahayu dan Bapak Agus Suwito, kenapa bisa salah?" Abyan sangat geram, ingin sekali memaki mereka dengan keras tapi dia menyadari sedang bertamu di rumah orang.Sementara yang dimarahi hanya garuk-garuk kepala kaya orang bingung.
Ditengah kemarahannya, Joni menepuk lirih lengan Abyan.
"Pak, Bapak lupa ya, kan si Fathul rada budeg."
Read
Chapter: EndingAllah punya cara sendiri dalam menjodohkan ummatnya. Ada banyak cara unik Allah dalam menemukan jodoh, seperti halnya aku dan Mas Abi, yang berjodoh dengan cara nyasar.Kalau dipikir-pikir memang tidak nalar. Tapi beginilah jalannya. Dan meski begitu, pada akhirnya kami bisa saling mencintai dan saling melengkapi.***“Papa ....” Bocah kecil itu tertatih menghampiri Mas Abi yang baru pulang kerja.“Hay Putri.” Mas Abi menyambutnya dengan membuka kedua tangannya dan Faza langsung meraih tubuhnya dengan langkah tertatih karena belum lancar berjalan.“Sini sama mama dulu, Papa baru pulang, masih capek.” Aku bermaksud memindahkan Faza ke gendonganku tapi dia menggeleng cepat malah bersembunyi di leher Mas Abi.“Udah nggak apa-apa, bikinin teh aja ya,” pinta Mas Abi. Dia lalu mengangkat tubuh Faza tinggi-tinggi membuatnya tertawa.Aku segera membuatkan teh dan menyiapkan air untuk Mas Abi. Setelah air siap, aku membawakan secangkir teh ke ruang tengah, tapi di sana tidak ada. Kuletakkan sa
Last Updated: 2025-11-03
Chapter: Obat HatiSudah tiga hari aku kembali ke rumah, selama itu pula aku tidak pernah menyentuh Faza kecuali saat memberinya ASI, itupun karena Mas Abi yang meminta, memerah ASI-pun karena bengkak dan sakit sehingga terpaksa aku melakukan pumping...“Kamu kenapa?” Mas Abi merebahkan diri di belakangku, tangan besarnya melingkar di perutku.“Nabila,” panggilnya lagi karena aku masih bergeming.Dia lalu mengangkat tubuhku membuatku duduk dan berhadapan dengannya.“Sini cerita sama saya,” ucapnya sambil menatapku dalam. Bahkan saking dalamnya, aku sampai takut tenggelam.“Hey!” Dia mengangkat daguku karena tetunduk.“Aku ... Aku ... Huwaaa ....” Bukannya berbicara, aku malah gegerungan persis anak kecil minta mainan. Entah kenapa perasaanku begitu aneh. Seperti ada sesuatu yang menghimpit di dada.Dia menarikku ke dalam pelukannya, membuatku merasa nyaman dan semakin menumpahkan tangis di sana.“Sudah bisa cerita?” tanyanya setelah aku puas menangis. Dia merenggangkan pelukan dan mengusap air mataku
Last Updated: 2025-10-25
Chapter: Baby Blues SyndromeAku membuka mata perlahan, memandang ruangan yang di dominasi warna putih.“Nabila, kamu sudah sadar?” Mas Abi yang berada di sampingku mendekatkan wajahnya.“Memangnya aku pingsan?” tanyaku balik dengan lirih. Entah kenapa tenagaku seperti habis terkuras.“Alhamdulillah,” lirihnya. Dia lalu menghujaniku dengan ciuman.“Terimakasih sudah berjuang,” ucapnya lagi sambil mengecup jemariku.Berjuang? Apa aku habis perang melawan penjajah?“Sebentar saya panggilkan dokter.” Dia lalu keluar dan kembali lagi dengan seorang dokter laki-laki.“Alhamdulillah, sudah bisa pindah ke ruang perawatan,” kata dokter muda itu setelah memeriksaku.“Alhamdulillah,” ucap Mas Abi masih tetap menggenggam erat jemariku.Aku lalu pindah ruangan. Brankar di dorong oleh beberapa petugas. Selama perjalanan, Mas Abi tidak melepas genggamannya. “Nabila ... Alhamdulillah, Nduk.” Mamak tergopoh-gopoh memasuki ruanganku. Dia memelukku penuh haru. Begitupun Bapak, yang tak henti mengusap kepalaku.“Laper, Mak,” renge
Last Updated: 2025-10-25
Chapter: LelahPak Santoso, adalah driver taksi yang sudah disiapkan Mas Abi untuk keadaan darurat. Akhir-akhir ini Mas Abi sering tugas di luar kampus, jadi dia mem-booking Pak Santoso agar siap siaga kapanpun dibutuhkan..."Baru pemukaan tiga, sabar dulu ya, Mbak. Nanti setengah jam lagi kita cek lagi. Tidurnya miring ke kiri," ucap seorang bidan yang menanganiku."Masih lama nggak?""Nanti tunggu pembukaan sepuluh, sabar ya."Haduh. Pembukaan sepuluh, sedangkan ini baru pembukaan tiga saja sudah sesakit ini. Bagaimana kalau sampai sepuluh, apa aku akan kuat."Mak, panggilin Mas Abi. Aku mau Mas Abi sekarang!""Iya-iya." Mamak mengambil ponsel dan menelepon Mas Abi."Maakk ...." Setengah menjerit aku memanggil Mamak karena perut rasanya seperti ditekan."Sabar, Bila. Banyakin berdoa biar bayi kamu keluar dengan selamat dan kamu juga selamat--""Argggh ...." Aku mengerang, saat ini aku tidak butuh nasehat, aku cuma butuh Mas Abi di sampingku."Jangan ngeden dulu ya, Mbak, ini sudah pembukaan tuju
Last Updated: 2025-10-24
Chapter: Welcom Baby"Kamu kenapa cengar-cengir gitu, Bil?" Mamak menatapku khawatir menyadariku bertingkah tidak biasa. Sejak pagi, aku merasa perutku mengencang, rasanya mau buang air besar, tapi saat ke kamar mandi rasa mulas hilang."Nggak apa-apa, Mak. Perut Bila cuma agak kenceng aja," jawabku. Aku tidak mau membuat Mamak khawatir, apalagi sekarang Mas Abi sedang mengisi seminar, jadi aku tidak bisa bermanja-manja.Tetap kupaksakan diri ke laundry, meski perut sebentar kencang sebentar tidak. Aku tetap mau pergi agar tidak terlalu merasakan sakit. Tapi sepertinya Mamak bisa menangkap gelagatku yang sering menahan sakit."Kami tetap mau ke Loundry, Bil? Rumah aja lah, Mamak kuwatir kamu lairan di sana.""Ya kalo kerasa nanti kan tinggal berangkat ke rumah sakit, Mak," elakku."Nggak-nggak! Kamu tetep rumah aja, udah siapin keperluan yang mau dibawa buat lahiran?" tanya Mamak seolah-olah aku sudah mau lahiran."Udah si, Mak.""Baju ganti kamu, terus perlengkapan bayi udah belom?""Udah." Aku ingat nas
Last Updated: 2025-10-24
Chapter: Love sekebon"Ya sama kampungku, Mas, emang sama siapa?" "Bukan sama seseorang yang ada di kampung?""Mas apaan, sih posesif gitu." Aku merengut. Padahal kan aku benar-benar rindu dengan suasana kampung...Sesuai perkiraan Mas Abi, hari ini Mamak dan Bapak sampai. Jam lima sore, mereka sudah sampai di rumah. Aku menyambutnya dengan pelukan hangat. Rindu sekali dengan Mamak yang bawel, dan Bapak yang apa adanya."Nabila, kamu tuh udah hamil segede itu malah jingkrak-jingkrak, nyeri Bapak lihat perutmu mentul-mentul," ucap Bapak. "Ho'oh, weteng wes gede ngono, egen pecicilan wae, Bil Bil." Mamak turut menimpali. "Kangen banget, Mak. Kan Bila seneng, akhirnya Mamak nemenin Bila disini, besok Bila ajakin jalan-jalan ke Mall, Mak." Aku memeluk Mamak lagi. Bapak melihatku sambil geleng-geleng kepala.Aku lalu mengajak mereka ke kamar yang sudah di persiapkan. Ruangan kosong yang sebelumnya dijadikan gudang, disulap jadi ruang kerja, sedangkan ruang kerja yang awalnya memang kamar tamu, dijadikan ka
Last Updated: 2025-10-22