BUKAN MENANTU KAMPUNGAN

BUKAN MENANTU KAMPUNGAN

last updateLast Updated : 2025-03-16
By:  JielmomCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
116Chapters
5.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Alea dipandang sebelah mata hanya karena lulusan SMK Tataboga oleh Bu Aminah, ibu dari Farhan, kekasih Alea. Apalagi pertemuan mereka diawali ketika Alea membantu mencuci piring di Restoran Homy Private Dining, yang terlihat sepi. Sematan si pencuci piring ini melekat pada Alea, sampai dia menikah dengan Farhan. Andai saja keluarga Farhan tahu kalau Alea bukanlah orang yang seperti mereka pikirkan, mungkin mereka akan menjilat kaki Alea.

View More

Chapter 1

Bab 1. Kedatangan Ibu Aminah

“Alea!!”

Pintu rumah diketuk, membuatku cukup kaget karena ketukannya cukup keras.

“Hm, ada apa sih, berisik banget!” geliat mas Farhan yang masih tertidur.

“Ibumu datang!”

Kulihat jam baru saja pukul enam pagi, tapi ibu Aminah, mertuaku, sudah ada di depan pintu rumah.

“Alea! Buka pintunya!” teriaknya lagi.

Gegas aku bangun, setengah berlari untuk membuka pintu rumah.

“Lama banget sih? Ngapain saja? Baru bangun? Jam segini kok masih aja tidur? Lihat nih ibu baru pulang dari pasar, bawain lontong kari buat Farhan! Ambil mangkuknya!” perintah ibu mertuaku itu sambil menyodorkan kantong kresek berwarna hitam.

Aku membawanya ke ruang makan dan membuka bungkusan kresek itu. Hanya ada satu. Ibu mertuaku hanya membeli satu dan itu khusus untuk mas Farhan. Kutuang lontong kari itu dan kutaruh diatas meja untuk sarapan mas Farhan sebelum ke kantor.

Mas Farhan setelah tahu ibunya datang, dia langsung ke kamar mandi. “Alea, tolong siapin baju kerja dan bekalku ya,” ucap mas Farhan tersenyum sambil mengedipkan salah satu matanya.

Dia mengerti, kalau ibunya datang, pasti akan selalu ngomong panjang lebar dan bisa-bisa dia terlambat masuk kerja. Urusan ibu, biasanya di alihkan kepadaku.

“Mana Farhan?”

“Sedang mandi, Bu. Ibu mau dibuatkan apa? Teh? Kopi?” tawarku.

“Kamu belum masak?” balik bertanya.

“Mau Bu, aku mau siapin bekal untuk ma Farhan.”

“Bekal? Kok kaya anak sekolahan saja pake bekal. Kenapa? Ingin hemat? Tapi ya gak kampungan kaya gitu juga. Farhan itu kerja kantoran. Masa bawa bekal rantangan?”

“Gak pake rantang Bu, ini pake tempat bekal seperti ini. Emang sih seperti anak sekolah, tapi dengan bekal bisa lebih irit.”

“Malu-maluin aja!”

Aku hanya terdiam, aku keluarkan beberapa container kecil yang memang aku siapkan dari dalam kulkas. Aku goreng ayam yang sudah diungkep, dan tumis brokoli yang sudah aku siapkan sebelum dimasukkan ke dalam kulkas. Istilahnya adalah food preparation. Benar-benar memangkas waktu lebih cepat, bahkan sebelum mas Farhan selesai mandi, aku sudah siap dengan bekalnya, tinggal menyiapkan baju kerjanya.

“Apa Farhan sudah gajian?” bisiknya padaku yang mengikuti hingga ke kamar.

“Sudah.”

Ibu mertua tersenyum senang mendengar mas Farhan sudah mendapat gaji, itu artinya, uang bulanan untuknya akan segera diberikan.

“Han? Ibu sudah belikan lontong kari kesukaanmu, loh,” ucap ibu ketika mas Farhan baru saja keluar dari kamar mandi.

“Ya, Bu. Farhan pakai baju dulu.”

Aku keluar kamar dan ibu mengikutiku sambil matanya memindai setiap sudut rumah. Setiap kali ibu mertuaku datang, selalu saja ada hal-hal yang selalu menjadi bahan kritikan.

“Alea, kamu kan tidak kerja, mbok ya baju kotor itu langsung segera dicuci! Jangan ditumpuk begitu saja! Lihat itu sampah, kalau malam langsung diikat kantong kreseknya, biar gak didatangi tikus!”

“Ya, Bu! Alea ini kerja loh Bu,” ralatku.

“Kerja? Kerja kok nyuci piring! Malu-maluin aja Alea. Lebih baik kamu tinggal di rumah saja. Gaji Farhan masih bisa buat nanggung kamu makan kok,” sahut ibu mertuaku.

Aku hanya terdiam mendengar ucapan ibu mertuaku itu. Sebenarnya, pekerjaanku bukanlah mencuci piring. Aku adalah konsultan menu pada restoran dengan layanan privat dining yang ada di Jakarta ini. Ayahku yang mendirikan restoran ini dan memberikannya kepadaku untuk aku kelola karena aku baru saja menyelesaikan studiku sebagai cuisine and pastry di Paris, Prancis. Bersama dengan tim, Restoran dengan nama Homy Private Dining itu, hanya menyajikan masakan dengan tamu undangan yang terbatas, dan tidak terbuka untuk umum. Mungkin istilah ini jarang diketahui oleh orang awam yang hanya tahu jika namanya restoran itu seperti membuka toko, ada yang membeli dan ada yang masak.

Ibu menemuiku di restoran Homy Private Dining, ketika acara sudah selesai. Waktu itu baru saja jam 3 sore, karena tim kami baru melayani sebuah pesta keluarga yang menggelar makan siang bersama acara pernikahan salah satu orang kaya di kota ini. Mereka menyebutnya dengan intimate wedding. Setelah selesai, tim kami selalu membereskan kembali tempat karena sore sudah ada yang booking tempat restoran kami, dan kebetulan aku membantu mencuci piring.

“Restoran apa ini, kok sepi banget,” ucapnya kala itu. Calon Ibu mertuaku dibawa mas Farhan untuk menemuiku karena mas Farhan ingin memperkenalkan aku dengan ibunya.

“Iya Bu, tempatnya baru dipake agak sorean,” jawabku kala itu.

“Kalau nanti kamu menikah dengan Farhan, gak usah kerja lagi! Jadi ibu rumah tangga saja! Masa istri dari Farhan, sarjana ekonomi, manager perusahaan distributor punya istri kerjaannya cuci piring di restoran.”

Ingin kubantah ucapan calon ibu mertuaku itu, tapi entah kenapa aku hanya diam mendengarkan saja, aku ingin tahu apa yang ada di isi kepalanya itu.

“Lagi pula, restoran sepi begini kok ya, tetap jalan sih? Mana konsepnya gak jelas, ini rumah atau restoran,” bebernya lagi sambil memindai restoran Homy Private Dining ini.

Tadinya, aku ingin memperkenalkan tempat ini kepada calon ibu mertuaku. Pada saat mas Farhan bercerita ingin membawa ibunya untuk melihatku, aku menganjurkan untuk datang sekitar jam 3 sore sampai jam 5 sore hari ini karena jam segitu aku agak senggang. Namun, melihat reaksinya terhadap tempat ini seperti merendahkan, jadi aku putuskan untuk tidak memberitahukan kalau aku pemilik restoran ini.

“Sudah berapa lama kamu kenal dengan Farhan?”

“Enam bulan, Bu.”

“Heran deh sama Farhan. Apa sih yang dilihat dari kamu, Alea? Ibu dengar kamu hanya lulusan SMK saja? Tidak melanjutkan kuliah?”

“Ya, Bu. Aku lulusan SMK jurusan–.”

“Cuma lulusan SMK saja,” ulang ibu Aminah manggut-manggut. “Tapi tidak mengapa, toh memang setelah menikah, pekerjaan istri memang lebih banyak di dapur,” ujarnya lagi.

Entah mengapa, aku merasa ilfeel mendengar ucapan calon mertuaku pada saat itu. Sedangkan mas Farhan, hanya diam dan senyum-senyum saja padaku.

“Tapi Alea cantik ‘kan, Bu?”

Aku hanya menunduk mendengar pertanyaan dari mas Farhan.

“Cantik sih, gak malu-maluin buat digandeng kalau ada mantenan,” celetuk ibunya mas Farhan.

“Ya sudah! Karena keinginan Farhan, ibu akan menemui orang tuamu. Kapan mereka ada waktu?”

“Ibu mau menemui orang tuaku?”

“Iya, sekalian mau melamarmu untuk Farhan.”

Aku kaget, dan menatap mas Farhan. Aku tidak menyangka jika ibunya mas Farhan kala itu langsung memintaku untuk menjadi istrinya.

“Akan aku hubungi orang tuaku. Kapan mereka ada waktu. Apakah ibu dan mas Farhan akan ke rumah orang tuaku? Orang tuaku tidak tinggal di Jakarta–.”

“Oh, bukan orang Jakarta? Agak repot juga kalau kita harus keluar kota. Apa bisa mereka yang datang ke Jakarta? Farhan kan kerja, kalau harus keluar kota, mesti harus cuti terlebih dahulu.”

“Apa orang tuanya kita undang ke Jakarta saja, Bu? Sambil kita ajak jalan-jalan ke Monas?” tanya Farhan.

“Apa bisa orang tuamu datang ke Jakarta?” tanya Bu Aminah sambil menatapku.

“Sepertinya, bisa jika mereka tidak sibuk.”

“Nanti ongkosnya dibayari oleh Farhan. Tenang saja. Kalau bisa Minggu depan undang mereka datang ke Jakarta. Ibu akan buat acara lamaran di rumah saja,” putus Bu Aminah.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
116 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status