Chapter: Bab 62. Penculikan GemiSudah lewat semingu sejak Nakula akhirnya diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Pria itu menunjukkan progres pemulihan yang memuaskan, sehingga para dokter dan perawat pun terkejut melihatnya. Gemi, yang diliputi senang, akhirnya mengantarkan Nakula pulang. Penyelidikan kasus sebelumnya juga sudah terpotong lama karena Gemi mau tidak mau harus menunggu Nakula sembuh. Dia tidak bisa menyeleweng dari perintah sang suami yang menyuruhnya beristirahat, padahal satu-satunya yang butuh istirahat adalah Nakula. “Nakula,” kata Gemi saat memasuki ruang kamarnya. Wanita itu terkejut melihat Nakula bukannya berbaring malah berdiri di hadapan balkon sambil menatap titik entah di luar sana. “Astaga, apa yang kamu lakukan? Harusnya kamu masih tiduran!”Nakula berbalik sambil tersenyum. “Saya tidak apa-apa, Gemi. Saya hanya rindu saja dengan kamar ini.” Saat Gemi mendekat, Nakula merepetkan tubuh. Jemari Nakula menari-nari di pipi Gemi. Suaranya rendah saat berkata, “Dan saya juga rindu menyentu
Last Updated: 2025-10-25
Chapter: Bab 61. Dua Musuh Sebenarnya“Nakula, kamu sudah bangun?” Gemi baru saja masuk ke ruang rawat dan terkejut saat melihat Nakula tengah menggeledah laci nakas. Pria itu terlihat gelisah. Gemi mendekap tasnya dengan baik di pundak. “Ya, saya bangun dan kamu tidak ada di mana pun,” kata Nakula, kemudian dia menatap Gemi lebih lama daripada biasanya. “Gemi, kamu mengambil amplop cokelat yang dikirim oleh Dirga untukku?” “Itu….” Gemi tidak punya alasan untuk mengelak. Jadi, dia mengakuinya. “Betul, aku yang mengambilnya.” “Kamu membacanya?” Gemi mengangguk. Nakula menarik napas dalam-dalam seolah menahan frustrasi. “Kenapa, Gemi? Kamu berjanji pada saya tidak akan menyentuh amplop itu. Sekarang kamu melanggar kesepakatannya? Apa yang mau coba kamu temukan?” “Nakula, dengar, aku sudah tahu siapa yang menjebak kita di kamar hotel saat itu.” Gemi mengalihkan pembicaraan dengan cepat. Nakula mengernyitkan kening. “Hah, siapa menurutmu?” “Ayahku sudah mengakui perbuatannya.” Kemudian Gemi menceritaka
Last Updated: 2025-10-17
Chapter: Bab 60. Semuanya TerungkapPagi pukul 09.39. Setelah memastikan Nakula meminum obatnya dan tidur, Gemi menyelinap keluar dari kamar rawat diam-diam, menuju kantin rumah sakit yang masih sepi. Kemarin, mulanya Gemi meminta sang ayah untuk bertemu di yayasan tempatnya bekerja, tetapi Gemi sadar tempat itu kurang baik. Ada banyak mata-mata Nakula di sana, dan Gemi tidak mau mereka memberitahu kepada Nakula tentang pertemuan rahasia ini. Jadi, Gemi mengganti tempat pertemuannya di kantin rumah sakit. Dia menengok jam di layar ponsel, terpikir akan menelepon saja ayahnya, ketika mendadak terdengar bunyi langkah mendekat. Saat Gemi mendongak, wajah sang ayah menyambutnya. “Ayah?”“Gemi, rindu sekali Ayah padamu, Nak.” Ayahnya langsung memeluk Gemi erat. Gemi merasa kikuk dan kaku. Sudah bertahun-tahun dia tidak merasakan dekapan dari sang ayah. Wanita itu tentu rindu, tetapi di saat bersamaan juga sedih dan bingung. Mengapa sang ayah tiba-tiba berubah menjadi baik? Apa yang dia sembunyikan? “Langsung saja, Ayah
Last Updated: 2025-10-16
Chapter: Bab 59. Kupu-Kupu LilithSudah berlalu bertahun-tahun sejak Gemi terakhir mendengar ayahnya meminta maaf. Malam itu, pengakuan tulus sang ayah membuat Gemi diserang rasa rindu bertubi. Sebenarnya apa yang terjadi selama ini? Pada waktu Gemi terperangkap tidur di hotel bersama Nakula, ayahnya marah besar sehingga mengusir Gemi dari rumah. Gemi pikir sejak saat itu ayahnya tidak memedulikannya lagi. Tapi sekarang? Mengapa sang ayah kembali baik kepadanya? Ah, sudahkah. Jangan berpikir berat dulu, Gemi meyakinkan diri. Kemudian dia beralih pada sesuatu yang hendak diselidikinya. Di hadapan Gemi, terpampang sebuah layar komputer yang sedang menyala. Beberapa menit lalu Gemi akhirnya kembali ke rumah Nakula untuk memeriksa sendiri laporan barang bukti dari Dirga. Setelah segalanya siap, Gemi memasukkan kepala USB pada port yang kosong, kemudian mendapati jendela baru berkedip di layar. Ketika dibuka, isinya adalah folder-folder berisi foto. Jantung Gemi berdegup kencang. Sekarang sudah tidak ada jalan kembali.
Last Updated: 2025-10-10
Chapter: Bab 58. Panggilan Dari AyahPukul 20.12. Gemi duduk di sofa kamar rawat Nakula sambil menatap suaminya yang sudah tertidur setelah meminum obat. Dengan gerakan pelan, Gemi merogoh sesuatu di tasnya untuk mengeluarkan amplop berisi foto-foto pemberian pria dengan luka di wajah kemarin. Wanita itu kembali menatap selembar foto yang menunjukkan interaksi antara Dirga dan Rajendra. Sejak kemarin, benaknya gatal untuk memberitahu Nakula, tetapi dia selalu menahan diri, setidaknya sampai suaminya itu sembuh. Dilingkupi penasaran yang semakin meradang, Gemi teringat dengan amplop cokelat berisi laporan penyelidikan Dirga, yang tadi pagi dia berikan kepada Nakula. Gemi sudah bilang pada Nakula bahwa dia tidak akan menyentuh amplop itu, tetapi… hatinya tetap tidak tenang. Bagaimana bila di amplop itu, Dirga menyembunyikan sesuatu yang penting? Menelan ludah gugup, Gemi berdiri dari sofa dan perlahan-lahan menghampiri nakas di dekat ranjang. Nakula masih tertidur pulas, jadi Gemi menarik lacinya hingga terbuka, mengore
Last Updated: 2025-10-09
Chapter: Bab 57. Ciuman Tulus“Nakula, gimana perasaaanmu?” Gemi bertanya pelan ketika Nakula akhirnya terbangun pagi itu. Masih tampak pucat, dan linglung. Sang abang berdiri di belakangnya tanpa mengatakan apa-apa. “Gemi,” Nakula menyentuh tangan Gemi yang tertangkup di pipinya. “Kamu nggak luka, kan?”“Harusnya kamu tanya itu ke dirimu sendiri.” Gemi tersenyum lemah. “Aku baik-baik aja. Kamu menyelamatkanku lagi kemarin.”“Apa pria itu sudah tertangkap?” Mendadak Nakula mendorong tubuhnya bangkit. Rasa sakit menusuk di perutnya, membuatnya buta sejenak. Gemi membujuk agar Nakula tetap berbaring, sehingga pria itu menurutinya. “Belum,” Gemi menggeleng. “Tapi kamu nggak usah memikirkan hal itu untuk sementara waktu ini. Fokus dulu untuk kesembuhanmu.”“Mas Dirga?” Nakula menatap abangnya yang berdiri dengan wajah datar. “Mas juga di sini?”“Mana mungkin aku nggak menjenguk adikku yang sedang terluka?” “Ayah tahu?” Dirga terdiam sebentar. “Belum. Beliau juga masih dalam perawatan. Kalau tahu kamu terluka juga
Last Updated: 2025-10-08
Hasrat Cinta Tuan William
Setelah dijual oleh ayahnya sendiri kepada seorang desainer legendaris bernama William Neil, gadis 18 tahun bernama Lira Suhita hidup dalam dunia penuh cahaya dan kamera, tetapi tanpa kebebasan. William menjadikannya seorang bintang model, membentuk Lira sesuai visi dan ambisinya.
Namun, di balik kilau busana dan tepuk tangan, Lira justru terjebak dalam pesona pria berusia 36 tahun yang berbahaya—ambisius, manipulatif, dan obsesif.
Saat cinta dan ketakutannya bercampur, Lira harus memilih: tunduk pada William yang telah menjadikannya bintang model … atau membuang semua kemewahan ini demi kebebasan yang dahulu dia impikan.
Read
Chapter: 88. Pertanyaan MembanjirPagi itu mansion terasa lebih tenang dari biasanya. Cahaya matahari masuk melalui jendela ruang makan, jatuh di meja panjang tempat Lira dan William duduk berhadapan. Aroma roti panggang dan kopi masih hangat, tapi William tampak belum sepenuhnya hadir. Sendoknya bergerak mekanis, matanya kosong, pikirannya entah tertinggal di mana.Lira memperhatikannya diam-diam.Ia tahu William berusaha terlihat baik-baik saja. Senyum tipis itu, cara pria itu mengangguk setiap kali Annalise bertanya—semuanya terlalu rapi untuk disebut alami. Ada sesuatu yang masih menghimpit dadanya.“Will,” panggil Lira pelan.“Hm?” William tersadar, menoleh. “Ada apa?”Lira tersenyum, lalu merogoh saku hoodie-nya. “Sebenarnya… aku belum benar-benar selesai memberi hadiah ulang tahunmu.”William mengerjap. “Bukankah tadi malam sudah?”“Belum yang ini.”Lira mengulurkan tangannya. Di telapak tangannya tergeletak sebuah gelang rajut sederhana. Warnanya hitam, benangnya tebal tapi rapi. Di tengahnya tergantung lionti
Last Updated: 2025-12-24
Chapter: 87. Kejutan Ulang TahunPagi itu Lira terbangun dengan perasaan yang ringan, sesuatu yang jarang ia rasakan sejak kebakaran studio Averi mengaburkan hari-hari mereka. Cahaya matahari menyelinap lewat sela tirai, jatuh lembut di lantai kamar. Untuk sesaat, ia hanya berbaring, mendengarkan rumah bernapas—langkah pelayan di kejauhan, denting peralatan dapur yang samar.Ketukan pelan terdengar di pintu.“Masuk,” ucap Lira.Annalise muncul dengan senyum hangat yang khas. “Selamat pagi, Nona.”“Pagi, Annalise.” Lira bangkit setengah duduk. “Ada apa?”Annalise menutup pintu perlahan, lalu mendekat. “Saya hanya ingin mengingatkan… lusa adalah ulang tahun Tuan William.”Lira terpaku sesaat. “Lusa?”Annalise mengangguk. “Beliau jarang merayakannya. Bahkan sering lupa. Tapi saya pikir… tahun ini berbeda.”Mata Lira berbinar. Beban di dadanya seolah tersingkap sedikit. “Aku ingin menyiapkan sesuatu,” katanya cepat, hampir berbisik. “Sebuah kejutan. Yang sederhana, tapi hangat.”Senyum Annalise melebar, ada kilat haru di
Last Updated: 2025-12-21
Chapter: 86. Menunggu Api BerkobarTelevisi di ruang keluarga menyala tanpa suara, tetapi gambar-gambarnya cukup untuk menusuk siapa pun yang menatapnya terlalu lama. Api menjilat dinding studio Averi. Asap hitam membumbung, merobek langit seperti luka yang tak sempat dijahit. Judul besar berlari di bagian bawah layar: STUDIO RESMI AVERI TERBAKAR — POLISI SELIDIKI PENYEBAB.William berdiri membelakangi layar, kedua tangannya menekan tepi meja kerja. Bahunya tegang, punggungnya lurus—terlalu lurus untuk seseorang yang sedang runtuh.“Belum ada kesimpulan,” suara pembawa berita terdengar samar. “Namun pihak kepolisian menduga adanya unsur kesengajaan—”Klik.William mematikan televisi.Ruangan mendadak sunyi. Sunyi yang berat, seperti ada sesuatu yang runtuh perlahan di dalam dada. Ia menunduk, napasnya tertahan, lalu dihembuskan pelan—seakan takut udara pun bisa memecahkan sesuatu yang rapuh.“Will,” suara Lira datang hati-hati dari belakang. “Kau… mau minum sesuatu?”William tidak menoleh. “Tidak.”Nada itu pendek, din
Last Updated: 2025-12-19
Chapter: 85. Seluruh Koleksi HangusPagi itu studio latihan dipenuhi cahaya putih yang jatuh dari jendela tinggi. Lira berdiri di tengah ruangan, menarik napas panjang, lalu melangkah. Gerakannya mantap, bahunya tegak, tatapannya tidak lagi ragu seperti beberapa bulan lalu.Ringga memperhatikannya dari sudut ruangan, tangan bersedekap.“Cukup,” katanya akhirnya. “Istirahat sepuluh menit.”Lira tersenyum kecil. Ia mengambil handuk, menyeka peluh di pelipisnya, lalu duduk di lantai kayu yang dingin. Ringga menghampiri, kali ini tanpa wajah galak yang biasanya.“Belakangan kau jauh lebih stabil,” ucapnya. “Aku bahkan tidak perlu bentak-bentak lagi.”“Itu pujian, kan?” Lira terkekeh.Ringga mendengus. Lalu, tanpa basa-basi, ia bertanya, “Kau ada hubungan apa dengan Tuan William?”Handuk di tangan Lira berhenti bergerak.Ia menoleh. Tidak ada tuduhan di wajah Ringga. Hanya pengamatan tajam."Eh... apa maksudmu?""Jangan bohong," sergah Ringga. "Seluruh orang di mansion sudah bisa menduga kau ini ada apa-apa dengan Tuan Willi
Last Updated: 2025-12-18
Chapter: 84. Setelah Melakukannya DenganmuPagi datang dengan cahaya tipis yang menyelinap di sela tirai.Lira terbangun dalam keheningan yang asing. Tubuhnya hangat, terlalu hangat untuk ukuran tidurnya sendiri. Saat ia bergerak sedikit, ia menyadari sesuatu—ia berada di dalam pelukan seseorang.William.Lengan pria itu melingkar longgar di pinggangnya, napasnya teratur, dadanya naik turun perlahan. Seprai kusut, bantal terlempar ke lantai, gaun tidur Lira tergeletak sembarangan di kursi.Kesadaran itu menghantam Lira pelan… lalu keras.Dia benar-benar melakukannya semalam... dengan William.Dadanya mengencang. Bukan karena penyesalan—melainkan karena rasa tak percaya. Ada gugup, ada malu, ada bahagia yang mengalir bersamaan dan membuat matanya panas.Ia menatap wajah William dari jarak sedekat ini. Garis rahang tegas itu terlihat lebih lembut saat tertidur. Tidak ada aura dingin, tidak ada tatapan tajam—hanya seorang pria yang kelelahan dan akhirnya menemukan tenangnya.William bergerak. Matanya terbuka perlahan.Tatapan mer
Last Updated: 2025-12-16
Chapter: 83. Tidak Ingin BerhentiWilliam dan Lira berbaring di ranjang yang sama.Lampu tidur menyala redup, menyisakan cahaya keemasan yang lembut. Lira menyandarkan kepala di lengan William, tubuhnya menghadap dada pria itu. William mengusap rambut Lira perlahan, gerakannya nyaris mekanis—seperti kebiasaan lama yang muncul tanpa disadari.Lira belum memejamkan mata.Di dalam dadanya, ada gelisah yang berputar-putar, tidak mau diam. Ada rasa hangat karena berada di dekat William, tapi juga perih yang tak bisa ia jelaskan. Nama Silvana masih bergema di kepalanya, seperti bayangan yang tak mau pergi.Dalam kesunyian itu, Lira akhirnya membuka suara.“Will…”“Hm?”“Maukah kau menceritakan sedikit kisahmu padaku?”William terdiam. Jarinya berhenti sesaat di rambut Lira, lalu kembali mengusap pelan.“Kisah yang mana?” tanyanya hati-hati.Lira menelan ludah. “Tentang Nyonya Silvana. Aku ingin tahu… bagaimana kalian bertemu.”Kalimat itu keluar dengan susah payah. Ada sakit yang menyelip di sela-selanya—seperti mengorek lu
Last Updated: 2025-12-15