Karena lahir di keluarga pejabat yang terpandang, Gemilau Maharani selalu dijaga ketat oleh seorang pengawalnya yang dingin dan hanya berbicara bila diperlukan, yaitu Nakula Yudistira. Gemi kira kehidupannya akan baik-baik saja selama dia berada dalam lindungan Nakula, akan tetapi sebuah insiden datang dan menjungkirbalikkan dunianya; Gemi tiba-tiba saja terbangun di sebuah kamar hotel bersama pengawalnya sendiri. Akibat hal itu, Gemi difitnah sebagai seorang gadis murahan yang menjajakan tubuh secara cuma-cuma. Kini Gemi harus menghadapi hinaan publik sekaligus mencari tahu siapa dalang yang menjebaknya.
View MoreSudah berlalu bertahun-tahun sejak Gemi terakhir mendengar ayahnya meminta maaf. Malam itu, pengakuan tulus sang ayah membuat Gemi diserang rasa rindu bertubi. Sebenarnya apa yang terjadi selama ini? Pada waktu Gemi terperangkap tidur di hotel bersama Nakula, ayahnya marah besar sehingga mengusir Gemi dari rumah. Gemi pikir sejak saat itu ayahnya tidak memedulikannya lagi. Tapi sekarang? Mengapa sang ayah kembali baik kepadanya? Ah, sudahkah. Jangan berpikir berat dulu, Gemi meyakinkan diri. Kemudian dia beralih pada sesuatu yang hendak diselidikinya. Di hadapan Gemi, terpampang sebuah layar komputer yang sedang menyala. Beberapa menit lalu Gemi akhirnya kembali ke rumah Nakula untuk memeriksa sendiri laporan barang bukti dari Dirga. Setelah segalanya siap, Gemi memasukkan kepala USB pada port yang kosong, kemudian mendapati jendela baru berkedip di layar. Ketika dibuka, isinya adalah folder-folder berisi foto. Jantung Gemi berdegup kencang. Sekarang sudah tidak ada jalan kembali.
Pukul 20.12. Gemi duduk di sofa kamar rawat Nakula sambil menatap suaminya yang sudah tertidur setelah meminum obat. Dengan gerakan pelan, Gemi merogoh sesuatu di tasnya untuk mengeluarkan amplop berisi foto-foto pemberian pria dengan luka di wajah kemarin. Wanita itu kembali menatap selembar foto yang menunjukkan interaksi antara Dirga dan Rajendra. Sejak kemarin, benaknya gatal untuk memberitahu Nakula, tetapi dia selalu menahan diri, setidaknya sampai suaminya itu sembuh. Dilingkupi penasaran yang semakin meradang, Gemi teringat dengan amplop cokelat berisi laporan penyelidikan Dirga, yang tadi pagi dia berikan kepada Nakula. Gemi sudah bilang pada Nakula bahwa dia tidak akan menyentuh amplop itu, tetapi… hatinya tetap tidak tenang. Bagaimana bila di amplop itu, Dirga menyembunyikan sesuatu yang penting? Menelan ludah gugup, Gemi berdiri dari sofa dan perlahan-lahan menghampiri nakas di dekat ranjang. Nakula masih tertidur pulas, jadi Gemi menarik lacinya hingga terbuka, mengore
“Nakula, gimana perasaaanmu?” Gemi bertanya pelan ketika Nakula akhirnya terbangun pagi itu. Masih tampak pucat, dan linglung. Sang abang berdiri di belakangnya tanpa mengatakan apa-apa. “Gemi,” Nakula menyentuh tangan Gemi yang tertangkup di pipinya. “Kamu nggak luka, kan?”“Harusnya kamu tanya itu ke dirimu sendiri.” Gemi tersenyum lemah. “Aku baik-baik aja. Kamu menyelamatkanku lagi kemarin.”“Apa pria itu sudah tertangkap?” Mendadak Nakula mendorong tubuhnya bangkit. Rasa sakit menusuk di perutnya, membuatnya buta sejenak. Gemi membujuk agar Nakula tetap berbaring, sehingga pria itu menurutinya. “Belum,” Gemi menggeleng. “Tapi kamu nggak usah memikirkan hal itu untuk sementara waktu ini. Fokus dulu untuk kesembuhanmu.”“Mas Dirga?” Nakula menatap abangnya yang berdiri dengan wajah datar. “Mas juga di sini?”“Mana mungkin aku nggak menjenguk adikku yang sedang terluka?” “Ayah tahu?” Dirga terdiam sebentar. “Belum. Beliau juga masih dalam perawatan. Kalau tahu kamu terluka juga
Hawa rumah sakit terasa padat oleh kesedihan. Gemi sedang menangis di ruang tunggu pasien ketika tiba-tiba suara isakannya tersela oleh bunyi langkah kaki buru-buru dari ujung lorong. Bu Uswita datang bersama salah satu utusan dari yayasan, dengan raut berduka. Begitu melihat Gemi yang sedang meringkuk di petak kursi, dia segera berlutut lalu memeluk wanita itu dengan erat, sambil menepuk-nepuk punggungnya untuk menenangkan. Gemi bercerita kepada Bu Uswita kejadian yang dia alami barusan. Tidak semua, hanya sebagian yang terasa penting untuk diberitahu. Gemi tidak bercerita mengenai rahasia apa yang selama ini digenggam oleh keluarganya sendiri dan juga Nakula, sebab dia takut kejujurannya akan membuat seluruh situasi kacau balau. “Mas Nakula masih ada di ruang operasi? Dokter bilang apa tadi?” Bu Uswita bertanya pelan-pelan. Gemi memberitahu secara singkat bahwa perut Nakula robek cukup dalam sehingga harus menjalani operasi penjahitan organ. Belum ada laporan lebih lanjut mengena
“MENJAUH DARI ORANG ITU!” Suara Nakula menggema dari kegelapan di belakangnya. Gemi baru saja berbalik untuk menatap arah Nakula datang ketika tiba-tiba saja seseorang menyambar leher Gemi dari belakang, mengungkungnya dalam rangkulan kasar. “Jangan bergerak, atau pisau ini akan menggores lehermu.” Pria dengan luka di wajah itu kini mendekatkan ujung pisau di leher Gemi. Tepat beberapa detik kemudian, Nakula sampai juga di hadapan mereka. Terengah-engah seperti habis berlari dari tempat jauh. Pria itu melihat pisau yang menodong di leher Gemi, dan langsung murka. “Lepaskan dia, kau bajingan!” Gemi meremas lengan pria asing di belakangnya ini. Setetes air mata meleleh turun dari pipinya. Sudah Gemi duga, dia adalah pria jahat. Harusnya setelah mendapatkan foto-foto tadi, Gemi langsung kabur. “Mendekat selangkah lagi, dan leher istrimu yang cantik ini akan kurobek,” ujar pria di belakang Gemi. Nakula membeku di tempatnya. Setelah mendapat lokasi Gemi dari hasil melacak ponselnya,
“Selicik-liciknya Nakula, dia tidak mungkin punya niat untuk membunuhku!” Gemi merasakan nada suaranya gemetar terguncang. Sementara pria di hadapannya tidak terpengaruh atas elakkan itu. Dia hanya menyeringai puas, seakan kemarahan Gemi adalah bahan bakar yang dia nanti-nanti. “Kamu tidak percaya karena kamu belum tahu rupa aslinya. Memangnya menurutmu tidak aneh? Dia mengorbankan masa mudanya untuk mengabdi sebagai pengawalmu bertahun-tahun. Orang-orang dengan ketekatan seperti itu selalu menyimpan rahasia besar yang tidak terduga. Kalau kamu mengecek riwayat keluarganya, kamu akan paham mengapa dia berperilaku demikian.”“Kalau dia ingin membunuhku, dia punya sejuta kesempatan. Tapi sampai saat ini, aku masih hidup. Bukankah itu aneh?” “Kau tahu mengapa sabana yang kosong jauh lebih berbahaya daripada hutan liar?” Gemi menyipitkan mata. Apa yang sedang pria ini bicarakan? “Aku nggak ngerti maksudmu.”“Kalau kamu berdiri di batu yang paling tinggi di sabana, kamu akan melihat pa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments