Home / Romansa / 06.06 / 07. Rafka

Share

07. Rafka

Author: Snowbel
last update Huling Na-update: 2021-10-11 11:07:21

"Huh, ujian nasional sudah di depan mata, kalian mau kuliah dimana?" tanya Sean, ia menyandarkan kepalanya di bahu Letta. "Aku ikut Sean, hehe." jawab Letta. 

"Gue enggak tahu, belum ada kampus yang cocok." jawab Gravano, ia memainkan marimong milik Cea. "Cea juga belum tahu, tetapi Cea mau kerja dulu, atau kerja sambil kuliah." ujarnya.

Mereka hari ini sedang duduk di kedai ice cream karena Letta berbicara jika ia ingin ice cream. "Letta mau rasa vanilla," ucap Letta saat Sean tiba-tiba berdiri, "Yang lain?" tanya Sean.

"Eung, Cea mau strawberry." seru Cea, tetapi sedetik kemudian, "Bukan strawberry tapi mint choco, hehe." kekeh Cea, "Eh, bukan, Cea mau rasa mint choco." ucapnya lagi, ingin rasanya Letta melempar sahabatnya ini ke pantai yang ada di depan, tapi ingat, masa depannya masih panjang.

Sean melirik ke arah Gravano yang sedang memperhatikan Cea mengusili Sean, "Vano, lo mau rasa apa?" tanya Sean, "Rasa matcha sama strawberry." Sean bingung, "Strawberry?" Gravano mengangguk matanya tetap melirik ke Cea.

"Waktu itu Cea sampai nangis karena enggak dikasih cokelat, jahat banget. Katanya anak kecil jangan makan cokelat, padahal Cea sudah besar." rengek Cea, Letta tertawa mendengar curhatan Cea yang tidak bermutu sebenarnya, tetapi cukup berguna untuk mengisi waktu luang.

"Suka cokelat?" Cea melirik kesampingnya lalu mengangguk antusias, "Iya, soalnya manis, enggak kayak takdir Cea." ucap Cea dramatis sambil mengusap ujung matanya yang tidak mengeluarkan air mata.

"Sean, cokelat satu!" teriak Gravano, "Rava suka cokelat?" Gravano tidak menjawab dan terfokus kembali pada marimong Cea. "Kalau suka ambil saja, Cea ada satu lagi." Gravano menggeleng.

Cea langsung mengambil cup ice cream mint choco-nya dan memakannya senang, "Cea, aaaa!" Cea melirik kesampingnya ternyata sendok berisikan ice cream cokelat terarah padanya, otomatis Cea membuka mulutnya senang.

"Sayang, kita yang pacaran tetapi kalah romantis sama mereka." rengek Letta, Sean menggaruk tengkuknya, lalu menyuapi sang kekasih. Tanpa sadar Gravano terus menyuapi Cea dan Cea terus menerimanya, mereka tertawa bahkan tidak sadar jika ada Letta dan Sean yang bertatapan aneh.

"Kalian pacaran?" tanya Sean.

"Mau."

Cea membelalakan matanya, "H-Heh!" ucapnya sambil menepuk lengan Gravano. "Iya emang mau, tapi nanti." ucap Gravano yang terlihat santai sambil terus menyuapi Cea.

"Jaga Cea, kalau bayi ini sakit karenamu, lihat akibatnya." ancam Letta tajam, Sean menelan ludahnya, kekasihnya itu garang, bahkan melebihi macan.

"Apa yang dia bilang tidak boleh terjadi."

"Aku akan membantumu."

"Bawa pergi Cea malam ini."

Pria itu mengangguk menanggapi ucapan wanita yang tengah menampakkan senyum miringnya. Misinya harus berhasil sebelum Gravano lebih jatuh cinta kepada Cea, ia tidak mau itu terjadi, Gravano miliknya, hanya miliknya.

"Iya, Kakak mau ke rumah Kak Cea." ucap Gravano sibuk sambil memakai hoddienya, lalu mengambil kunci motor dan langsung melesat begitu saja saat mendengar adiknya menangis karena ingin pulang dan bertemu Cea.

Cea berjalan membelah malam untuk pergi ke apotek untuk membeli obat pereda nyeri. Ia ingin membeli cokelat tetapi, ia harus menabung, bahkan semua gaji dari hasil menjadi guru privat belum Cea sentuh sekalipun, ia mengumpulkannya untuk suatu alasan.

"Habis darimana?" Cea tersentak saat mendengar suara pria itu, "Eh, Kak Rafka, Cea habis dar-" ucapan Cea terpotong saat Rafka menarik tubuhnya menuju gang gelap, "Lepasin, Kak!" Cea meronta, ia berteriak namun nihil kenapa tidak ada mendengarnya.

"Kakak suka kamu, kakak mau kamu jadi milikku untuk selamanya."

Gravano tersenyum hangat, "Baik, Nek. Terima kasih, Rava mau menunggu Cea di luar saja." ucapnya lalu berlalu keluar, teleponnya berdering dari Cea ia tersenyum lalu mengangkatnya, beberapa detik ia mematung dan langsung memacu motornya.

Cea meraih ponselnya lalu menekan kontak asal, tidak lama orang diseberang sana mengangkatnya, "Tolong, lepasin Cea, lepas!" Cea meraung-raung, ia melemparkan ponselnya begitu saja. Ia berharap ada yang melihat cahaya dari ponselnya.

"Kau semakin cantik ketika ketakutan."

"Kakak gila!" Cea menatap tajam Rafka, satu tamparan berhasil mendarat di pipi mulus Cea, Cea semakin takut ia semakin meraung-raung. "Kau bisa diam tidak!" Rafka mendorong tubuh Cea hingga gadis itu tersungkur, ia membuka jaketnya dan langsung berjalan ke arah Cea seperti harimau yang akan memangsa incarannya.

"Kau akan menjadi milikku, selamanya."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • 06.06   25. Scandal

    Cea menghembuskan napasnya jengah, sekarang total sudah 1 minggu sejak kejadian kemarin, namun ia belum bertemu lagi dengan sang Ibu. Ia mengaduk milkshake vanilanya sambil sedikit bercengkrama dengan para sahabatnya, walaupun Cea hanya akan tertawa."Ariana di kelas bagaimana?" tanya Letta."Baik-baik saja, Cea sudah bilang dia minta maaf waktu itu, jadi enggak akan ganggu Cea lagi."Letta mengangguk, "Benar juga,""Eh, aku ada kelas, duluan, ya!" seru Letta tergesa-gesa.Kini hanya tersisa Cea dan Sean, sedangkan Gravano belum kembali dari kelas sebelumnya. Mereka berdua hanya diam fokus dengan pekerjaan masing-masing, beberapa kali Sean akan bertanya namun Sean lebih banyak diam dan mengerjakan tugasnya."Aw!" Cea berteriak saat merasakan bibirnya berdarah karena ujung sedotan yang runcing, "Berdarah?" tanya Cea sambil membuka sedikit mulutnya.Sean mendekat dan melihatnya, "Hanya sedikit," ucapnya.Cea mengangguk lalu berla

  • 06.06   24. Vania

    Vania menarik Cea ke parkiran klinik, "Kau berteman dengannya?" tanya Vania, Cea hanya mengangguk ia tidak ingin sekalipun menjawab pertanyaan yang dilontarkan oelh Vania."Kau dekat dengan keluarganya?"Cea menatap Vania tajam, "Bukan urusanmu, sekarang katakan apa yang membuatmu datang kesini?"Cea tahu, Vania tidak akan datang ke tempat seperti ini, walaupun Ibunya sendiri sedang di rawat. Entah apa alasannya, hanya Vania yang tahu."Kau bertemu dengan Ibumu?""Iya," jawab Cea singkat."Woah, bagaimana dia bisa kemari, berani sekali.""Memangnya kenapa?" tanya Cea."Ah, bukan apa-apa, hanya saja jika ia kembali kesini berarti ia siap mempertaruhkan semuanya, termasuk nyawanya."Mata Cea terbuka lebar, "Apa yang kau katakan?!"Vania tertawa, sesaat sebelum ia mencekik leher Cea kencang, "Kau ditakdirkan terlalu bahagia, aku tidak menyukainya," ucap Vania tajam, lalu menghempaskan Cea begitu saja.Cea meng

  • 06.06   23. Time

    "Kenapa?"Cea menggeleng, ia hanya menyesap teh manis hangat yang diberikan Gravano padanya. Sedangkan Gravano menghela napasnya, baik, ini bukan waktu yang tepat untuk mendengarkan Cea bercerita."Baby?"Cea menatap tajam ke arah Gravano, "Manggil siapa?" tanya Cea sewot."Baby, mau cokelat?" tanya Gravano sambil melambaikan dua cokelat chungky bar.Mata Cea berbinar, tetapi apa tadi, Baby? Cea membuang wajahnya malas, ia terus menyesap teh manis hangat sambil memperhatikan kotak yang sudah dirapikan oleh Gravano."Baby?""...""Cea?""Hm?"Gravano tertawa, memang menggelikan jika ia memanggil dengan manis seperti itu, tetapi ia lebih senang jika melihat Cea kesal padanya daripada melihat Cea menangis seperti tadi. "Baby, mau cokelat?""Ya, aku bukan bayi, sana pulang!"Gravano kembali tertawa saat melihat wajah Cea yang bersemu, namun ia menahannya dan mulai berdecak sebal. Gemas, menurutnya.

  • 06.06   22. Gift

    Cea melengguh pelan saat merasakan sesuatu menempel dikeningnya, bahkan ada tetesan air yang terjatuh di pipi Cea. Ia berpikir jika itu mimpi dan tanpa pikir panjang, ia kembali melanjutkan tidurnya."Pagi," ucap Cea dengan suara khas bangun tidur, ia meregangkan tubuhnya yang pegal karena harus tidur dengan posisi duduk, hingga kakinya mengenai sebuah benda di bawah ranjang."Nenek, ini apa?" tanya Cea sambil mengangkat kotak warna biru langit itu, ia menatap pin matahari yang langsung membawanya mengingat masa lalu, ia ingat bahwa ia pernah memberikan pin ini kepada Ibunya dulu.Mata Cea memanas ia meletakkan kembali kotak itu ke bawah ranjang, lalu menatap Neneknya yang tengah tersenyum hangat. "Ini dari Ibu?" tanya Cea.Nenek hanya menggeleng, bukan ia tidak tahu, ia ingin Cea mengetahui semuanya sendiri. Ia tahu, bahkan ia sangat tahu saat Hana mencium sayang kening Cea, ia tahu."Um, Cea keluar dulu, Nek."Cea mendudukan dirinya di kur

  • 06.06   21. Grandma

    Hari sudah malam, langit sudah menggelap, seluruh manusia sedang beristirahat begitupun dengan matahari yang sudah terlelap. Seorang wanita dewasa berdiri mematung beberapa jam di depan sebuah caffe yang sekarang sudah tutup, sesuai dengan adanya tanda closed di depan pintunya."Cepat atau lambat, aku harus mengatakan yang sebenarnya. Mas, aku akan jujur kepada Cea, anak kita."Wanita itu menengadah melihat bintang yang sepertinya tidak banyak yang terlihat, air matanya sudah turun daritadi, ia merasakan sesak dan sempit mengisi rongga udaranya. Ia merindukan suaminya, ia merindukan Ibunya, dan tentu saja ia merindukan Cea."Nenek, Cea pulang!" teriak Cea dengan riang, ia berjalan cepat ke arah kamar neneknya."Nenek, Cea bawain maka- Nenek!"Sudah pukul jam 12 malam namun mata gadis manis ini enggan tertutup sama sekali, tangannya masih tertaut dengan tangan sang nenek yang tengah tertidur pulas di atas ranjang."Cea?""Nenek sudah b

  • 06.06   20. Ariana

    Gravano mengusap lembut rambut Cea yang terurai, gadis itu terlihat fokus dengan ponselnya, sesekali Cea akan memekik senang bahkan sesekali akan tertawa dan menangis."Kayak Rava, ya?"Cea hanya mendelik, "In your dream."Kini giliran Gravano yang kesal, awalnya Cea mengajak ia pergi ke kedai es krim karena ingin mencoba es krim rasa baru, namun kenyataannya gadis itu malah asik melihat idolanya yang tengah menari sambil menyanyi."Cea, Rava mau pulang," ucap Rava.Cea meletakkan ponselnya lalu menahan Rava yang sudah beranjak, "Okay, Cea makan, jangan pergi!" seru Cea buru-buru, ia langsung menghabiskan satu cup es krim yang sudah setengah mencair."Pelan-pelan makannya," Cea hanya mengangguk.Letta menatap tak percaya dengan wanita yang kini tengah tersenyum miring padanya, "Jangan ganggu sahabat gue lagi!""Mari kita lihat kedepannya bagaimana, saya permisi." ucap Ariana penuh intimidasi diiringi dengan senyum liciknya.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status