Share

1. Berlari bersama

Upacara bendera.

Dua kata yang merupakan salah satu kewajiban seorang siswa untuk mentaatinya. Suka tidak suka. Mau tidak mau. Rela tidak rela mereka harus bangun pagi untuk mengikuti upacara bendera. Makanya sebagian murid membenci hari senin karenanya. Selain kembali beraktivitas seperti biasa setelah libur sehari kemarin, mereka harus bangun pagi-pagi agar tidak terlambat ke sekolah dan juga agar tidak terlambat mengikuti upacara bendera.

"Mati gue! Mati kena omel Bu Is lagi."

Cewek itu berdiri di seberang jalan sambil melihat gerbang sekolahnya yang sudah tertutup. Ada juga para siswa yang sedang duduk-duduk di bawah palang sekolahnya dengan wajah pasrah padahal mereka sudah lengkap dengan seragam sekolah dan topi abu-abu yang berlambang Tut Wuri Handayani itu. Sudah pasti mereka juga sama terlambat datang ke sekolah sepertinya.

Cewek berseragam ketat dan juga berambut cokelat pekat itu akhirnya menyebrangi jalanan yang padat oleh kendaraan-kendaraan dan berlari menuju ke belakang sekolahnya. Ketika ia hampir sampai, seorang cowok berjalan di sampingnya dengan tergesa-gesa sambil memasang kancing seragamnya.

"Terlambat lagi?" tanyanya membuat Teresa membuang wajah ke tembok sekolah. "Udah gak usah sok gak denger. Gue cuman tanya," katanya membuat Teresa menoleh pada laki-laki itu.

"Udah tau nanya."

"Tadi kan gue bilang gue cuman tanya. Makanya kalau punya telinga tuh dipasang jangan dipajang."

"Berisik banget lo. Cowok juga."

"Siapa bilang gue cewek?"

"Lo kan tadi."

"Terus emangnya lo cewek? Kelakuan aja udah kaya cowok."

"Bisa diem nggak lo?"

Keduanya akhirnya diam, sama-sama sibuk dengan diri sendiri. Suara petugas upacara pun terdengar dari pengeras suara yang mengatakan bahwa pemimpin upacara dapat meninggalkan lapangan upacara.

"Lo mau manjat lagi?" tanya laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya ketika mereka sampai pada tembok sekolah yang tidak berisi pecahan botol kaca di bagian atasnya. Tentu saja pecahan botol kaca itu untuk menghindari anak-anak seperti mereka agar tidak bisa bebas manjat keluar masuk sekolah.

"Kalau lo udah tau jawabannya jangan nanya lagi!"

"Galak banget sih."

"Berisik tau gak?" Teresa mengambil ancang-ancang untuk manjat. Laki-laki itu mengamati Teresa yang membuat Teresa menoleh padanya.

"Ngapain lo liat-liat?" tanya Teresa galak. Tentu saja cewek itu takut laki-laki mengintip rok yang sedang ia pakai. Meski menggunakan celana pendek di dalamnya, tetap saja rasanya hal itu tidak pantas. Teresa sadar roknya terlalu pendek bahkan sudah sering kena gunting guru-guru. Makanya ia membeli rok baru dan mengecilkannya hingga pendek kembali.

"Gue kan punya mata. Emangnya gak boleh liat?" tanyanya dengan santai. Ia sudah berpakaian sekolah yang lengkap, meski tidak rapi.

"Gak bolehlah! Gila lo.'

"Siapa elo bilang gak boleh?"

"Ya gak boleh! Jauh-jauh sana."

"Lo aja yang jauh-jauh," jawab laki-laki itu santai dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya. Agaknya Teresa perlu melepas sepatunya dan melemparnya sekarang juga ke kepala laki-laki itu.

Tapi dengan posisinya saat ini, itu sangat mustahil.

"Cepetan lo! Jauh-jauh sana."

"Kenapa gue harus jauh-jauh? Lama banget lo. Buruan sebelum Bu Is liat. Tuh guru bisa kumat lagi cerewetnya. Males gue dengernya."

"Ya makanya lo jauh-jauh dulu!"

"Kelamaan lo," katanya sambil mendekati Teresa. "Udah buruan. Lo mau kita dihukum? Gue sih ogah dihukum. Apalagi bareng lo."

"Menurut lo gue juga mau dihukum sama lo? Gue juga ogah."

"Cepetan bangsat," kata laki-laki itu tidak sabar membuat Teresa mendengus.

"Minggir dulu sana!"

"Astaga," katanya lalu mundur beberapa langkah. "Kalau lo mikir gue bakalan ngintip lo, gue gak bakalan ngintip. Lo aja gak sepadan sama mantan-mantan gue."

"Terus gue harus peduli?" Teresa melempar tasnya hingga jatuh ke dalam sekolah. Cewek itu manjat tembok sekolahnya dibantu sebuah kursi. Teresa lalu melompat hingga ia sudah berada di dalam sekolahnya.

Tak lama laki-laki itu menyusul. Tidak perlu waktu lama untuk ia manjat tembok sekolahnya. Mungkin sudah biasa dan terlatih melakukan aksi seperti itu. Ingat dia cowok. Beda dengan Teresa.

Sekarang para murid yang baru saja pergi dari lapangan dan berjalan di dekat koridor Lab Bahasa memperhatikan mereka sambil mengipas-ngipasi wajah mereka dengan topi. Guru-guru yang semulanya saling bercanda menoleh pada mereka berdua.

"Raskal! Teresa!"

"Mampus Bu Is," kata Teresa lalu dengan cepat-cepat menggendong tasnya.

Raskal yang ada di belakang Teresa langsung bergerak untuk mendekati perempuan itu. Sedetik kemudian Ia berdiri di depannya lalu detik berikutnya ia menarik sebelah tangan cewek itu dan mengajaknya untuk berlari bersama.

"Berhenti kalian! Berhentiiiiiii!!"

"Duh Bu gak bisa berhenti nih! Udah terlanjur!" teriak Raskal membalas teriakan Bu Is. Sementara Teresa terkejut karena laki-laki itu mengajaknya lari dan berteriak demikian.

"Raskal Dananjaya!"

"Gak bisa berhenti Bu!"

"Raskallllllll!!"

Teriakan itu menggema namun Raskal tetap menarik tangan Teresa, mengajaknya lari bersama-sama membelah lautan manusia berseragam abu-abu yang ada di koridor sekolah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status