Mendapat panggilan dari Revan, Aiptu Anang segera melaju ke rumah si kembar. Setelah sampai di rumah Aluna, polisi muda segera mengecek cumi-cumi yang sudah Aluna masukkan ke dalam baskom plastik. Revan pun menceritakan gerak-gerik si tukang sayur itu. Aiptu Anang memutuskan cumi-cumi itu akan dia bawa ke laboratorium kantornya. Mereka bertiga memutuskan untuk memberi sebuah hadiah pada kang sayur.
Sepertinya tukang sayur menjelma menjadi pemuda yang misterius yang membuat Aiptu Anang penasaran. Dia mempunyai rencana akan membuntutinya esok hari. Lebih tepatnya Aiptu Anang ingin tahu siapa dalang dibalik semuanya ini dan anak buah siapa dia. Kalau dugaan Anang tidak meleset, berarti sebentar lagi dalang dari kasus kematian Saraswati akan terungkap.
Hasil yang didapat oleh Aiptu Anang dari laboratorium kantornya juga sama persis dengan yang kemarin. Tentu saja ini membuat polisi muda itu semakin semangat dalam mengusut tuntas kasus yang p
Mau saling dukung? Hayuklah, jangan lupa mampir di BRITTLENESS, MY ADORABLE CEO, dan PARTNER LIFE
Dia mengendarai mobilnya begitu kencang, mencoba menghindari kejaran polisi. Namun, keberuntungan tidak berpihak padanya. Mobil yang dia tumpangi sudah terkepung, bahkan sempat tergelincir karena hampir melarikan diri.Beruntung, Aiptu Anang berhasil menembak salah satu kakinya hingga dia tersungkur jatuh. Jika tidak dia akan melarikan diri lagi. Akhir dari seorang tukang sayur yang berusaha untuk meracuni Aluna dan Revan. Apa motif-nya?Aiptu Anang membawa si tukang sayur, tepatnya Rahmat namanya ke Kantor Polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Ternyata setelah sampai kantor pun dia tetap bungkam seribu bahasa. Berbagai cara telah dilakukan oleh Aiptu Anang hingga kekerasan pun dia lakukan hanya untuk membuat Rahmat membuka mulutnya.Namun, usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil. Kini, semua harus memutar otak untuk menginterogasinya. Pada akhirnya semua dibuat kaget dengan keputusan yang diambil Rahmat. Entah apa y
Aluna mulai bisa mengingat si pemilik tatto kecil bergambar tengkorak tersebut. Ya, tatto itu sangat mirip dengan tatto yang dimiliki oleh si tukang sayur. Aluna mulai berpikir tentang siapa dia? Hal itu masih menjadi teka-teki karena hilal juga belum terlihat dengan jelas. Namun, satu demi satu pasti akan terungkap dengan jelas dan takbir kebenaran akan terlihat. Setelah acara tiup lilin, Aluna duduk di samping tubuh saudara kembarnya. Ditangannya tergenggam sebuah kotak perhiasan yang akan diberikan untuk Alena. "Len, aku berakhir membeli barang yang kau impikan selama ini. Kalung couple dolphin itu sudah ku beli. Aku berharap kau bisa cepat siuman dan kita bisa bersenang-senang lagi. Len, aku kangen ...." Air mata tampak lolos dari pucuk mata Aluna. Dia benar-benar sedih melihat Alena yang terbaring di atas ranjang. Aluna membuka kotak perhiasan tersebut. Dia mengeluarkan sepasang
Jantung Revan berdegup tidak karuan, matanya tidak bisa lepas dari sosok tubuh yang tengah merangkak menempel di dinding kamar Aluna. Revan tampak mematung, ingin berteriak memanggil nama Aluna. Namun, tenggorokannya serasa tercekik dan tidak bisa mengeluarkan suara.Sosok hantu berbalut dress warna merah dengan rambut acak-acakan dan mata menyala merah terus merangkak sampai ke atas. Dia merangkak ke sana dan kemarin, lalu berhenti tepat di depan Revan. Setelah itu dia menghadapkan kepalanya ke bawah dan mendongak menatap tajam ke arah Revan.Revan kaget dan detik itu juga, dia berhasil menelan saliva-nya sendiri dan pada saat yang bersamaan sosok hantu itu meloncat ke arah Revan. Pemuda itu kaget dan otomatis menjerit kencang. Aluna kaget dan terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara teriakan lantang dari Revan malam itu."Van ... Revan!" Aluna mencoba menyadarkan Revan yang berteriak seperti orang
Hujan turun dengan lebatnya. Gemuruh petir menyambar-nyambar layaknya seorang sniper sedang membidik sasaran targetnya berkali-kali. Sebuah rumah besar dengan salah satu ruang kamar di lantai atas masih menyala. Si pemilik kamar sedang terjaga pada saat itu. Malam sudah mulai larut, seorang pria tengah duduk di sebuah sofa menghadap ke arah jendela. Dia menatap hambaran petir yang menyambar.Jejak telapak kaki terlihat jelas menapaki lantai demi lantai. Bekas telapak kaki kecil itu perlahan menaiki anak tangga menuju lantai atas. Sosok anak kecil dengan pakaian basah dan kaki yang penuh dengan lumpur tanah berdiri di depan sebuah pintu. Tangan kanannya tampak menggenggam sesuatu. Tangan kirinya terangkat ke atas dan mengayunkannya ke depan.Tokk! Tokk! Tokk!Ta
Malam yang sangat mencekam bagi Aluna saat itu. Dia harus melihat langsung wajah dari hantu penunggu rumah tersebut. Wajah-wajah yang mengerikan dan bertebaran aroma amis darah. Seorang hantu anak kecil laki-laki berkepala buntung dan seorang lagi hantu bergaun merah dengan ikatan taki merah di mulutnya. Apakah kedua hantu ini saling terikat?Memang terlihat sangat ironis melihat penampakan hantu anak laki-laki kecil tersebut. Usianya masih dibilang sangat belia, sekitar 12 tahun, tapi sayang dia harus sudah meninggalkan dunia ini dalam keadaan yang mengenaskan. Hantu anak kecil yang selalu muncul dan mengganggu Aluna serta Revan ini, ternyata hanya ingin memberitahukan dan meminta tolong pada Aluna dan Revan.Malam telah berganti dengan pagi, suasana horor yang sering kali dirasa ketika malam tiba terganti sudah dengan suasana yang hangat dan cerah. Namun, bagi Aluna dan Revan baik pagi, siang, sore, ataupun malam semua sama saja. Tidak a
"Kamar mandi ... kamar mandi, Lun. Ada banyak darah di kamar mandi." Revan terlihat heboh sendiri."Kamar mandinya kenapa, Van? Gelap?" ledek Aluna."Bu-bukan itu, Lun. Ada darah di mana-mana." Revan menarik Aluna dan memposisikan dirinya di belakang tubuh Aluna ketika sampai di depan pintu kamar mandi. Revan mendorong tubuh Aluna pelan. "Coba kau tengok ke dalam," tunjuk Revan."Iya-iya, aku tengok. Tapi tidak perlu mendorong-dorong seperti ini kan, Van," protes Aluna. Revan pun melepas pegangan tangannya.Sementara itu, Aluna menelan saliva-nya ketika tangannya terulur untuk mendorong pintu kamar mandi tersebut. Aluna menutup matanya dan mendorong pelan pintu itu hingga terbuka lebar. Setelah terbuka lebar, Aluna membuka matanya sendiri. Lalu kepalanya melongok masuk ke dalam dan memeriksa seluruh isi kamar mandi. Aluna mengerutkan dahinya setelah dia masuk ke dalam kamar mandi untuk memastikannya.
"Orang pinter, Non?" Pernyataan Aluna membuat Mang Dadang mengerutkan alisnya. "Hmm ... kalau orang pinter sih Mamang tidak tahu, tapi kalau Nyonyah tahu.""Tante Nita?" ulang Aluna. Mang Dadang mengangguk."Tapi sepertinya beliau sedang istirahat, karena dari tadi siang ada di rumah sakit," papar Mang Dadang."Ya sudah, biar besok saja. Lagi pula aku juga capek, Mang." Aluna duduk di sofa."Mang, aku mau ngomong nih," tutur Revan."Mau ngomong apaan, Den? Kok sepertinya serius banget," lanjut Mang Dadang."Begini Mang, kita kan dari kemarin selalu dihantui oleh hantu anak-anak dan hantu wanita berbaju merah. Nah, kemarin itu kita berdua eh ... bukan ding, bukan aku tapi Aluna di datangi oleh hantu tanpa kepala," ucap Revan panjang lebar."Terus-terus." Mang Dadang terlihat kepo."Ih, apaan sih Mang." Revan kaget saat melihat Mang Dadang b
"Apakah aku juga harus membunuh orang-orang itu?" ucapnya memainkan pisau yang sedang dia pegang. "Jika tidak aku bunuh, mereka pasti akan mengetahui di mana aku menguburnya hidup-hidup," imbuhnya.Pria tersebut terlihat sangat kebingungan dan berjalan mondar-mandir di ruangannya. Memegang kepalanya dan mengurut pelipisnya. Lalu dia berteriak kencang dan mengobrak-abrik barang-barang yang ada di atas meja.Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, begitulah kata pepatah. Pria berkumis itu mendadak menjadi cemas dan gelisah."Bagaimana kalau setiap malam dia selalu datang menghantuiku?" Sembari menggigit kukunya."Belum lagi hantu kepala buntung dan—dia—dia dengan suara tangisan yang menggelegar setiap malam." Pria itu mengacak-acak rambutnya. Dia terlihat sangat stres.Malam kembali datang, desiran angin malam berhembus