Aldebaran enggan menjawab pertanyaan Shania. Namun, dia tidak bisa menghindari pertanyaan Shania terus menerus."Aku tinggal di suatu negara untuk beberapa waktu yang nggak bisa ditentukan," jawab Aldebaran."Kamu hidup nomaden?" Shania menatap kedua netra Aldebaran yang berwarna coklat."Bisa dikatakan begitu, Nona." Aldebaran berusaha untuk tetap fokus mencari tahu hubungan Shania dan keluarga Ladzuardi yang ternyata adalah keluarga Ezra. "Dan, kamu sendiri ... kamu berteman dekat sama keluarga Ladzuardi?"Seketika itu juga, senyum Shania menghilang dari wajahnya. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Oh, i—itu ... itu ...."Aldebaran menangkap ada sesuatu yang tidak beres dengan Shania. Tapi, dia berusaha untuk menenangkan hati wanita itu terlebih dahulu sebelum menyelami dunianya lebih dalam."Kamu nggak perlu jawab pertanyaanku kalo itu buat Anda nggak nyaman, Nona," ujar Aldebaran, merapikan rambut Shania yang menutupi matanya."Oh, a—aku nggak apa-apa," ujar Shania, g
Aldebaran menahan napas. Ritme jantung yang tidak beraturan membuatnya gugup. Dia teringat saat pertama kali bertemu dengan Raj Saveral. Saat itu, Raj memberikan misi pertama padanya."Dia, si pria Playboy, kan?" Aldebaran melihat Raj tidak datang sendirian, melainkan bersama pria gemuk dan berkepala botak. Dia adalah Gale Tjandra Anggara.Waktu seakan bergulir cepat. Aldebaran masih teringat jelas saat-saat dia bertemu Ezra pertama kali. Dan sekarang, Ezra sedang berdiri di sebuah panggung kecil. Dia menyematkan cincin cantik di jari manis Zoya. Rasa sesak kembali menyerang Aldebaran. Mata elang tajam Aldebaran menyapu wajah tamu undangan. Dia mencari dua wanita penting. Yaitu Heidy Willow Roseanne Lazuardi dan Shania Junianatha Alexander. Meskipun hatinya hancur, tetapi Aldebaran masih akan memperjuangkan Zoya.Gemuruh tepuk tangan terdengar saling bersahutan. Aura kebahagiaan terpancar dari wajah Ezra. Namun, tidak dengan Zoya. Zoya seakan berdiri di tepi jurang kehancuran lay
Zoya mengenakan gaun Sabrina berwarna pink baby dengan rambut panjang tergerai dan mahkota berlian yang tadi dipasangkan oleh Heidy. Dia terlihat sangat cantik dan anggun. Namun, tidak ada senyum sedikitpun yang menghiasi wajahnya.Zoya menghempas tangan Shania yang hendak meraih tangannya dan berkata, "Jangan dekati aku lagi! Saat aku lihat wajah kamu, aku seperti lihat Ayahmu hidup lagi!" seru Zoya dengan tatapan kebencian."Zoya, aku..." Shania berusaha berbicara dengan Zoya. Namun, Ezra menghentikannya."Stop, Shania! Kamu akan merusak suasana hatinya." Ezra mengulurkan tangannya pada Zoya dan membawanya menuruni tangga secara perlahan. Dia tidak berhenti menatap Zoya yang berjalan tanpa menebar senyum sedikit pun. "Hmm, senyumlah Zoya! Jangan buat kesalahan sekecil apapun, oke!"Pasangan beda usia sembilan tahun ini berdiri di anak tangga paling bawah sambil membiarkan para tamu undangan mengambil potret mereka. Ezra tak henti-hentinya tersenyum lebar."Selamat atas pertunang
"Ah, nggak," jawab si wanita. Dia melambaikan tangan dan mengedipkan satu matanya kepada Aldebaran.Aldebaran memandangi si wanita tanpa berkedip. Yaa, bentuk tubuh yang menggiurkan setiap pria normal yang menatapnya serta cara berjalan bagaikan model catwalk yang sedang lenggak-lenggok dengan penuh pesona."Sial! Hot sekali dia," puji Aldebaran sambil mengusap dagunya yang sengaja ia biarkan ditumbuhi bulu-bulu halus. "Apa pria itu suaminya?"Para tamu mulai ramai berdatangan di hari yang semakin sore. Aldebaran masih penasaran dengan acara yang dihadiri Shania tanpa pendamping."Wow!" Seorang pria datang mendekati Aldebaran yang masih sibuk menelepon seseorang untuk mendapatkan undangan masuk ke acara.Aldebaran menghentikan bicaranya tanpa mematikan sambungan telepon. Kedua matanya menangkap beberapa karangan bunga yang diperuntukkan untuk sang tuan rumah."Selamat atas pertunangan Tuan Muda Ladzuardi dengan Nona Zoya Alexander," ucap Aldebaran pelan. Aldebaran tidak percaya deng
Teddy dan semua orang di dalam ruang tidur utama terdiam ketika seorang wanita cantik nan anggun masuk dengan memasang wajah datar. Cara berjalan yang tidak biasa membuat Zoya fokus kepada kaki jenjang wanita itu. Namun, setelah Zoya melihat wajahnya, gadis itu segera memalingkan wajahnya dengan cepat tanpa tersenyum."Kalian semua... keluarlah!" perintah wanita itu sambil menjentikkan jari. Gaun merah satin panjang dengan belahan tinggi yang dikenakannya berhasil memamerkan kaki jenjangnya yang mulus. Tidak hanya itu, riasan wajah yang tidak terlalu mencolok membuatnya terlihat cantik, anggun, dan memesona."Ya, Nona Heidy," sahut Teddy sambil membungkukkan badan. "Ayo keluar sekarang juga!""Baik, Tuan," sahut penata rias dan kru lainnya. Sesuai perintah Heidy, satu persatu beranjak meninggalkan ruang tidur utama itu. Dan pintu pun tertutup dengan sempurna.Heidy Willow Roseanne Ladzuardi—adik perempuan Ezra satu-satunya, datang membawa satu buah kotak merah berukuran sedang deng
Duka mendalam masih menyelimuti anak perempuan Raga satu-satunya—Shania Junianatha Alexander. Upacara pemakaman mendiang sang ayah telah selesai 30 menit lalu. Tapi Shania masih berada di area pemakaman keluarga yang terletak di daerah Jeruk Purut, Jakarta Selatan.Tidak hanya Raga yang dimakamkan di sana. Anak ketiga keluarga Sultan pun juga dimakamkan di area yang sama. Namun, karena alasan ketidak harmonisan di antara kedua keluarga tersebut, upacara pemakaman dua orang dari keluarga Alexander itu pun diselenggarakan di hari berbeda. Raga dimakamkan sehari setelah pemakaman Amanda Beryl Alexander."Ayo kembali ke rumah, Nona" ujar Maxime—kepala pelayan Shania."Sebentar lagi," jawab Shania, lemah. "Pa, kenapa aku harus menerima fakta menyakitkan ini? Ke mana aku harus mengadu?" Dengan suara bergetar, Shania terus menerus berceloteh di depan nisan sang ayah. Dia merasa begitu berdosa terhadap keluarga Sultan, terutama Amanda yang menderita akibat perbuatan mendiang ayahnya.Sese