Mau update tiap hari, jangan lupa ramaikan kolom komentar dan juga reviewnya ya, Kak^^ See you~~ -bunny-
"Cepat jelaskan padaku, Mochi! Apa yang membawamu sampai ke sini? Bukankah kau pernah bercerita jika kau tak suka bekerja sebagai budak corporate?" Cerocos Cherry setelah ia keluar dari ruangan Jenaro. Menarik pria dengan wajah oval dan bibir tebal merah muda itu menjauh dari tempat duduknya. Atau lebih tepatnya dari meja kerjanya yang berada di depan ruangan Jenaro. Siapa lagi jika bukan, Jemian yang kini sudah sah menjabat sebagai sekretaris Jenaro. "Astaga, Sweetie! Bisakah kau tenang dulu? Bahkan jantungku nyaris melompat keluar ketika melihatmu masuk ke ruangan Jenaro," ringis Jemian atau biasa Cherry memanggilnya dengan Mochi saat di area balap. Pria itu menatap wajah bulat milik Cherry dengan sedikit kesal. Ia ditarik paksa pergi menjauh dari meja kerjanya. Dan kini mereka sedang ada di depan lorong dekat lift. Cherry memutar bola matanya malas. Dirinya sungguh penasaran sekali. Gadis muda dan modis itu melipat tangannya di depan dada."Kalau begitu cepat jelaskan padaku." des
"Kau mau kemana, sayang?" tanya seorang wanita paruh baya yang kini terlihat tengah mengupas apel bersantai di depan ruang TV rumah bak istana itu. Matanya menangkap putri kesayangannya tampak begitu rapi malam ini sembari membawa sebuah paper bag di tangannya dan tampak terburu-buru menuruni tangga dari arah kamarnya. Cherry yang kini memakai blazer berwarna cream dipadukan dengan short jeans serta sneakers berwarna putih membuatnya tampak manis. Rambut cokelat terangnya ia biarkan tergerai begitu saja. "Aku akan ke rumah tante Alice malam ini, Ma. Zayn ulang tahun dan seperti biasa," ucapnya sembari mengangkat paper bag yang ia bawa. "Pria sibuk itu selalu membuatku repot setiap tahun," ucap Cherry kembali dengan tampang yang dibuat kesal. Wanita paruh baya itu tampak terkekeh geli melihat raut kesal anak gadisnya semata wayang itu. "Dan besok kau akan menerima kiriman tas atau heels mewah lagi dari padamu itu bukan?" Cherry menggulingkan bibirnya malu."Pria itu terlalu pandai
‘Bajingan! Kalian benar-benar ingin mengibarkan bendera perang denganku!’ Geram Cherry seraya melangkahkan kakinya menuju sebuah kamar yang ia yakini sebagai kamar dari tante Alice. Tak perlu buta arah, bahkan Cherry terlalu paham dengan tata ruang rumah ini.Cherry menghela nafasnya sejenak sebelum memegang knop pintu. Mencoba bersikap tenang meskipun pikirannya berkecamuk kemana-mana.Wanita muda itu berdecih ketika mendapati pemandangan apa yang terpampang nyata dihadapannya. Bertepatan dengan pintu terbuka lebar, bertepatan dengan itulah kedua orang yang begitu hanyut dalam ciuman panas pun mulai melepaskan diri masing-masing."C-Cherry?" pekik Alice saat ia melihat keponakan sekaligus saingan beratnya itu tengah berada di depan kamar sembari menatap jijik ke arahnya. "Oh, apa aku menganggu waktu panas kalian?" Tanya Cherry sembari melipatkan kedua tangannya di depan dada. Bersandar pada daun pintu, wanita itu terlihat tenang. Namun dapat dilihat dengan jelas jika matanya mengkila
"Sudah cukup, kau bisa tumbang jika tak berhenti minum!" seru seorang pria tampan yang kini tampak merasa heran melihat sahabat wanitanya itu tak bisa berhenti menuangkan wine ke dalam gelasnya.Cherry menggelengkan kepalanya, lalu mencoba meraih botol wine yang dirampas begitu saja oleh Jack. "Tidak! Aku masih belum puas, berikan padaku Jack!" seru Cherry yang sedikit terhuyung karena wanita memang sudah setengah mabuk. Jika Jack tidak cekatan menangkapnya mungkin Cherry sudah berakhir memalukan di lantai kelab. Jack benar-benar kebingungan melihat sahabatnya itu seperti ini. Biasanya Cherry hanya akan mabuk ketika dirinya sedang dalam kondisi hati yang sangat buruk. "Katakan padaku apa yang membuatmu hingga seperti ini, Cherry Naomi?" ujar Jack setelah membantu Cherry duduk dengan benar kembali. Gadis cantik itu tampak terkekeh kecil. Matanya sudah terasa cukup berat untuk terbuka, kepalanya juga mulai berdenyut nyeri karena 2 botol wine yang ia teguk malam ini. "Hanya masalah
Sesuai apa yang pria berahang tegas itu katakan, jika dirinya yang akan mengembalikan mobil milik tunangannya itu sendiri. Terbukti saat ini ia sudah berada di halaman mansion mewah yang sudah cukup lama tak Jenaro kunjungi itu. Setelah Jenaro turun ia sudah disambut oleh seorang pelayan. "Di mana Cherry Naomi?" ujar Jenaro tanpa berbasa-basi setelah pelayan itu menunduk hormat padanya. "Nona Cherry ada di kamarnya, Tuan. Nona baru saja datang bersama Tuan Jack," ujar pelayan itu yang entah kenapa membuat Jenaro mengurungkan niatnya menghubungi Jemian untuk menjemputnya. Pria itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana kainnya. “Apa sejak semalam dia tidak pulang?” ujar Jenaro tiba-tiba saja. Enah mengapa pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir tipisnya yang memiliki tahi lalat di bawah bibir merah mudanya itu. Pelayan itu pun menggelengkan kepalanya.“Tidak, Tuan. Nona baru saja pulang beberapa saat yang lalu sejak semalam.” Mendengar jawaban itu entah mengapa d
Cherry sangat terkejut dengan kedatangan Jenaro yang begitu tiba-tiba itu baginya. Wanita itu meneguk salivanya susah payah. Sejak kapan pria itu sudah ada di sana dan mengawasinya? Apakah ia mendengar semua pembicaraannya bersama Valerie yang begitu banyak mengumpati pria itu? Tapi memang pria macam Jenaro cocok untuk diumpati, sih.Namun bukan hanya itu yang menjadi rasa penasaran Cherry. Tapi bagaimana Jenaro bisa mengetahui kamarnya ada di lantai berapa. "Bagaimana kau bisa tahu di mana letak kamarku?" ujar Cherry dengan waut wajah yang terkesan datar. Tak seperti Cherry biasanya yang langsung memberikan senyum manisnya pada Jenaro di saat mereka tengah bertemu.Wanita itu mencoba membatasi dirinya saat ini, meskipun tak bisa dipungkiri betapa senangnya wanita itu ketika pria yang dikaguminya itu berkunjung ke kamarnya. Dan ini adalah pertama kalinya. Jenaro tampak menarik sudut bibirnya."Apa itu penting saat ini?" "Tentu saja, kau harus izin dulu padaku." Balas Cherry dengan c
Hari sudah cukup larut, namun tampaknya Cherry Naomi belum bisa terlelap dengan benar malam ini. Bagaimana bisa ia bisa tertidur lelap jika saat ini jantung tak henti-hentinya berdebar keras karena ulah seseorang yang kini tengah mendekapnya dengan erat. Pria itu, si beruang kutubnya tengah memeluknya saat ini. Meminjam pakaian rumahan milik sang calon mertua, Jenaro benar-benar membuktikan ucapannya dengan menginap di rumah tunangannya itu bahkan tidur di kamar wanita yang kerap kali membuatnya kesal itu. Mereka benar-benar tidur bersama dalam artian saling memejamkan mata, bukan tidur dengan berbagi peluh dan menghabiskan malam panas bersama. Jenaro tampak tenang memejamkan matanya, berbeda dengan Cherry yang sedari tadi tampak gelisah dalam dekapan pria itu. Cherry sama sekali tak membayangkan malam yang seperti ini akan hadir dalam hidupnya. Mengingat bagaimana sensitifnya pria itu saat bertemu dengannya. "Jey?" ucap Cherry berujar lirih. Sedikit mengigit bibir bawahnya sedikit
“Bangunlah pemalas!” ujar seorang pria yang kini sudah terlihat rapi dengan balutan jas mahalnya. Pria itu tampak menggerang kesal ketika tahu jika nyatanya tunangan ini sangat sulit sekali untuk bangun pagi. Ini sudah ke sepuluh kalinya Jenaro mencoba membangunkan Cherry. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Yang artinya satu jam lagi ia sudah harus berangkat ke kantor. Hari ini ada rapat yang harus di undur karena ulah tunangannya yang tidak hadir kemarin. Akhirnya perjuangan Jenaro membuahkan hasil, wanita itu mulai membuka matanya. “Morning,” sapa seorang wanita dengan cengiran lebarnya. Ia masih tidak menyangka jika paginya akan seindah ini. Pemandangan terindah pertama kali dalam hidup Cherry ketika ia bangun tidur. Oh, apakah Cherry sudah mengakui jika dirinya terjebak dalam pesona Jenaro begitu dalam? Sepertinya memang begitu, mengingat betapa keras kepalanya ia untuk mendapatkan hati kulkas dua pintunya ini. “Berhentilah memasang senyum konyolmu itu, Cherry. Dan cepatlah