“Bulannya sudah berganti merah,” gumam Olevey sembari melihat langit malam yang dihiasi oleh bulan sempurna yang berpendar merah. Terasa sangat aneh bagi Olevey, menayksikan saat-saat bulan yang berganti berwarna semerah darah ini. Tentu saja, ini kali pertama bagi Olevey melihat bulan yang berwarna merah.
Merah darah atau merah rubi? Olevey tidak bisa memisahkan dan membedakannya. Hanya saja, warna merah itu membuatnya teringat Diederich. Olevey tanpa sadar menyentuh bibirnya dengan jemari lembutnya. Olevey menggigit bibirnya saat teringat kejadian di mana Diederich dengan tanpa tahu malu mencium dan mengulum bibirnya. Olevey menghela napas panjang. “Kenapa aku memikirkan hal memalukan itu?” tanya Olevey pada dirinya sendiri.
Olevey berpikir, jika dirinya tidak boleh memikirkan atau bahkan merasakan hal ini terhadap Diederich. Benar-benar aneh dan tidak masuk akal bagi Olevey. Untuk kesekian kalinya, Olevey menghela napas panjang dan hal itu membuat Jennet menatap Olevey dengan pandangan penuh tanda tanya. “Nona terlihat tengah memikirkan sesuatu yang sulit. Sebenarnya, apa yang mengganggu Nona?” tanya Jennet.
Olevey menoleh pada Jennet yang rupanya baru selesai mengganti seprai. Jennet kini tidak lagi terlihat berpenampilan sempurna seperti manusia. Menurut penjelasan Jennet, tubuh Jannet akan bereaksi alami dengan cahaya bulan merah yang kabarnya memberikan energi kehidupan bagi para iblis. Saat ini, kuku dan gigi Jennet tampak meruncing. Telinganya juga meruncing dan sedikit memanjang. Tentu saja, tampilan Jennet cukup jauh dari tampilan biasanya yang ia tunjukkan pada Olevey.
Namun, Olevey tidak merasa jika penampilan Jennet ini menakutkan. Karena sebelumnya, Olevey sudah lebih dulu melihat tampilan yang berkali-kali lipat mengerikan daripada tampilan Jennet. Menurut Olevey, Jennet masih terlihat cantik. Saat ini, Olevey malah sudah mulai meletakkan kepercayaannya pada Jennet. Ia sadar, jika Jennet adalah satu-satunya orang yang bisa membantunya. “Bisakah aku bertanya satu hal padamu?” tanya Olevey masih duduk di kursi yang menghadap tepat pada pintu balkon yang terbuka.
“Tentu saja, Nona. Memangnya apa yang ingin Nona tanyakan?” tanya Jennet sembari mendekat pada Olevey.
“Dari salah satu buku yang pernah kau berikan, aku mengetahui satu fakta yang perlu konfirmasi darimu. Kabarnya, di salah satu hari pada periode bulan merah akan ada saatnya di mana para iblis berada di titik terlemahnya. Apa itu benar?” tanya Olevey.
Jennet terdiam. Ini adalah masalah sensitif bagi kaum iblis, tetapi Jennet tidak bisa menolak untuk memberikan jawaban atas pertanyaan Olevey barusan. Ia sudah ditugaskan secara resmi untuk menjadi pelayan Olevey yang sudah menjadi sosok penting dan mengundang banyak perhatian para iblis. Semenjak raja Diederich membinasakan ratusan iblis yang hadir dalam pesta bulan perak di mana Olevey sang gadis persembahan hadir, semua orang bertanya-tanya. Atas dasar apa sang raja yang berhati dingin, seakan-akan memberikan perlindungan ketat pada Olevey. Bahkan, sang raja tidak segan-segan untuk membinasakan bawahannya hanya untuk melindungi identitas sang gadis persembahan.
Karena alasan itulah, Diederich selama ini melarang Olevey ke luar dari kamarnya. Sebagai gantinya, Diederich menyediakan segala fasilitas yang mungkin dibutuhkan oleh Olevey. Mungkin, karena sudah terbiasa selalu menghabiskan waktu di kediamannya sendiri, Olevey tidak merasa terkurung. Hanya saja, mengingat fakta jika ini bukanlah rumahnya sendiri, Olevey menjadi memiliki dorongan untuk ke luar dan melarikan diri dari sini. Olevey harus kembali ke dunianya sendiri karena ini bukan tempatnya. Ia yakin jika pasti ada jalan dan ada alasan kembali baginya. Diederich hanya memaksakan kehendaknya, dan pasti dewa akan mengirimkan bantuan dengan membukakan jalan bagi Olevey.
“Benar, ada satu hari di mana bulan yang tadinya berpendar terang, akan menghilang. Langit malam akan ditinggalkan oleh cahaya bulan merah. Saat itulah seluruh makhluk di dunia iblis berada di titik terlemah mereka. Memang benar, bulan merah memberikan energi kehidupan sepanjang masa bulan merah berpendar. Namun, ketika bulan merah menghilang, saat itu para iblis tiba untuk mengolah energi yang diterima selama bulan merah. Di masa itu, konsentrasi dan kemampuan para iblis akan menurun,” ucap Jennet memberikan penjelasan.
***
“Yang Mulia Raja Diederich memanggil Anda,” ucap seorang pengawal dari ambang pintu. Tentu saja, ia juga seorang iblis, terlihat dari kedua netranya yang sepenuhnya berwarna hitam, dengan setitik warna putih di tengah netranya.
Olevey yang semula tengah menyelami buku yang tengah ia baca, tentu saja mengernyitkan keningnya. Ia sama sekali tidak ingin bertemu dengan iblis satu itu. Apalagi setelah kejadian memalukan, di mana dirinya tidak bisa melepaskan diri dari pelukan Diederich dan menerima ciuman memabukkan yang diberikan raja iblis itu. Olevey berdeham untuk mengenyahkan pikiran memalukan yang memenuhi benaknya. “Tunggu di luar, aku harus berganti pakaian,” ucap Olevey.
Jennet tentu saja segera bergerak untuk menyiapkan gaun ganti bagi Olevey. Namun, saat Jennet akan meriasnya, Olevey menolak. “Cukup, Jennet,” ucap Olevey lalu bangkit untuk melangkah menuju Diederich yang tengah menunggunya.
Sepanjang perjalanan, Olevey dan Jennet sama sekali tidak berpapasan dengan siapa pun. Bahkan, pengawal yang tadi menyampaikan pesan dari Diederich pun sudah tidak lagi terlihat. Awalnya, Olevey berpikir jika pengawal itu menunggu dirinya. Namun, saat ini Olevey merasa jika ini adalah hal yang menguntungkan baginya. Meskipun terlihat hanya memandang lurus ke depan, dari sudut mata Olevey kini ia sibuk mengamati ke sekeliling jalan, menelisik kemungkinan jalan yang bisa membawa dirinya ke luar dari kastel dan membawanya kembali ke perbatasan dunia iblis dan dunia manusia.
“Nona, sepertinya Yang Mulia Raja menunggu Anda di taman istana raja,” ucap Jennet sembari menunjukkan jalan yang harus dilalui oleh Olevey.
Olevey memuji keindahan kastel milik Diederich ini, meskipun terkesan kelam dan misterius, tetapi kesal elegan dan keindahannya tidak bisa diabaikan. Jika saja Olevey tidak mengetahui jika pemilik istana ini adalah seorang iblis, Olevey mungkin tidak akan segan-segan untuk memuji siapa pun yang sudah membangunnya. “Tolong ke mari, Nona,” ucap Jennet.
Lalu Olevey terpukau dengan keindahan taman—ah, bukan. Ini tidak seperti taman. Rasanya lebih cocok disebut sebagai padang bunga. Selain karena areanya yang luas, rasanya berbagai jenis bunga indah terlihat tumbuh dengan subur di sana. Di taman bunga tersebut, ada juga dua buah gazebo yang berdiri. Salah satunya ada di dekat Olevey, sementara yang satunya letaknya agak di tengah. Jika ingin menuju gazebo itu, Olevey perlu untuk menyeberangi danau buatan melalui jembatan melengkung yang indah.
Olevey menoleh saat merasakan Jennet sudah tidak berada di sampingnya. “Jennet?”
“Ya, Nona?” tanya Jennet yang rupanya berpindah ke sisi lain.
“Aku kira kamu pergi. Sekarang aku harus pergi ke mana?” tanya Olevey.
“Mari Nona, kita harus menuju gazebo yang berada di tengah taman.” Jennet lalu memberikan jalan pada Olevey. Tentu saja Olevey melangkah dengan anggun sesuai dengan arah yang ditunjukkan oleh Jennet.
Namun ketika berada di ujung jembatan, Olevey mengernyitkan keningnya. “Tidak ada siapa pun di gazebo,” ucap Olevey.
“Sepertinya, Nona harus menunggu,” jawab Jennet.
Meskipun merasa aneh dengan situasi saat ini, Olevey pun melanjutkan langkahnya. Tentu saja Olevey tidak mau membuat masalah, apalagi Diederich sendiri yang sudah memberikan perintah padanya untuk ke luar dari kamar dan menemuinya. Namun, begitu Olevey tiba di tengah jembatan melengkung tersebut, Olevey merasakan hawa dingin menerpa punggungnya. Ini hawa dingin yang jelas muncul dari ancaman membunuh. Olevey tidak bisa menolak dorongan untuk menoleh, berniat untuk menanyakan sesuatu lagi pada Jennet.
Hanya saja, betapa terkejutnya Olevey saat melihat sosok Jennet sudah digantikan oleh sosok iblis mengerikan yang tidak pernah Olevey temui sebelumnya. Belum sempat Olevey bereaksi, tubuhnya yang ramping dengan kasarnya di dorong hingga membentur sisi pengaman jembatan. Namun, karena pagar tersebut tidak terlalu tinggi, itu tidak bisa menahan Olevey hingga Olevey yang kehilangan keseimbangan tidak lagi memiliki pegangan atau tumpuan hingga dirinya jatuh secara sempurna, tercebur ke dalam danau buatan yang begitu gelap.
“Tolong!” teriak Olevey sembari berusaha untuk melawan berat gaunnya yang basah dan mencoba untuk tetap berada di permukaan air. Olevey berusaha untuk mempertahankan konsentrasi dan kesadarannya. Sementara iblis yang mendorongnya sudah menghilang entah ke mana.
Olevey merasakan pergelangan kakinya ditarik oleh sesuatu. Olevey panik, tetapi begitu melihat Diederich yang berdiri di tepi danau, Olevey merasakan harapan menyusup ke dalam hatinya. Meskipun tampilan Diederich agak berbeda daripada sebelumnya, di mana rambut hitamnya berubah menjadi merah sepenuhnya, Olevey masih yakin jika itu adalah Diederich dan Olevey tidak membuang waktu untuk meminta pertolongan. “Tolong, tolong aku!” teriak Olevey.
Namun, Diederich sama sekali tidak beranjak dari posisinya. Ia malah memberikan tatapan dingin yang menusuk, membuat Olevey tersadar. Diederich adalah iblis, lebih dari itu, Diederich adalah raja iblis. Ia yang paling keji di antara yang lainnya. Rasanya mustahil jika Diederich memiliki rasa empati dan mau menolongnya. Olevey putus asa. Ia tidak lagi bisa bertahan. Tubuhnya terasa berat, dan suhu dingin yang melingkupinya semakin menjadi. Tarikan pada kaki Olevey semakin kuat dan Olevey pun tertarik sepenuhnya ke dalam air. Samar-samar, sebelum tak sadarkan diri, Olevey mendengar bisikan-bisikan yang membuatnya semakin yakin, jika ini adalah akhir hidupnya.
“Kau akan mati.”
“Kau akan berakhir di neraka.”
“Kau akan menjadi bagian dari kami.”
“Ucapkan selamat tinggal pada duniamu.”
“Ini adalah akhir dari takdirmu, sang Gadis Persembahan.”
Di sebuah ranjang luas dan mewah, Olevey terbaring. Wajahnya pucat pasi, dan napasnya telihat berat. Keningnya dihiasi anak-anak rambut yang menempel erat sebab keringat dingin terus mengucur deras dan membuat rambutnya yang halus serta mengembang dengan indah, kini terlihat lepek. Olevey tampak begitu tersiksa dengan kondisinya yang tentu saja terasa tidak nyaman.Seorang pria berjubah tampak memeriksa Olevey dengan sihir yang berpendar biru gelap. Pria itu menarik tangannya dan menggeser tubuhnya. Ia membungkuk pada Diederich yang rupanya berdiri di dekat kaki ranjang. Diederich tampak cukup berbeda dengan
Diederich membawa Olevey yang masih tak sadarkan diri dalam gendongannya yang kokoh dan hangat. Ia membawa Olevey kembali ke dalam kamar pribadinya yang tentu saja adalah kamar paling luas, paling mewah, dan paling ketat penjagaannya. Diederich membaringkan Olevey di tengah ranjang. Namun, Diederich sama sekali tidak beranjak dari sisi Olevey. Ia malah ikut berbaring di samping gadis yang kini tampak sudah jauh lebih barik kondisinya. Napas Olevey sudah cukup teratur, tidak terlihat lagi jika Olevey kesulitan bernapas. Diederic mengulurkan tangannya dan merasakan suhu tubuh Olevey yang sudah kembali normal.
“Ayah,” panggil Leopold setengah putus asa sembari menatap ayahnys yang tengah duduk di kursi bacanya. Saat ini, gelapnya malam sudah memeluk semesta dengan sempurna. Leopold sudah menyelesaikan tugas hariannya dan kini datang ke ruang baca pribadi milik sang ayah, untuk kembali membicarakan hal yang mengganggunya.Karl menghela napas panjang. Ia meletakkan bukunya di atas meja, lalu menatap sang putra yang duduk di seberangnya. “Kamu sendiri sudah melihat apa yang sudah Ayah dan para Uskup Agung lakukan, bukan? Dunia iblis, dan Raja iblis bukanlah sesuatu yang bisa kita hada
Olevey diantar oleh Slevi menuju aula istana di mana singgasana milik Diederich berada. Tentu saja, Olevey perlu bertemu dengan Diederich untuk membicarakan hal aneh yang terjadi pada tubuhnya. Beruntungnya Olevey, saat ini bukanlah masa di mana bulan merah kehilangan cahaya, hingga Olevey tidak akan melihat bentuk-bentuk iblis yang mengerikan. Bentuk iblis yang mungkin saja bisa membuatnya terkena serangan jantung, dan jatuh tak sadarkan diri karena melihatnya. Namun, Olevey masih bisa merasakan jika para iblis yang bertugas sebagai pengawal, memperhatikan dan mencuri pandang padanya. Tampaknya, apa yang dikatakan oleh Diederich jika ia memiliki sesuatu yang membuatnya menarik di mata para iblis bukanlah omong kosong.
Olevey terbangun dari tidurnya karena tidurnya yang nyaman disambangi mimpi buruk. Olevey tersentak dan membuka matanya menatap langit-langit kamarnya. Setelah sembuh sakitnya, Olevey sudah kembali ke kamarnya yang sudah sangat nyaman dan familier dengannya ini. Jelas, kamar ini lebih nyaman daripada kamar bernuansa gelap yang sebelumnya Olevey tempati ketika sakit. Namun, saat ini Olevey tidak bisa merasakan kenyamanan yang biasanya selalu ia rasakan ketika berada di dalam kamarnya ini. Biasanya, Olevey merasa aman berada di dalam kamar yang memang tidak bisa didatangi oleh iblis-iblis lainnya.O
“Tunggu, apa yang Anda maksud?” tanya Olevey.“Apalagi? Tentu saja aku tengah membicarakanmu, istriku,” ucap Diederich dengan seringai yang membuat bulu kuduk di sekujur tubuh Olevey berdiri.
Olevey berdiri di bawah guyuran bulan merah yang berpendar keemasan. Kening Olevey mengernyit dalam saat melihat keindahan bulan merah keemasan yang belum pernah ia lihat. Olevey mengedarkan pandangannya dan tersadar jika dirinya berdiri dengan dikelilingi pohon pinus yang menjulang tinggi. Olevey tidak mengerti, kenapa dirinya bisa berakhir di tempat yang tidak pernah ada dalam ingatannya. Olevey tentu saja sadar, jika ini adalah dunia iblis, tetapi Olevey tidak pernah menginjakkan kakinya di hutan pinus yang ia kenal sebagai pebatasan menuju portal penghubung.
12. Apa Ini Waktunya?