Share

Lexa 6

Setelah belasan menit, akhirnya tangisan Marcus berangsur berhenti. Kini posisi mereka saling berpelukan, Marcus terus menyerukan wajahnya di ceruk leher Lexa menghirup aroma tubuh Lexa yang mengeluarkan wangi mawar membuatnya Kembali tenang. Bulu kuduk Lexa terus meremang karena lehernya diterpa nafas hangat Marcus.

Lexa sudah beberapa kali mencoba melepaskan pelukan Marcus tapi Marcus terus menolak. Marcus merasa malu karena ini pertama kalinya ia menangis di depan seorang wanita. Betapa lucunya tingkah Marcus yang terus menempel kepada Lexa seperti koala.

“Sayang … kita gak mau pulang?” tanya Lexa setelah memecah keheningan.

Marcus hanya bergumam pelan tapi setelahnya ia melonggarkan pelukannya pada perut Lexa. Mungkin inilah saatnya ia menceritakan kejadian masa lalunya.

“Dulu aku punya kakak.” Ujar Marcus sangat pelan bahkan nyaris berbisik.

Lexa menolehkan kepalanya untuk melihat wajah Marcus, sorotan matanya sangat terlihat bahwa Marcus menyimpan rasa sakit, kecewa, dan …. benci? Lexa tidak mengerti dengan tatapan Marcus yang menerawang jauh ke depan. Tetapi Lexa tetap menunggu Marcus untuk melanjutkan ceritanya.

Flashback

14 Februari 2018

Kediaman Marcus.

Hari valentine adalah kesempatan Marcus untuk mengadakan pesta sederhana di kediaman keluarga, ia mengajak beberapa sahabatnya yang ikut merayakan kelulusan SMA Ben, James, dan Reynard. Mereka sedang membakar daging di halaman belakang menghadap kolam renang. Saat sedang mengoles butter di daging, Marvin datang kea rah Marcus sambil menepuk bahu adik kesayangannya.

“Marc, kenapa lo ngajak pesta ke temen cowok semua sih? Are you gay?” Marvin tidak benar-benar serius menanyakan hal semacam itu. Tapi ia hanya merasa kasihan kepada adik kesayangannya yang setiap hari hanya bergabung dengan para lelaki, tapi terkesan dingin dengan semua perempuan. The Ice Prince. Julukan yang tepat untuk Marcus saat itu.

Marcus yang diberi pertanyaan oleh sang kakak hanya memberi tatapan tajam seakan warning untuk tidak mengusik kehidupan pribadinya.

“Okay relax bro. I’m just kidding, okay?” tawa renyah keluar dari mulut Marvin.

“Kakak sendiri bagaimana udah kepala dua kenapa masih jomblo ha?” pertanyaan Marcus membuat Marvin tertohok. Astaga, kenapa dia sering sekali memutar balik pertanyaan. Batin Marvin teriak. Marvin hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan memilih duduk di gazebo depan kolam renang, sekaligus mengabaikan pertanyaan Marcus.

Marvin bukannya tidak ingin memiliki kekasih hanya saja … ada sesuatu yang mengganjal sehingga ia harus menjaga Marcus terlebih dahulu. Mengingat Leander’s Corp baru saja naik daun sehingga kemungkinan besar banyak musuh yang mengincar mereka bahkan nyawa sekalipun. Entahlah ia pun tidak yakin sebenarnya. Tetapi ia merasa yang paling terancam hanya Marcus seorang.

Beberapa hari bahkan bulan pun berlalu. Sikap posesif Marvin terhadap Marcus semakin menjadi bahkan tak jarang mereka sering berantem hanya karena masalah keamanan. Marcus semakin tidak paham kenapa ia selalu diapit bodyguard kemanapun ia pergi walaupun dipantau dari jarak jauh tapi tetap saja membuat Marcus jengkel. Sedangkan Marvin ia harus menyediakan stock banyak kesabaran untuk menghadapi sikap keras kepala Marcus yang selalu saja membantah untuk pergi sendiri.

Sehingga Marvin harus turun tangan sendiri untuk mengawasi adiknya kemanapun pergi mau keluar kota sekalipun.

5 bulan kemudian ….

TABRAKAN MAUT SEDAN VS TRUK, 2 ORANG TEWAS DI TEMPAT 1 ORANG LUKA TIDAK SADARKAN DIRI

Berita trending di hari itu, menjadi bencana yang tidak terduga bagi keluarga Leander. Saat itu, Marcus baru saja pulang dari liburan perpisahan SMA nya. Sesampainya di rumah, kedua orang tua Marcus saling mendekap satu sama lain terutama kondisi Fanny yang menangis sesegukan di dalam pelukan Dirk sambil meraung menyebut Marvin. Tiba-tiba perasaan sesak dan pikiran Marcus terus berkecamuk. Marcus melangkah lebar menuju ruang keluarga dan ikut melihat berita di TV.

Tubuh Marcus terasa lemas dan lepas dari tempatnya Ketika melihat judul berita yang ada di TV, ia berharap yang dilihatnya orang lain. Namun setelah memastikan dan melihat foto nomor plat mobil yang ada di berita, ia semakin menyangkal apa yang dilihat. Tidak. Tidak mungkin. Kakak… itu bukan kakak kan?

Marcus, Dirk, dan Fanny segera menuju ke RS. Mayapada yang ada di Jakarta Selatan mengingat korban kecelakaan telah dibawa ke rumah sakit tersebut diantar oleh supir karena kondisi masing-masing anggota keluarga sedang tibak baik secara mental.

Sesampainya di rumah sakit Marcus, Dirk, dan Fanny berlari menuju UGD langsung bertanya kepada resepsionis mengenai korban kecelakaan yang baru saja tiba. Suster yang menjaga Resepsionis langsung mengantarkan mereka ke dokter yang sedang menangani Marvin.

“Anda keluarga pasien?” tanya Dokter Felix Ketika suster usai mengantarkan keluarga Marvin.

“Iya dok. Bagaimana keadaan kak Marvin?” Marcus bertanya kepada dokter Felix dengan tidak sabar.

“Pasien harus segeran ditindaklanjuti, dari hasil CT Scan pasien mengalami kematian batang otak, dikarenakan terjadi benturan hebat di area kepala dan mengalami pendarahan hebat dan cidera berat. Kondisi ini mengakibatkan penderitanya kehilangan kesadaran dan tidak mampu bernapas.” Jelas dokter Felix.

DEG!

Fanny yang mendengar kondisi putra sulungnya langsung lemas dan hampir tersungkur ke lantai jika Dirk tidak langsung menahan tubuh Fanny. Marcus, langsung memejamkan matanya mencoba menghilangkan rasa sesak yang menguasai paru-parunya. Sungguh. Ia tidak menyangka, teman bermain sekaligus partner belajar dan kakak satu-satunya yang ia punya mengalami kejadian seperti ini.

“Apakah anak saya masih bisa sembuh dok?” tanya Dirk dengan suara tercekat. Dokter Felix menatap intens keluarga pasien dengan perasaan iba, sebelum berujar lagi.

"Dilihat dari keadaan pasien, saya akan menyampaikan apa adanya…” dokter Felix mengambil nafas Kembali sebelum melanjutkan berbicara “Dengan kematian batang otak, sudah dapat dinyatakan telah meninggal dan tubuh hanya bergantung pada alat bantu ,namun keputusan tetap saya berikan kepada pihak keluarga."

“Maksud dokter?” kata Marcus dengan suara pelan nyaris berbisik. Meskipun ia sudah tau kabar terburuklah yang terjadi tapi ia ingin memastikannya sekali lagi.

“Saat ini tubuh pasien hanya bisa bergantung pada alat untuk tetap bekerja, namun hal itu tidak akan berlangsung lama jika peralatan medis yang digunakan di lepas”

“Jadi anak saya tidak akan pernah sadar dokter?” tanya Dirk Kembali. Dokter Felix hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.

Seperti mendapat sengatan listrik saat mendengar kabar tersebut. Bagaimana perasaan Marcus sekarang? Campur aduk. Marah, sedih, kecewa, menyesal. Semua bercampur di 1 relung hatinya. Mulai hari ini, yang ia hanya merasakan kosong. Mulai hari ini, tidak ada yang menjahili Marcus. Mulai hari ini, tidak ada yang mengajaknya bermain.

Semuanya, … mulai hari ini … ia… akan merasa sendiri…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status