Pagi itu, Anna bangun lebih dulu. Dia merasa lebih baik setelah tidur nyenyak semalaman. Anna juga cukup terkejut saat melihat kondisi apartemen yang sudah kembali rapi lagi. Dominic dan teman-temannya benar-benar bekerja dengan keras sepertinya. Tanpa dia tahu jika hanya Harry dan Austin saja yang membersihkan apartemen sepenuhnya Jadi, Anna membuat sarapan dengan suasana hati yang baik pagi ini. Gadis itu tersentak saat merasakan sepasang tangan besar tiba-tiba saja melingkar di perutnya. Sesaat kemudian, dia bisa mengirup aroma harum dari sabun mandi milik Dominic. "Kau sudah bangun, Dom?""Hm, sudah mandi juga. Kau sedang membuat sarapan apa, Sayang?" tanya Dominic dengan meletakkan dagunya di pundak Anna. Dia suka berada dalam posisi ini. "Roti lapis. Oh, iya, kau sudah bertanya malam tadi pada Austin, apakah dia mau mengantar Daniella belanja hari ini? Jika tidak aku yang akan mengantarkan Daniella." Anna benar-benar lupa semalam karena kejadian luar biasa yang tidak pernah
"Mau ke mana?" tanya Anna ketika melihat Dominic bersiap-siap. Ini sudah malam hari, dan pria itu baru akan pergi setelah seharian di apartemen. "Aku mau bertemu Harry, Sayang. Hanya sebentar.""Oh. Kalau begitu boleh aku titip sesuatu?" Anna mulai menatap Dominic dengan penuh harap. Jika sudah seperti ini, bagaimana mungkin Dominic bisa menolak Anna? Apalagi gadis itu melihatnya dengan menggemaskan. "Boleh. Mau dibelikan apa?""Ice cream seperti biasanya."Dominic melihat jam di pergelangan tangannya. "Malam-malam mau makan ice cream?""Cuma sedikit," ucap Anna dengan tersenyum manis. Sengaja dia lakukan agar Dominic mau membelikannya. Dominic yang gemas langsung mencubit pipi Anna. "Kalau ada maunya baru mau tersenyum manis seperti itu. Apa aku batalkan saja janjiku pada Harry?""Eh, kenapa?" Anna langsung tergagap setelah melepaskan tangan Dominic dari pipinya. "Aku tidak tahan jika harus meninggalkanmu, Sayang. Aku rasa, aku bisa gila gara-gara kau tersenyum menggoda seperti
Dominic membuka pintu, dan melihat televisi yang masih menyala di ruang tamu. Sedangkan Anna sudah tertidur dengan lelap di sofa. Waktu menunjukkan jika sudah tengah malam, gadis itu pasti menunggunya sejak tadi. Dominic menarik sudut bibirnya sedikit saat melihat ice cream yang sudah dia beli untuk Anna. Daripada membangunkan kekasihnya, Dominic memilih untuk menyimpan ice cream tersebut di dalam kulkas saja. Baru setelah itu, Dominic mengangkat tubuh Anna untuk pindah ke dalam kamar. "Kau sudah pulang, Dom?" tanya Anna dengan suara serak. Mata gadis itu mengerjap karena Dominic mengangkat tubuhnya, yang membuat dia sempat kaget tadi. "Hm, baru saja. Kenapa terbangun?""Ice cream-ku mana?" tanya Anna dengan mata membuka lebar. Dia tidak menjawab pertanyaan yang Dominic katakan tadi. "Ice cream?"Anna menganggukkan kepala dengan menengadahkan tangan di depan wajah Dominic. Wajahnya sekarang mirip seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu. "Kau lupa membelikannya?""Tidak, S
Hari mulai sore, dan Dominic belum kembali dari kebun belakang rumah. Anna terlihat bingung harus melakukan apa lagi saat dia sudah selesai membantu Elena membuat makanan penutup. "Mau istirahat, Sayang?" tanya Elena pada Anna. Wajah gadis itu juga terlihat cukup lelah. "Eh, tidak perlu, Tan.""Dominic mungkin akan kembali sebentar lagi. Papanya lagi senang berkebun, dan biasanya baru kembali menjelang petang. Bagaimana kalau menunggu Dominic dengan istirahat saja?" tawar Elena lagi. Saat Anna hendak menjawab Elena, Jennifer tiba-tiba datang dan menyapa Elena dengan wajah riang, sebelum akhirnya dia cemberut karena melihat kehadiran Anna. "Dari mana saja seharian?" Elena bertanya dengan wajah sinis. Padahal pagi tadi dia sudah meminta Jennifer untuk tinggal dan membantunya mempersiapkan acara makan malam, tetapi wanita itu tetap saja pergi entah ke mana. Melihat Elena mulai marah, Jennifer mengeluarkan jurus andalannya. Dia punya berbagai macam cara untuk menghadapi Elena di sit
"Apa?" Dominic yang tidak percaya langsung mencium tubuhnya sendiri, dan dia tidak merasakan kalau tubuhnya bau menyengat seperti yang baru saja Anna keluhkan. "Kau berbohong padaku, ya?""Tidak aku serius. Sana cepat mandi!"Saat Anna hendak berdiri untuk meninggalkan Dominic, pria itu segera menangkap pergelangan tangannya, dan menarik Anna hingga jatuh kembali ke atas ranjang. "Dominic, apa yang kau lakukan?"Dominic tidak menjawab. Pria itu hanya memeluk Anna dengan kuat, dengan sesekali mengendus leher Anna yang jenjang. "Geli tau, lepaskan!""Coba cium, apa aku masih bau?"Anna menggeleng dengan tertawa keras karena tidak bisa menahan rasa gelinya lagi. Dia ... berbohong tadi karena tidak mau suasana berubah jadi sedih hanya karena kisah masa lalunya. "Dominic, lepaskan aku! Jangan mencium leherku seperti itu," keluh Anna dengan tertawa kecil. Posisi mereka sekarang sudah berubah, dengan Dominic yang berada di atas tubuh Anna, dan tidak menghentikan bibirnya yang terus menci
Daniella membuka pintu dengan sedikit kesal ketika mendengar suara bel yang tidak berhenti. Namun, wajahnya langsung terkejut saat melihat Austin berdiri di depan pintu sekarang. "Sedang apa kau di sini?"Austin mendongakkan kepalanya, dan sehabis melihat wajah pria itu, Daniella baru sadar jika Austin sedang mabuk. Wajahnya memerah, serta aroma alkohol mulai tercium. "A-aku—“ Austin berdiam diri tanpa melanjutkan kata-katanya. Dia juga bingung kenapa bisa berada di sini, lebih tepatnya mengapa tadi Austin menujukkan alamat apartemen tempat Daniella tinggal, bukannya pulang ke rumah orang tuanya. "Kau mabuk, Austin? Kau ke sini bersama siapa?""A-aku diantar sopir yang aku sewa." Austin duduk di depan pintu karena kepalanya mulai terasa pusing. "Sialan! Aku benar-benar mabuk," gumam pria itu yang masih bisa Daniella dengar. "Kalau begitu cepat hubungi sopir sewa yang tadi membawamu kemari. Lagi pula kenapa kau datang ke sini, sih? Tengah malam lagi," ketus Daniella dengan rasa ke
"Dominic," panggil Anna ketika melihat pria itu muncul dari dalam kamar mandi, dan sudah mengenakan piama tidurnya. "Apa, Sayang? Kau butuh sesuatu?""Tidak. Baru saja Daniella menelpon dan mengatakan jika Austin berada di apartemen sekarang dalam keadaan mabuk parah. Dia memintamu untuk menjemputnya." "Austin ada di apartemen yang temanmu tempati?" tanya Dominic dengan salah satu alis yang terangkat. Dia tampak bertanya-tanya. Anna mengangguk. Sebelumnya Daniella menghubungi dirinya, dan mengatakan hal yang sama seperti yang dia sampaikan pada Dominic tadi. "Tapi kenapa dia ke sana?""Aku tidak tahu. Daniella bilang ponsel Austin mati. Jadi, dia tidak bisa menghubungi siapa pun, makanya dia meminta bantuanku untuk menyampaikan padamu."Dominic menghembuskan napasnya dengan kasar. Sekarang Dia benar-benar merasa bingung. Kenapa Austin bisa datang ke sana? "Dominic!" panggil Anna sekali lagi saat melihat Dominic termenung. "Kau harus menjemputnya, Daniella mungkin saja merasa sung
Austin memijit kepalanya yang terasa sakit. Mata pria itu juga seketika langsung terbelalak saat melihat cahaya matahari yang sudah terang. Berusaha mengingat apa yang terjadi semalam, Austin justru tampak seperti orang linglung saat melihat kondisi di sekitarnya. Ini bukan apartemennya atau rumah orang tuanya. Ini seperti ... tempat Dominic tinggal! Oh, astaga. Apa yang sudah terjadi, hingga Austin bisa berada di sini? "Bagaimana bisa aku ada di apartemen Dominic?" gumam Austin dengan mata melebar. Dia terus berusaha mengingat kejadian semalam. Perlahan Austin mulai ingat, saat dia mabuk kemudian memanggil sopir sewaan, setelah itu .... "Aku ke apartemen Daniella? Oh, shitt!" Pria itu menepuk kepalanya sendiri. Kenapa dia datang ke tempat gadis itu tinggal? Lalu sekarang bagaimana dia bisa ada di sini? Austin kembali memukul kepalanya sendiri. Dia pasti sudah melakukan sesuatu yang mungkin saja akan memancing masalah.Kalau tidak, tidak mungkin Daniella melibatkan Dominic. "