Dominic mengenakan mantelnya, dan keluar dari apartemen, setelah berkali-kali mencoba untuk tidur tetapi tidak bisa. Pikiran pria tersebut terus saja berkelana, memikirkan Anna yang sedang bersama Austin di Vermont, dan apa saja yang mungkin Austin lakukan pada Anna. Meskipun tidak mungkin, tetap saja pikiran Dominic tidak bisa berhenti memikirkan hal tersebut. Jadi, malam ini dia memutuskan keluar untuk mencari udara segar. Dominic mengendarai mobilnya mengelilingi kota, tanpa arah tujuan yang jelas. Namun, entah bagaimana, setelah berkeliling cukup lama di tengah udara dingin, dia justru berakhir di depan rumah sakit tempat Charles dirawat. Padahal tadi pagi dia sudah mengunjungi adiknya itu. Dominic menghela napas panjang, dan berniat meninggalkan area rumah sakit. Namun, sebelum Dominic menginjak kembali pedal gasnya, dia menoleh ketika mendengar suara kaca jendelanya diketuk dari luar. Tok Tok! Dominic membuka pintu mobil dan keluar setelah tahu siapa orang yang sudah menge
Sementara itu, di dalam ruangan VVIP tempat Charles dirawat, pria itu sedang makan dengan lahap sembari disuapi oleh Jeniffer. "Kau bertemu dengan Dominic tadi pagi, Jen?"Jeniffer hanya mengangguk dengan senyum tipis. Dia enggan membahas tentang Dominic dengan Charles, yang ada hanya akan berujung perbedaan pendapat, dan berakhir dengan pertengkaran. "Kalian bicara sesuatu, atau kau tau apa terjadi di rumah?""Maksudmu kejadian apa?" tanya Jeniffer yang langsung berhenti menyuapi Charles. Dia menatap suaminya dengan penuh tanda tanya. "Dia datang dan berbicara melantur. Katanya dia akan pergi dari perusahaan, dan memintaku untuk menggantikan dirinya. Dominic bertengkar lagi dengan mama?" tanya Charles yang masih penasaran. "Ya, ada sedikit pertengkaran di rumah," jawab Jeniffer dengan jujur. "Kau bilang pada mama jika aku pusing dan minum sebelum kecelakaan?" Charles menatap Jeniffer dengan lekat. Mencoba memahami mengapa istrinya melakukan hal tersebut. "Ya.""Kenapa kau melak
Anna terdiam, dan mencoba mencari jejak kebohongan atau kebiasaan bercanda yang biasa Austin lakukan. Namun, raut wajah pria berkulit putih itu terlihat sangat serius kali ini. Matanya juga memancarkan harapan yang cukup dalam. "Kau pasti bercanda lagi, kan?""Apa wajahku terlihat tidak serius kali ini, An?"Anna menggigit bibirnya sendiri karena merasa canggung dengan suasana yang tercipta sekarang. Austin benar-benar menyukainya? "Maaf, Austin, tapi aku—“"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang," sergah Austin cepat. Sebenarnya dia belum siap dengan kata-kata penolakan yang mungkin saja akan Anna ucapkan. "Aku akan menunggu jawabanmu, dan jangan terlalu dipikirkan."Anna menarik bibirnya—membuat senyum yang terkesan dipaksakan. "Kenapa kau diam, An?""Aku hanya sedikit terkejut. Aku tidak tahu harus memberikan respon seperti apa."Austin tersenyum lebar. Pria itu mengusap kepala Anna dengan lembut. "Jangan terlalu dipikirkan," ucap Austin mencoba menenangkan Anna. "Ah, ya, baikla
Dominic tersentak saat dia membuka pintu kamar, dan mendapati ibunya sedang duduk dengan santai di ruang tamu. Malam tadi dia berhasil tidur dengan nyenyak setelah melihat wajah Anna, dan jadilah hari ini Dominic bangun cukup lambat dari biasanya. "Mama?""Kau senang bisa bersantai seperti ini?""Kapan kau sampai, dan kenapa masuk tanpa izinku?" tanya Dominic. Elena terlihat tidak peduli dengan pertanyaan Dominic. Dia meneguk kopi miliknya dengan ekspresi tenang. "Mama, aku bertanya.""Dan kau juga belum menjawab pertanyaanku, Dom!" sergah Elena. Dominic mengacak rambutnya dengan putus asa. Ini masih pagi, dan ibunya sudah datang untuk mengajaknya berdebat. "Duduk!" "Aku sedang sibuk sekarang," tolak Dominic dengan tujuan agar ibunya bisa segera pergi dari apartemennya. "Duduk, Dom!"Tidak ingin berdebat lagi, Dominic menuruti perintah ibunya. Dia duduk dengan wajah datar. "Ada apa?""Kau banyak berbincang dengan ayahmu malam tadi.""Ya," jawab Dominic singkat. "Aku sedang tid
Elena langsung berdiri setelah mengatakan isi pikirannya selama beberapa hari ini. Dia masih menatap wajah Dominic yang masih tampak terkejut, setelah memberitahu jika dia tahu semua yang Dominic lakukan di Vermont. "Sekarang pilihannya ada di dirimu sendiri, Dom."Setelah mengatakan hal itu, Elena langsung pergi, meninggalkan Dominic yang hanya bergeming sejak tadi. "Argh!" Dominic berteriak kesal pada akhirnya, setelah Elena benar-benar sudah pergi. Dia bahkan melemparkan semua barang yang ada di atas meja dengan perasaan dongkol. Kenapa dia bisa lengah kali ini? Kenapa Dominic tidak terpikirkan jika ibunya akan mencari tahu ke mana Dominic pergi beberapa hari lalu? Seharusnya Dominic sudah curiga saat Elena diam saja, setelah mengatakan jika dia pergi ke Spanyol. "Dominic!" panggil Harry yang tiba-tiba saja masuk. Dia cukup terkejut melihat ruang tamu Dominic yang tampak berantakan. Terlebih lagi Dominic terlihat sangat marah. "Aku bertemu dengan Nyonya Elena di luar ... apa
Austin membuka mata, dan melihat Daniella yang sedang tersenyum di depannya. "Selamat pagi."Pria berkulit putih itu terlihat mencoba mengingat kembali, mengapa Daniella bisa berada di tempat tidurnya? Ah, dia baru ingat sekarang. Semalam setelah Anna pulang, dia meminta Daniella datang. "Kau belum pulang?" tanya Austin dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Daniella menggeleng dengan senyum yang tidak pernah terlepas dari bibirnya. Dia suka melihat Austin jika baru bangun tidur seperti ini. Ketampanan Austin terlihat begitu nyata. "Kau kelelahan? Jika iya kau bisa mengambil jatah liburmu hari ini, Daniella.""Denganmu di sini?" tanya Daniella dengan nada manja. Jari jemari wanita itu sudah menari, mengusap dada telanjang Austin dengan perlahan, yang mana membuat Austin langsung tersenyum kesenangan. Austin melenguh saat merasakan sentuhan lembut tangan Daniella. "Daniella, kau mau mencoba merayuku?""Tidak. Aku tidak perlu merayumu, Austin."Lagi-lagi Austin mel
"Dominic? Tidak. Bukan dia," sergah Anna cepat. Emily menghembuskan napas dengan lega. Setelah itu dia melihat Anna yang sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Kenapa kau langsung terpikirkan tentang Dominic, Emily? Memangnya Dominic pria yang seperti itu?"Emily terlihat kikuk. Gadis itu tertawa hambar dan kembali berjalan menuju restoran. "Mana mungkin, Dominic tidak seperti itu. Aku saja sudah lupa kapan terakhir kali melihat Dominic berkencan dengan wanita. Dua tahun lalu, atau mungkin tiga tahun lalu, ya," jawab Emily mencoba mengingat-ingat. "Sudah selama itu?""Ya, kudengar ibunya sangat protektif. Semua wanita yang berkencan dengan Dominic harus sesuai dengan standar ibunya.""Standar? Mereka punya standar untuk seorang wanita?""Iya, kau tidak tahu, ya? Para orang-orang kaya seperti keluarga Williams itu punya standar khusus untuk calon pasangan hidup anak-anaknya. Misalnya dari segi pendidikan, kecantikan, dan yang paling penting dari keluarga pengusaha mana mereka b
Dominic menarik tangan Anna, dan membawa gadis itu berjalan ke belakang kantor. Menuju hutan pohon pinus, setelah rapat mereka bersama dengan orang-orang dari perusahaan jasa iklan berakhir. "Dom, kau mau membawaku ke mana?""Ikut saja."Anna tidak lagi berbicara. Dia hanya mengikuti Dominic yang masih memegang tangannya. Menyusuri jalanan bersalju, dan pepohonan yang menjulang tinggi. Sampai Anna melihat danau yang belum pernah dia lihat di depan matanya, dan itu membuat sorot mata Anna berbinar kagum. "Wah, kau tahu dari mana ada danau di sini?""Kau lupa, ya? Aku pemilik Sky Crystal," jawab Dominic dengan wajah sombongnya, dan sukses membuat Anna mencebik. "Aku tahu di mana saja letak-letak danau di sini. Kau tau ada air terjun di sini?""Air terjun?" tanya Anna dengan wajah tidak percaya. Dia tidak tahu jika di sekitar resort ada air terjun. "Kau tidak tahu?"Anna menggeleng pelan. "Ck, sayang sekali. Di musim semi nanti aku akan mengajakmu ke sana.""Memangnya di musim semi