Sayangnya, wajah Anna justru terlihat gembira. "Wah, kau memujiku?" Melihat itu, Dominic menggeleng cepat. Pria itu segera mengalihkan tatapannya dari senyum Anna. Berbahaya! Gadis itu benar-benar berbahaya untuk Dominic. "Sudah kubilang, bukan? Kau pasti akan suka dengan masakanku." "Diam! Kau terlalu berisik." Dominic kembali ke sifat semula. "Aku sama sekali tidak memujimu. Kenapa kau berlebihan sekali?" Anna mengulum senyum mendengar perkataan Dominic. Dia tahu jika pria itu gengsi. Malu untuk mengakui kemampuan Anna. "Jangan tersenyum seperti itu!" gertak Dominic lagi. Pria itu segera menghabiskan makanannya dengan lahap. "Sekarang kau boleh pulang.""Baiklah." Anna masih menahan senyumnya, dan berjalan meninggalkan Dominic. Melihat Anna yang sudah menjauh, Dominic menghela napas dengan kasar. "Sialan! Jika seperti ini, aku tidak punya alasan untuk memecatnya nanti."Anna berhenti ketika mendengar suara lirih Dominic. Jadi, Dominic benar-benar berniat ingin memecatnya. "Ah
Suasana seketika tegang. "Bercyanda!" Austin tiba-tiba tertawa membuat kedua perempuan itu mengulas senyum. Ketiganya lantas melanjutkan pembicaraan mereka. ***"Hah..." Anna menghela napas panjang mengingat kejadian kemarin.Meski malas, dia akhirnya tetap ke tempat Dominic pagi-pagi sekali. Anna sengaja datang lebih awal untuk membuatkan sarapan, lalu setelah itu dirinya akan kembali ke restoran.Dengan kode pintu yang sudah diberikan sebelumnya, Anna pun masuk. Untuk sarapan, dia hanya akan menyiapkan roti lapis dengan secangkir kopi tanpa gula, sesuai dengan apa yang Dominic pinta. Hanya saja, ketika Anna sudah selesai dengan pekerjaannya, Dominic muncul dari luar pintu. "Kau sudah datang?" tanyanya sesekali menyeka keringat. Anna terdiam. Pria itu sepertinya habis berolahraga. Setelan training yang dikenakan sudah menjelaskan semuanya. "Iya. Aku sudah membuat sarapan juga untukmu," ucap Anna segera mengambil mantel dan ingin bergegas keluar. "Tunggu!" Dominic mencekal ta
"Apa?" Dominic cukup terkejut dengan ajakan Anna. "Kau mengajakku keluar?" Apalagi dengan nada lembut dari suaranya. "Iya. Kurasa selain lidahmu yang tidak bisa berfungsi dengan baik, telingamu juga sama!" cibir Anna. Dia sedikit menyesal sudah berbicara dengan lembut tadi. "Oh, astaga!" Dominic menunjuk wajah Anna dengan kesal. Bahkan wajahnya juga sudah memerah karena menahan marah. "Jadi, kau mau ikut tidak?""Ya, ya, baiklah jika kau memaksa!" "Aku sama sekali tidak memaksamu, Dom," ujar Anna dengan suara rendah, tetapi tegas. "Ya, terserah padamu. Ayo, cepat!" Dominic segera menutup laptop dan berjalan menuju pintu untuk mengambil mantel. "Cih, dasar! Katanya tidak mau," gerutu Anna dengan berjalan menyusul Dominic. "Cepat, atau aku akan berubah pikiran. Kapan lagi kau bisa mengajak dan berjalan-jalan dengan orang sibuk sepertiku?"Anna tertawa dengan terpaksa mendengar kesombongan Dominic yang tiada habisnya. "Dasar besar kepala!"***Anna sama sekali tidak berhenti berbi
Setelah berbincang dengan Harry tadi, Anna lebih memilih fokus untuk memasak agar semua pekerjaannya cepat selesai dan dia bisa segera pulang untuk beristirahat.Hari ini dia benar-benar lelah. Sepertinya, menghadapi Dominic akan membutuhkan tenaga ekstra. Di sisi lain, Dominic dan Harry juga terlihat tidak peduli dengan apa yang Anna lakukan. Kedua pria itu hanya duduk dengan meminum anggur untuk menghangatkan tubuh. "Tadi, mamamu menelponku." Harry tiba-tiba saja berbicara setelah mereka cukup lama diam. "Kau mengatakan jika aku bersamamu di Vermont?""Tentu saja, tidak. Aku bilang jika kita sedang berlibur ke Spanyol." Harry tertawa pelan. Dia sudah terlatih untuk berbohong kepada orang tua Dominic. "Bagus jika seperti itu.""Jadi, kau benar-benar serius akan tinggal di Vermont selama satu bulan?" tanya Harry sekali lagi. Sebenarnya dia berdoa di dalam hati agar Dominic mengubah keputusannya. Dominic tidak langsung menjawab. Pria itu justru menatap Anna yang sedang memasak di
Anna berjalan menuju rumahnya dengan perasaan hampa. Ah, ternyata Austin sama saja! Semua pria pada dasarnya sama saja. Mereka tidak akan puas dengan satu wanita. "Kenapa aku kecewa?" tanya Anna pada dirinya sendiri. "Aku sudah sering mendengar hal seperti itu. Aku juga sudah tahu jika pria memang seperti itu, bukan?"Pria ada makhluk paling egois yang pernah Anna temukan. Sosok manusia yang pernah membuat Anna patah hati. Bahkan lebih dari itu. "Anna, kau harus kuat! Selama ini, kau sudah bertahan dengan hebat. Jangan pedulikan apa pun lagi, cukup dirimu sendiri saja," ucapnya pada diri sendiri, dengan helaan napas panjang. ***Salju pertama di tahun ini mulai turun. Anna menatap butiran putih halus yang turun, dari balik jendela kamar. Indah tetapi tidak dengan suasananya. Muram, dan Anna sama sekali tidak suka! Musim dingin ini, Anna memilih untuk tidak mengambil jatah liburnya. Dia akan bekerja bersama dengan Dominic sampai pria itu kembali ke New York. Ya, setidaknya itu l
Sekarang situasi menjadi canggung, setelah Dominic memarahi Anna tanpa sebab. Mereka berdua duduk seperti orang asing di depan televisi. Dominic yang terlihat sibuk dengan laptopnya. Begitu juga dengan Anna yang sibuk mengganti saluran televisi, meski dia tidak tahu sedang menonton apa. "Hah!" Anna menghela napas panjang. Dia tidak suka dengan sikap Dominic yang acuh tak acuh setelah membuatnya ketakutan tadi. "Kau tidak ingin meminta maaf atas tindakan kasarmu tadi?"Dominic menoleh sekilas, lalu kembali menatap layar laptop. Pekerjaannya sudah menumpuk, dan Dominic tidak punya waktu untuk kembali ribut dengan Anna. "Buatkan aku coklat panas lagi!"Anna melotot tidak percaya mendengar perintah Dominic. Jadi, pria itu benar-benar tidak berniat meminta maaf. Baiklah. Dia berjanji akan membalas perbuatan Dominic tadi."Ya, ada lagi?""Aku butuh camilan." Tangan Dominic berhenti mengetik, dan berpikir sejenak. "Kau punya apa di kulkas?""Tidak ada!" jawab Anna cepat. Dia tidak akan
"Mengundurkan diri?" Dominic menggeleng cepat. "Hei, kau tau konsekuensinya jika mundur dari kontrak bukan?" Anna terdiam. Denda lima kali lipat itu terasa seperti batu yang tiba-tiba saja menghantam tubuhnya, tetapi bekerja dengan Dominic lebih melelahkan lagi. Dominic tersenyum penuh kemenangan ketika menyadari wajah Anna yang berubah pias. 'Kau pasti akan menarik ucapanmu. Kau tidak memiliki uang sebanyak itu, An,' harap Dominic di dalam hati. "Aku tau!" jawab Anna dengan tegas. "Akan aku usahakan denda itu lunas sebelum kau kembali ke New York." Anna bergegas berjalan meninggalkan dapur. Dominic tercengang dengan jawaban Anna. Jadi, Anna benar-benar serius ingin mengakhiri kontrak kerja mereka? Tidak bisa!Dominic tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia belum puas membalaskan dendamnya. "Tunggu, kau mau ke mana?"Anna tidak menjawab. Gadis itu sibuk memakai sepatu boots dan juga mantelnya. Dia sudah jengah dengan sikap Dominic yang selalu berlebihan. "Anna, di luar sedan
Brak! Dominic tersentak kaget ketika Anna menutup pintu kamarnya dengan sangat kuat. Sepertinya, gadis itu benar-benar marah atas sikap Dominic tadi, atau dia sengaja melakukan ini agar Dominic bisa bersikap sedikit baik "Ah, sialan!" Dominic memaki pelan. Pria itu berjalan pelan menjauh dari kamar Anna. Apa dia akan menyerah seperti ini saja? "Jika aku lepaskan dia sekarang, aku tidak akan bisa membalaskan rasa sakit hatiku," gerutu Dominic. Pria itu kembali duduk di depan perapian. Jika kontrak mereka putus sekarang, itu artinya Dominic tidak memiliki alasan untuk tinggal di Vermont lebih lama. "Argh!" Dominic terlihat kesal. Dia masih ingin menghabiskan waktunya di Vermont. Dominic belum ingin bertemu dengan ibunya dalam waktu dekat. Tidak ada pilihan lain, Dominic harus bisa membuat Anna mengubah keputusannya. Maka pria itu pun sudah bulat dengan tekadnya. "Baiklah, Dom. Malam ini tubuhmu tidak akan tidur di ranjang yang luas. Besok kau harus bisa membujuk gadis itu untuk