"Tung-tunggu dulu, Tuan Ernest!" Rosalia mencoba menjeda percakapan Ernest dengan seseorang yang berada di seberang panggilan yang ia yakini itu adalah Carlisle. "A-aku belum memutuskan untuk memilih siapapun!" tukasnya takut-takut. Bagaimana ia tidak takut? Sekarang saja ia sangat shock ketika mendengar Ernest akan menjadi pilihan satu-satunya sebagai kandidat calon tunangannya. Padahal saat ini ia belum bisa memutuskan apa yang diinginkan oleh hatinya. Sementara Ernest, ia langsung memutuskan panggilan setelah ia mendengar ucapan Rosalia, meski di seberang sana kicauan Saudaranya masih saja terdengar memarahi dirinya. Sesaat setelah melempar ponsel miliknya ke atas dashboard mobil, Ernest lalu memiringkan tubuhnya ke arah Rosalia. Menatap gadis belia itu dengan tajam. Berusaha untuk membaca apa yang ada di dalam benak Rosalia saat ini. "Rosalia Heart, kamu tahu, kan kalau kamu tidak memiliki pilihan lain selain memilihku?!" tanyanya dingin. Rosalia mengangguk canggung. "Jadi ap
Setelah mengantar Rosalia kembali ke Kafe untuk bertemu dengan Luna, Ernest dan Ben kembali ke Gail Group. Di dalam perjalanan, Ben berkata pada Ernest bahwa ia belum lama ini telah dihubungi oleh Oliver tentang perihal kepergian Ernest ke proyek danau buatan. "Tidak hanya Tuan Oliver, Tuan Carlisle juga telah menghubungiku, Tuan Ernest." Terang Ben sambil menatap jalanan yang ada di depannya dengan wajah serius. "Aku tahu," cetus Ernest. Beberapa saat yang lalu, setelah percakapannya dengan Carlisle tentang keinginannya untuk mengeluarkan Oliver dan Edward dari perjodohan dengan keluarga Heart. Ernest yakin jika Saudara lelakinya itu pasti akan menghubungi Ben untuk bertanya tentang mengapa ia berubah. "Apakah Carlisle menanyakan padamu tentang di mana aku?" lontar Ernest datar. "Tidak, Tuan. Karena Tuan Carlisle telah mengetahui di mana anda berada. Tapi... Tuan Carlisle bertanya padaku, apakah aku bersama Tuan?""Dan jawabanmu?""Aku mengatakan iya, Tuan. Untungnya Tuan Oliver me
Geram terhadap apa yang Rosalia lakukan, sang pemilik mobil pun melepaskan cengkeramannya dari kerah supir taksi. Lalu, ia mengayunkan tinjunya ke arah Rosalia. Bakk!! Luna reflek menutup matanya dengan telapak tangannya ketika ia menyaksikan pemilik mobil mengayunkan pukulannya ke arah Rosalia. Meski dulu ia sering melihat Rosalia terlibat perkelahian, namun baru kali ini ia menyaksikan Rosalia menghadapi seorang pria yang bertubuh tinggi besar bak pegulat di dalam siaran televisi yang sering ditonton oleh Ayahnya secara diam-diam. Suasana hening selama beberapa saat, dan ketika Luna mencoba mengintip dari sela-sela jarinya, ia terperangah dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Karena kini tak jauh darinya, tepat di hadapan Rosalia, seorang pria berjas rapi sedang menahan pukulan sang pemilik mobil dengan tangannya. Tinggi pria tersebut hampir setinggi sang pemilik mobil, namun tubuhnya lebih ramping. Penampilannya terlihat elegan dengan setelan mahal yang membalut tubuhnya.
Malam hari, seperti permintaan Carlisle... Bersama Ben, Ernest mengunjungi Saudara lelakinya itu di mansion keluarganya. Setibanya di mansion, kedatangannya disambut oleh Carlisle dengan wajah muram. "Duduklah, Ernest!" titah Carlisle, "Ada sesuatu yang harus kamu jelaskan padaku tentang telponmu tadi siang, dan aku pikir itu sebaiknya kita bicarakan secara langsung." Carlisle menghempaskan bokongnya pada sofa tepat di hadapan Ernest, lalu memberi isyarat pada Ben agar meninggalkannya bersama Adiknya itu. Melihat isyarat dari Carlisle, Ben pun mengangguk patuh kemudian berbicara pada Ernest kalau ia akan menunggu Ernest di mobil. "Pergilah, Ben!" tukas Ernest seraya menganggukkan kepalanya. Ben menundukkan kepalanya dengan hormat. Ia tidak hanya melakukannya pada Ernest, tapi juga pada Carlisle. Setelahnya ia pergi meninggalkan ruang tamu mansion. Sepeninggal Ben, tanpa basa-basi lagi Carlisle langsung menginterogasi Ernest tentang permintaannya siang ini yang menginginkan kedua
Dalam perjalanan pulang dari mansion keluarganya, Ernest hanya diam mengingat keputusan terakhir dari Saudara lelakinya tentang siapa yang akan bertunangan dengan Rosalia kelak. 30 menit yang lalu, saat itu ia masih bersikeras pada Carlisle untuk menjadi satu-satunya calon tunangan Rosalia. Namun jawaban Carlisle justru membuatnya termangu. "Begini saja, karena Ayah telah mengetahui kalau salah seorang dari putraku yang akan bertunangan dengan putri dari keluarga Heart, dan agar adil juga untukmu. Bagaimana jika kamu menjadi kandidat ketiga? Dengan catatan, siapapun yang akan dipilih oleh Rose nantinya, maka kamu harus menerimanya!"Ernest meninju sandaran kursi penumpang untuk melampiaskan kekesalannya, karena di hadapan Carlisle ia tidak bisa menunjukkannya. Dan meskipun tampuk Pimpinan Gail Group diberikan Ayahnya kepadanya, Ernest masih menghormati Carlisle sebagai Saudara tertuanya. Jadi, ia akan selalu mematuhi apapun yang Carlisle katakan. "Sial!" dengus Ernest gusar. Mende
Di dalam kamarnya Rosalia termangu menatap pantulan wajahnya yang tampak pada kaca meja rias yang terdapat di dalam kamar setelah ia mengingat semua percakapannya sebelumnya bersama Ernest di pinggir kolam. "Dia akan menjadi salah satu dari calon tunanganku?" Ia menghela nafas berat, merasa lelah dengan masalah demi masalah yang terus datang padanya dan seakan-akan tidak ingin pergi darinya. Sebelumnya, masalahnya dengan Edward saja belum selesai, tetapi kini ia masih harus memikirkan tentang Ernest. Oke, anggap saja permasalahan Ernest adalah yang pertama, terus Edward adalah yang kedua. Dan setelah ini... Apakah ia harus menghadapi masalah lainnya? Padahal, gara-gara Ernest dan Edward, hari ini ia sampai tidak jadi mendaftar di Universitas terbaik yang ada di Kotanya. Hal itu sedikit menyebalkan untuknya. Meskipun pada awalnya ia masih memiliki keraguan untuk melanjutkan pendidikannya, namun ia juga masih belum yakin ingin menerima tawaran Ernest untuk menjadi Sekretaris Ernest d
Ernest melirik Edward dengan wajah cemburu. Sementara itu Rosalia melangkahkan kakinya ke arah sebuah kursi kosong yang terdapat di samping Oliver lalu menjatuhkan bokong rampingnya di sana. Ernest dan Edward sontak menatap Rosalia ketika menyadari hal itu, merasa bingung mengapa Rosalia lebih memilih duduk disamping Oliver yang terkenal sangat tidak suka apabila dirinya didekati oleh wanita. "Nona Rose, ternyata kamu sama sekali tidak takut pada Kakakku, ya?" ledek Edward. Rosalia mengacuhkannya, meski hatinya terus mengumpat pada Ernest dan Edward. 'Daripada takut terhadap pria berwajah seram ini, aku malah lebih takut terhadapmu dan juga Pamanmu,' batinnya. Tidak hanya Ernest dan Edward, Oliver secara diam-diam ikut melirik Rosalia. Ia mengagumi keberanian gadis belia itu yang tidak menunjukkan rasa takut terhadapnya. Sikap Rosalia itu baginya sangat berbeda dengan para wanita munafik di luar sana. Di hadapannya para wanita itu seolah takut padanya, nyatanya, di belakangnya su
Pukul 12.30 siang di resto Les Jardin. Usai menikmati hidangan pencuci mulut, Ernest pun membersihkan mulutnya kemudian melipat kedua tangannya di dada dan menatap ke arah Rosalia yang tengah mempermainkan hidangan penutupnya. Di hadapannya, saat ini Rosalia tampak sedang memotong pancake es krim miliknya dengan tatapan kosong, tanpa sekalipun memasukkan pancake tersebut ke dalam mulutnya. "Ada apa? Kamu tidak suka hidangan penutupnya?" lontarnya pada Rosalia. Rosalia tersenyum kikuk, "Tidak, aku menyukainya." Sahutnya, seiring dengan itu ia mengangkat wajahnya untuk menatap Ernest. "Oh, lalu mengapa tidak memakannya?" tukas Ernest bingung. "Aku..." Rosalia menggigit bibirnya, sebenarnya ia bukan tidak ingin memakan pancake yang dipesankan oleh Ernest untuknya sebagai hidangan penutup. Tapi... Keinginannya untuk menikmati makanan manis terkalahkan oleh keresahan yang sedang bergelayut manja di dalam hatinya. "Tuan Ernest? Apa aku tidak salah lihat?" Rosalia memalingkan wajahnya