Share

11. Tian, He is

last update Last Updated: 2020-12-11 19:11:47

Tian, He is

"Crystal," sapa Regan yang tiba-tiba telah berdiri tidak jauh dari Crystal. Wanita itu berjalan mendekati Crystal. "Kau datang rupanya?" 

Crystal mengangguk ramah. "Apa kabar, Regan?" 

"Sangat baik. Bagaimana denganmu?" 

"Seperti yang kau lihat," sahut Crystal dengan ramah. 

Regan tersenyum lebar lalu meraih pergelangan tangan Crystal. "Ayo, temui ayahku untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya." 

Crystal mengangguk, ia mengikuti langkah Regan yang membawanya mendekati Edgar Storm, kakek Chiaki, ayah Regan. 

"Dad, lihat siapa yang bersamaku?" ucap Regan, telapak tangannya berada di kedua bahu Crystal.

Crystal berusaha bersikap seramah mungkin, ia tersenyum, dan berucap, "Selama ulang tahun, Mr. Storm." 

Pria berusia tujuh puluh tahun itu mengerutkan kedua alisnya, menatap Crystal dengan intens. "Terima kasih, kau Crystal Winter, bukan?"

Kelegaan membanjiri perasaan Crystal karena pria tua itu bisa berbahasa Inggris. Ia mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Edgar. "Ya, saya Crystal Winter." 

Edgar tersenyum seraya menjabat tangan Crystal lalu dengan gerakan yang sangat mesra mengecup punggung telapak tangan Crystal. "Senang bisa bertemu denganmu." 

Chiaki yang berdiri tidak jauh Edgar berdehem, pria itu memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya sambil melangkah dengan gayanya yang sangat santai menghampiri mereka. "Dari pada merayunya, lebih baik biarkan dia mencicipi hidangan di sini." 

Edgar tersenyum lebar. "Cucuku benar, Nona Winter...." 

"Panggil saya Crytsal," sahut Crystal ramah.

"Oh, Manis sekali." Edgar mengelus kulit punggung tangan Crystal dengan cara yang sangat mesra. "Kalau begitu panggil aku Edgar." 

"Baiklah." Crystal tersenyum ramah.

Keduanya berjalan menuju sebuah meja diikuti oleh Regan lalu setelah mereka bertiga duduk, Edgar memanggil salah satu pelayan, meminta sebotol sampanye, juga beberapa hidangan. 

"Kupikir cucuku berbohong saat dia mengatakan jika kau akan datang di pesta ulang tahunku, terlebih lagi kau telah bergabung dengan studio kami," ucap Edgar, matanya menatap wajah Crystal.

"Aku sangat tersanjung mendapatkan undangan pesta ulang tahunmu." Crystal berucap sungguh-sungguh, baginya nama Storm dulu adalah sebuah nama perusahaan musik yang berada di langit sementara dirinya berada di bumi.

Mustahil untuk dijangkau.

"Aku sangat senang kau bersedia bekerja sama dangan kalian," ujar Crystal. "Storm Studios adalah perusahaan rekaman yang ada di dalam daftar mimpiku dan sekarang aku berada di sini." 

Seorang pria berpakaian pelayan mendekati mereka dengan sebotol sampanye dan beberapa buah gelas yang berada di atas nampan, pria itu meletakkan gelas ke atas meja lalu perlahan menuangkan sampanye ke dalam gelas, dan bersamaan dengan itu Maddie datang untuk bergabung bersama mereka. Pria itu menarik kursi berseberangan dengan Crytsal. 

Edgar meraih salah satu gelas yang berisi sampanye. Ia memberikan kode kepada Crystal, Maddie, dan Regan untuk mengangkat gelas mereka. "Untuk merayakan bergabungnya Crytsal di Storm Studios," ucapnya.

"Selamat bergabung, Crytsal," ucap Regan dengan senyumnya yang lebar.

"Selamat bergabung, Crys." Maddie juga mengangkat gelasnya.

"Terima kasih." Crystal mengangkat gelasnya untuk bersulang lalu meneguk isinya. Ia tidak peduli bagaimana nanti menghadapi Chiaki karena ia mengonsumsi alkohol tanpa pria itu di sampingnya. Yang ia pedulikan hanya sopan santun karena tidak ada sedikit pun celah baginya untuk menolak Edgar.

Lagi pula, ia bukanlah gadis yang patuh. Tidak sepatuh itu kecuali terpaksa.

"Cryst, bagaimana biola dari koleksi tokoku? Apa kau sudah mencobanya?" Regan meletakkan gelas di tangannya ke atas meja.

"Biolanya sangat nyaman," ucap Crystal berbohong dengan ekspresi sangat tenang. Ia sama sekali belum menyentuhnya, tetapi Chiaki sudah. Meski pria itu kacau memainkannya. "Malam ini aku akan memainkan sebuah lagu sebagai hadiah ulang tahunmu, Edgar." 

Mata Edgar dan Regan bersobok, sementara mata Maddie menatap lurus Crystal dengan senyum tipis di sudut bibir.

"Itu pasti akan sangat luar biasa," ucap Regan.

"Ini akan menjadi hadiah paling luar biasa sepanjang hidupku," ucap Edgar sungguh-sungguh. 

Crystal tersenyum, senyum palsu untuk menutupi benaknya yang resah karena ia sendiri tidak yakin jika ia bisa memainkan biola dengan baik mengingat ia telah terlalu lama tidak menyentuhnya. "Aku akan memberikan penampilan terbaik untukmu." 

Itu adalah ucapan paling munafik yang pernah ia ucapkan. Ia bahkan tidak memiliki ide lagu apa yang akan ia mainkan. Tetapi, ia telah berjanji akan memberikan yang terbaik untuk Edgar. 

Tidak lama beberapa pelayan datang dan menyiapkan bermacam-macam hidangan di atas meja, sambil mengobrol hal-hal kecil Regan dan Edgar menikmati hidangan, sementara Crystal hanya diam menjadi pendengar yang baik, sama seperti Maddie.

"Oh, iya. Crystal, apa kau telah berkeliling kota Paris?" tanya Edgar setelah mereka selesai dengan hidangan di atas meja.

Crytsal beberapa kali datang ke Paris bersama teman-teman sosialitanya dulu hingga nyaris hafal setiap sudut kota itu. Tetapi, itu adalah masa lalu. Crystal yang dulu seharusnya telah mati bersama kepedihan di sungai Seine.

Ia menggeleng. "Aku belum melakukan apa pun di sini." 

"Datanglah ke sini kapan-kapan jika kau tidak memiliki kesibukan," ucap Edgar. "Regan, mungkin kau bisa meminta Selena untuk menjadi teman Crystal, aku yakin gadis cantik ini belum memiliki teman di Paris." 

Regan mengedikkan kedua bahunya. "Putriku tidak akan bersikap ramah padanya, aku tidak yakin."

Edgar menggelengkan kepalanya. "Agak sulit untuk mendapatkan teman di Paris, apa lagi teman Perancis. Tapi, jangan khawatir orang Perancis hanya membencimu di depan."

Crystal tersenyum ramah, ia paham betul perangai orang Perancis. "Aku akan belajar bahasa Perancis agar memiliki banyak teman di sini." 

Untuk media kalinya Crystal berbicara omong kosong yang munafik. Ia sama sekali tidak menginginkan memiliki banyak teman, ia bahkan tidak ingin berteman dengan siapa pun selain pria yang berada di seberangnya, duduk dengan gaya yang terlihat sangat santai seolah tidak tertarik bergabung dengan percakapan yang terjadi antara mereka.

Edgar menyingkap lengan jasnya untuk memeriksa waktu di arloji yang melingkar di pergelangan tangannya lalu berdehem. " Sepertinya, pidatoku akan segera dimulai," ujarnya seraya bangkit dari posisi duduk.

"Pastikan kau tidak melupakan apa yang ingin kau sampaikan di depan orang banyak." Regan berdiri diikuti oleh Crystal dan Maddie.

"Setelah aku selesai pidato, aku ingin kita berdansa. Apa kau bersedia?" tanya Edgar sambil meraih kedua telapak tangan Crystal.

Crystal tersenyum ramah, ia mengangguk. "Sebuah kehormatan bagiku." 

Edgar mengecup jemari Crystal kemudian menjauh, pria itu naik ke atas panggung yang di buat hanya sekitar sepuluh centimeter dari lantai. Perlahan ia Edgar menyampaikan pidatonya kepada tamu di pestanya lalu mengakhirinya dengan mengangkat gelas di tangannya, mengajak seluruh tamu untuk bersulang. 

Irama musik dari sebuah piano mengalun lembut menandakan jika sesi dansa telah dimulai. Jantung Crystal seolah terasa mencelus hingga ke lutut mendengar irama musik yang tidak asing di telinganya. 

Tian, pria itu memainkan tuts piano. 

"Mari berdansa, Tuan Putri." Edgar yang telah menjauh dari panggung telah berada di depan Crystal, ia mengulurkan tangannya, salah satu kakaknya berada di depan, sementara kaki yang lain mengarah ke belakang dengan sedikit di tekuk." 

Crystal tersenyum lebar, matanya melirik ke arah Maddie sekilas lalu ia menerima uluran tangan Edgar. "Dengan senang hati." 

Crystal dan Edgar mulai berdansa, telapak tangan kiri Edgar berada di pinggang Crytsal sementara telapak tangan kanannya bertaut dengan tangan kiri Crytsal. Kaki mereka melangkah selaras dengan irama musik.

"Kau sangat tegang," ucap Edgar di sela-sela langkah mereka.

"Aku takut menginjak sepatumu," ujar Crystal, itu bukanlah ketakutan satu-satunya. Ia memang takut menginjak sepatu Edgar mengingat ia telah terlalu lama tidak berdansa. 

"Tidak, kau tidak akan menginjakku, kau melangkah dengan sangat benar. Kau... terlalu berhati-hati." 

Ya, Crystal bahkan menghitung setiap langkah sesuai irama agar ia tidak melakukan kesalahan.

"Rileks-kan dirimu, jangan terlalu berhati-hati karena terkadang kehati-hatian tidak diperlukan dalam beberapa langkah." 

Ada makna tersembunyi dibalik ucapan Edgar, mungkin. Crystal tidak yakin. Tetapi, ia diam-diam mengatur napasnya berusaha untuk rileks seperti kata Edgar. 

"Ayo, kita coba gerakan yang lebih berani." Edgar melepaskan telapak tangannya yang berada di pinggang Crystal, sementara tangannya yang terpaut dengan tangan Crystal beralih posisi menjadi menggenggam telapak tangan gadis itu. 

Crystal mengambil langkah mundur dua langkah lalu setengah berputar ia kembali merapat kepada Edgar. Ia mengulanginya lagi beberapa kali gerakan itu hingga ia menabrak seseorang di belakangnya, orang itu adalah Chiaki yang berdansa bersama dengan Caren. Pria itu menatap Crystal dengan tatapan dingin seolah mereka benar-benar tidak saling mengenal.

Edgar menaikkan kedua bahunya bersamaan sambil tersenyum lebar, begitu juga Crystal. Ia tersenyum.

"Kurasa ini akan menjadi kacau, aku bisa saja menabrak orang lagi," ucap Crytsal sambil menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, kita sudahi." Edgar membawa Crystal ke atas panggung dan mengambil microphone dan memberikan kode kepada Tian untuk menghentikan permainannya. Pria itu berdehem. "Maaf, aku mengganggu dansa kalian, aku ingin mengumumkan jika malam ini aku kedatangan tamu spesial." 

Edgar mengecup jemari tangan Crystal, menatapnya dengan tatapan penuh suka cita. "Dia adalah Violinist muda favoritku yang telah memutuskan untuk bergabung bersama Storm Studios." 

Seluruh pasang mata yang ada di sana tertuju ke arah Crystal tidak terkecuali Chiaki yang berdiri di depan mereka. Dengan perasaan gugup yang ia tutupi dengan sempurna, Crystal tersenyum menggunakan senyum palsu.

Maddie mendekati Edgar dan Crystal, di tangannya memegang biola. 

"Crytsal Winter, dia akan memainkan sebuah lagu untukku sebagai kado di hari ulang tahunku." 

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The Tycoon's Scandal (Indonesia)   Epilogue

    EpilogueEpilogueTian baru saja keluar dari sebuah sekolah anak-anak, ia baru saja selesai mengajar anak-anak bermain piano di sana. Secara tidak sengaja ia melihat Crystal menuntun anak kecil, ia segera mengejar Crystal."Crys," sapanya sambil mengendurkan dasinya."Hei, Tian. Kau di sini? Apa kau mengajar?""Ya," jawab tian sembari melirik anak kecil yang dituntun oleh Crystal. "Siapa dia?Crystal menatap Nicky. "Sayang, dia teman Mommy."Nicky mengangguk, sedangkan Tian ternganga. "Mommy? Maksudmu?"Crystal tersenyum lebar, pipinya tampak merona. "Aku telah menikah dan dia... kau mengerti... maksudku...." Ia tidak ingin mengatakan di depan Nicky jika ia bukanlah ibu kandung Nicky yang sejak pertemuan pertama mereka Nicky yang malang mengira Crystal asalah ibunya."Oh, aku mengerti, selam

  • The Tycoon's Scandal (Indonesia)   50. End

    EndCrystal mencumbui bibir Chiaki, setelah mendengarkan pengakuan suaminya, ia merasakan dorongan kuat, menggebu-gebu, ia merasa jika cintanya kepada Chiaki tidak terbendung lagi. Ia tergila-gila pada suaminya.Crystal masih duduk di atas pangkuan suaminya dengan posisi mengangkanginya. Entah sudah berapa lama bibir mereka bertaut seolah hanya ciuman yang bisa menggambarkan besarnya perasaan di dada masing-masing, mereka seolah enggan untuk menyudahinya hingga bibir mereka nyaris bengkak, hanya sesekali bibir mereka terlepas, sejenak meraup oksigen dengan terburu-buru."Suamiku, aku menginginkanmu," erang Crystal terdengar mendamba di sela ciuman mereka.Chiaki menangkup pipi Crystal, menatap wajah cantik istrinya yang memerah, pasrah oleh gairah. "Aku juga menginginkanmu, sayangku."Crystal kembali mengecup bibir Chiaki, lembut menggoda meski hanya sekilas.

  • The Tycoon's Scandal (Indonesia)   49. The Only One

    The Only OneKarina, lima tahun yang lalu gadis itu duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu belum diadopsi hingga usianya enam belas tahun, anak itu sangat pendiam, juga pemalu. Karina lebih memilih menghabiskan waktunya dengan membaca buku dibandingkan dengan bergaul dengan teman-teman seusianya.Karina mengikuti perlombaan ilmu sains antar sekolah. Crystal berjanji akan membawakan guru les privat untuk Karina, tetapi hingga perlombaan itu tinggal beberapa Minggu lagi ia belum menemukan guru ilmu sains yang cocok sesuai kriteria yang ia inginkan, ia beberapa kali datang ke agen penyedia guru les, tetapi ia selaku menemukan kendala yang membuatnya tidak bisa mendapatkan guru les.Hingga saat ia keluar dari sebuah gedung, karena pikirannya kacau ia menabrak seorang pria menyebabkan buku-buku yang dipegang oleh pria itu berjatuhan ke lantai. Di sanalah ia berpikir jika takdir menuntunnya, buku-buku yang dipegang o

  • The Tycoon's Scandal (Indonesia)   48. Mrs. Storm

    Mrs. StormTiga buah mobil beriringan melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan berkelok-kelok, menanjak, dan menurun. Di dalam Land Rover Discovery, Crystal meringkuk di dalam pelukan suaminya sambil menonton acara televisi yang terpasang di dalam mobil tersebut. Sesekali mereka tertawa karena acara yang mereka tonton adalah acara drama komedi yang sangat menghibur.Sesekali bibir keduanya bertaut, bercumbu, dan saling menggoda. Tetapi, ketika gairah mereka mulai menuntut lebih, keduanya memilih berhenti. Chiaki tahu jika istrinya juga menginginkannya, tetapi ia tidak akan memulainya kecuali Crystal yang memulai karena ia tahu bagaimana rasanya memiliki trauma yang masih segar di dalam ingatan. Seperti dirinya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali memperbaiki kondisi mentalnya yang nyaris tumbang.“Kita akan segera tiba,” ucap Crystal saat mobil melintasi petunjuk arah yang berada di tepi jalan.

  • The Tycoon's Scandal (Indonesia)   47. Shine After the Dark

    Shine After the DarkCrystal dan Chiaki baru saja menikah di sebuah kapel, hanya pernikahan sederhana yang dihadiri oleh kedua orang tua Chiaki dan Edgar, juga Maddie. Tetapi, acara berjalan khidmat juga penuh kebahagiaan yang menaungi mereka.Crystal berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang masih berbalut gaun pengantin. Dulu ia sangat mendambakan bisa menjadi salah satu musisi di Storm Studios, sekarang Tuhan justru berkehendak lain, ia resmi menjadi istri pemilik Storm Studios.Perasaannya nyaris sulit digambarkan, sangat bahagia, seperti pengantin wanita yang lain. Tetapi, ada kabut di benaknya yang masih belum sepenuhnya memudar meski ia menepisnya."Apa yang kau pikirkan, sayangku?" Chiaki mengalungkan kedua lengannya di pinggang Crystal.Crystal tersenyum, telapak tangannya mengelus kulit tangan suaminya, dan matanya menatap bayangan wajah suaminya yang terlihat bers

  • The Tycoon's Scandal (Indonesia)   46. Treat Each Other

    Treat Each OtherCrystal memasuki rumah dan langsung menuju ke dapur, ia merasa sangat lapar hingga mungkin akan segera pingsan. Sebenarnya mereka bisa saja berhenti di restoran yang mereka lewati, tetapi berhubung keduanya tidak membawa dompet maupun ponsel, Crystal harus bersabar menahan lapar hingga mereka tiba di rumah."Nona, sarapan telah disiapkan," ucap salah satu pelayan saat mendapati Crystal memasuki dapur."Aku tidak ingin memakan Muesli." Crystal menarik hendel pintu lemari pendingin makanan untuk mendapatkan bahan-bahan yang ia inginkan."Nona, biar saya yang melakukannya," ujar pelayan yang tampaknya ketakutan karena mendapati Chiaki memasuki dapur. "Apa yang ingin Anda makan?""Ma Chére, apa yang kau lakukan?" Suara Chiaki tidak kasar, tidak juga lembut, tetapi terdengar tidak menyukai tindakan Crystal.Crystal mengacuhkan Chiaki, ia mengeluar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status