Share

Bab. 2. Ingin kuliah.

   

"Assalamulaikum " Ines baru pulang sekolah. 

"Walaikum salam..." Jawab  Mama Ning.  Amelia yang mendengar dari dalam kamar   menjawabnya di dalam hati. Amelia kembali browsing dan mendapatkan dua Universitas yang mengadakan beasiswa. Satu kampus negeri dan satunya swasta.

Ines melangkah menuju kamar kakaknya. 

"Kak..." Suara Ines dari luar, tanganya mengetok pintu kamar Amelia. 

"Ya." Balas Amelia dari dalam. Ia membuka pintu masuk ke kamar Amelia dan langsung duduk di pinggir Bednya. 

"Ada apa Ines? Tanya Amelia menatap lekat adik kesayanganya. 

"Kakak bajunya tidak di corat- coretkan?!" 

"Nggak de, tenang saja." 

"Syukurlah." Ines bernafas lega. Mereka duduk saling berhadapan.

"Kakak hari ini pengumuman kelulusan kan? 

"Iya, emang kenapa?" 

"Kakak rangking berapa?" 

"Yah, kakak hanya rangking lima dari seluruh siswa." Ucap Amelia sedih. 

"Kakak tak bisa rangking satu !" Ucap Amelia menunduk. 

Ines mengengam tangan kakaknya. 

"Tak apa kak, rangking lima aja udah bagus ko." Ucap Ines membesarkan hati kakaknya. 

 "Ya sih..." 

"Kalau kamu  udah ujian  belum ya?  

"Belum kakaku sayang, ujianya minggu depan." 

"Oh ya, belajar yang rajin. Biar dapet rangking satu ya." Ucap Amelia mengusap kepala adiknya." 

"Nggak tau juga kak, aku kan tak sepintar kakak !" 

"Kata siapa, adiku satu- satunya ini juga pintar. Cantik lagi !" Puji Amelia. 

"Kakak, ingin kuliah Nes !" Ucap Amelia sendu. Ines memahami keinginan kakaknya. 

"Tapi kak." 

"Kondisi orang tua kita." Ucap Ines sendu. 

"Kakak, akan mencari beasiswa." Ucap Amelia semangat. 

"Baiklah, kalau itu aku dukung. Tapi  nanti siapa yang akan ngajak aku berantem?" Ucap Ines mencebikan bibirnya.

"Mumpung kakak belum pergi, aku akan menghajarmu!" Amelia melempar bantal ke Ines. Mereka kemudian perang bantal di sertai teriakan. Ningsih mendengar anak- anaknya sedang bercanda di dalam kamar. 

"Amell... Iness !!!" Kalian kalau becanda kelewatan. Nanti kalau ada yang nangis tak jewer kupingnya satu- satu !"

Mereka langsung menghentikan perang. Ibu negara sudah teriak. Mereka terkadang memanggil ibunya dengan sebutan ibu negara. 

****

   Sore beranjak menuju malam, mereka sekeluarga makan malam bersama. Amelia membuka suara dan meminta ijin pada Ayahnya. 

"Yah, besok aku minta ijin ke kota besar.   Trisno Ayahnya Amelia langsung  menatap anaknya.  

"Mau kemana?" Tanya  Trisno 

"Mau daftar beasiswa ,Ayah"  Trisno langsung meletakan sendoknya di atas piring. Ia senang dan bahagia anaknya ingin kuliah. Tapi juga sedih dirinya tak mampu membiayainya. Anaknya harus mencari beasiswa.  Papa tak bisa apa- apa, ia hanya bisa mendoakanya. 

"Nak, Ayah minta maaf.  Tak bisa membiayai kamu. Ayah mendukungmu kalau kamu ingin mendapatkan beasiswa. Ayah selalu mendoakanmu nak" Ucap Trisno sedih dan menundukan kepalanya.

"Iya... Ayah, tak apa- apa. Tak usah minta maaf. Amelia sudah bersyukur jadi anak Ayah." Ucap Amelia sendu tak sadar  air mata  lolos dari pelupuk matanya.  

"Ibu, juga hanya bisa mendoakanmu nak. Moga kamu lolos dan berhasil mendapat beasiswa." Ucap Ningsih

"Makasih Ayah, Ibu doa kalian yang terpenting." Amelia menatap Ayah dan Ibunya secara bergantian. 

"Baiklah, besok Ayah antar ya..." Ucap Trisno 

"Tapi nganternya sampai ke terminal aj ya, yah" 

"Lah kenapa?" 

"Aku udah gede Ayah, aku juga bareng Mita."  

"Baiklah..." Ucap Papa Heri lega karena anaknya ada temenya.    

Suasana yang sederhana tapi menghangatkan. Amelia bersyukur dalam keluarga ini. 

   Adzan subuh berkumandang, Amelia bangun kemudian beranjak sholat subuh. Sebelum ke dapur ia sempetkan belajar dulu. Tapi baru buka beberapa lembar buku, Amelia mendengar Ibunya memasak. Ia kemudian tutup bukunya dan beranjak ke dapur. 

"Masak apa Bu, aku bantu ya..." Ucap Amelia. 

"Iya..." Ucap Mama  Ning.  

Masak hari ini menunya juga sederhana. Telur goreng dan tumis sawi putih. Ketika sedang memecahkan telur ia di kagetkan dengan suara Ayahnya. 

"Nanti kamu berangkat jam berapa Amel" tanya Ayah. 

"Jam tujuh." 

Trisno kemudian mengeluarkan motor maticnya. Ia akan pergi  mencari pinjaman buat uang saku anaknya.Ia pergi ke kakak keduanya.   Trisno tiga bersaudara. Dua kakaknya nasibnya lebih beruntung di banding dirinya. Kakak pertama seorang  bidan.  Sedangkan kakak kedua punya Usaha galon dan gas. Hanya dirinya yang petani merangkap tukang ojek. Sebenarnya ia males untuk berurusan dengan kakaknya yang nomer dua ini. Ia selalu memandang rendah dirinya. Tapi karena kebutuhan yang mendesak. Sedang kakak pertamanya sering membantu dirinya, ia merasa tak enak.

 Trisno berdiri di depan pager besi tinggi menjulang. Rumah mewah bercat putih itu juga di jaga satpam. Mencoba memencet bel. Tak lama kemudian satpam keluar.

"Selamat pagi pak Trisno " Sapa satpam ramah. Karena ia tahu  Trisno saudara kandung dengan majikanya.

"Silakan masuk pak..." satpam menyilahkan masuk. Trisno melangkah kakinya menuju teras. Ia duduk di teras depan menunggu kakaknya keluar. Tak lama kemudian kakaknya keluar. 

"Ada apa pagi-pagi kemari? Ganggu orang tidur aja!"  Trisno menelan ludahnya. Ia tau pasti akan mendapat omongan seperti ini. 

"Anu kak, si amel sudah lulus sma. Ia ingin daftar beasiswa. Aku pingin pinjem uang satu juta aja buat uang saku amel."  Mohon Trisno hati- hati. 

"Ha...ha..haa.. Eeh.. kalau Amel udah lulus yah di kawinin aja. Ngapain kamu kuliah   segala. Perempuan itu juga ujung-ujungnya kawin !!" 

"Nggak ada, uangku buat muter usaha   lagi !"  Astagfirullah,  Trisno mengelus dadanya mendengar suara keras kakak keduanya ini.

"Hei, kalau orang miskin nggak usah mikir untuk sekolah tinggi. Cukup makan aja udah alhamdulilah !!" 

Tak tahan mendengar hinaan dari kakaknya ia langsung beranjak dan pergi. 

Satpam membukakan pintu untuk  Trisno

"Hati- hati di jalan ya pak." Ucap satpam tak tega  melihat ia  di hina oleh kakaknya sendiri. 

"Ya, makasih ya." Ucap  Trisno kemudian menjalankan motor maticnya meninggalkan rumah mewah itu.  Trisno kemudian menjalankan motor maticnya ke rumah kakak kandungnya yang pertama. Dia seorang bidan. Namanya  Wati.  Trisno mengetok pintu rumah kakak yang pertama. 

Tok.. tok.. 

Bude Wati kemudian membuka pintu. Ia tersenyum saat yang datang adiknya. 

"Apa kabar Trisno baru kelihatan. Masuklah..." 

 Trisno kemudian duduk di sofa ruang tamu.  Trisno  menghela nafas pelan. Bude Wati heran melihat wajah  Trisno tampak tegang. 

"Ada apa kayaknya kamu tegang banget?" 

"Gini Mbak, si Amel udah lulus sma. Dia ingin melanjutkan kuliah di kota S  Ia ingin dengan mendapatkan beasiswa. Tapi aku ingin memberinya uang saku. Buat bekal dia saat di kota. Karena ujiannya  dua hari dan perlu kos. Aku ingin pinjem uang mbak Wati satu juta boleh?" Mohon Trisno hati- hati. 

"Aah, ponakanku pinter ya, ingin kuliah dengan mendapatkan beasiswa. Bentar aku ambil uangnya dulu. Dan nggak usah pinjem ya, ini untuk hadiah kelulusan Amel."  Ucap Bu Wati tersenyum. 

"Alhamdulilah..." Ucap  Trisno lega. 

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status