Share

Bab 10

Tiga minggu kemudian, Dante sudah menjalani hari-hari seperti sebelumnya, ia harus pergi ke kantor untuk melakukan tugasnya.

Irin pun berniat untuk pergi, namun sebelum itu, ia menghubungi Dante dan meminta izin padanya.

Sebelum Dante membalas chat Irin, Irin sudah di jemput oleh Alex.

Alex adalah orang kepercayaan ayah Irin, Alex pun adalah sahabat kecil Irin.

Hanya saja, Alex adalah anak dari keluarga biasa saja.

"Aku nggak peduli kamu nggak balas, aku harus pergi." Gumam Irin sambil menatap ponselnya.

Irin pun berjalan keluar, dan mendapati Alex sudah berdiri dan bersandar di mobilnya.

"Alex,"

"Hai, Nona manis… silahkan masuk," ucap Alex yang kini mulai membukakan pintu mobil untuk Irin.

"Terimakasih, pengawal…"

"Ck, pangeran gitu kek, masa dunia akting sama dunia nyata sama aja, aku jadi pengawal,"

Irin pun terbahak mendengar jawaban kesal Alex.

"Udah ih, buruan… nanti Rexa marahin aku lagi,"

Alex pun terkekeh,

"Iya, iya… ayo," Alex mulai menyalakan mesin mobil dan mulai melajukannya.

Di sisi lain, Rexa sudah ngedumel karena Irin belum juga datang.

"Dasar kampret, lama banget dia kesininya."

Tak lama kemudian pintu terbuka lebar dan menampilkan wajah cerah Irin.

Irin tengah tersenyum lebar pada Rexa. Membuat Rexa memutar bola mata jengah.

"Ih, jangan marah dong. Makin jelek nanti,"

"Astaga, ganteng gini di bilang jelek? Nggak salah lo?"

Irin pun terkekeh, ia duduk di kursi hadapan Rexa berada.

"Kesini sama Alex, kan?"

Irin mengangguk, ia pun menerima sodoran tiga lembar kertas dari Rexa.

"Ini hasilnya ya?"

"Iya, gimana menurut kamu? Perkembangan waktu itu bagus, dan yah..aku berharap kedepannya semakin membaik,"

Irin tersenyum tipis,

"Xa, jadwal kita kemana hari ini?"

"Kita harus ke tempat yang bisa buat kamu seneng, kita ke mall… shopping, makan, nonton terus main game, Atau __ "

"Ah, aku tau…" Irin tersenyum miring.

"Kita ke pergi ke cafe bakso pelakor yuk?"

"Hah? Bakso pedas yang lagi booming itu?"

Irin pun mengangguk semangat,

"Ayo, Xa.."

"Nggak, nggak. Aku menolak tegas,"

"Ih, katanya mau buat aku seneng? Masa kamu howakin aku sih?"

Rexa pun terkekeh, apaan howak?

"Ya udah, iya, tapi jangan yang pelakor belinya."

"Yah, Rexa nggak seru. Aku pulang aja deh,"

"Eh?"

"Males," ucap Irin yang pura-pura ngambek.

"Ya udah, ayo…  gue takut di depak bokap lo,"

Irin pun terkekeh, dia menarik lengan Rexa dan menggamitnya mesra.

Siapapun yang melihat mereka pasti akan iri, karena Irin yang benar-benar seperti wanita idaman, cantik, penampilan sopan dan juga ramah.

Dan Rexa, dia adalah laki-laki yang baik dan tampan.

Namun, jauh lebih tampan Dante menurut Irin.

Mereka pun masuk ke dalam mobil, Rexa melajukan mobilnya ke tempat yang Irin inginkan.

Sedangkan di tempat lain, Dante sudah di datangi oleh Darius.

Darius ingin memberi peringatan pada putra keduanya agar ia bisa bersikap baik pada Irin.

"Bersikap baiklah pada istrimu, Dante. Jangan mengecewakan ayah dan ibu." Ucap Darius menatap serius pada Dante.

Dante yang sedari tadi sibuk dengan berkasnya, kini ia pun terhenti.

Menatap sang ayah dengan raut tak terima.

"Aku membencinya, jadi jangan paksa aku untuk bersikap baik padanya,"

"Hoh, baiklah. Kalau begitu jelaskan, jelaskan apa yang membuatmu benci pada Irin?"

Dante tampak gugup dengan pertanyaan penuh selidik dari sang ayah.

"I-itu, itu bukan urusan ayah. Ayah tau sendiri, jika Irin adalah mantan pacar Dante."

"Ah, ayah pikir kau membuat kesalahan besar padanya." Sindir Darius yang membuat Dante benar-benar tampak gugup.

"Bukan aku, tapi dia. Dia yang buat kesalahan besar,"

Darius mengangguk kecil,

"Baiklah. Tapi, setidaknya hargai usahanya. Kalau kau memang tidak menyukainya, maka biarkan dia bebas, Dante."

"Bebas? Apa maksudnya?"

"Huh, dia itu istrimu. Jadi pikirkanlah, sebelum kamu menyesal."

"Ck, ya, ya, ya… serah ayah aja, aku sibuk!"

Darius hanya geleng kepala melihat kelakuan putra keduanya.

Dia yang biasanya patuh pada kedua orang tuanya, kini berubah menjadi pembangkang dan kejam pada istrinya sendiri.

Darius pun keluar dari ruang kerja putranya tanpa sepatah katapun.

Dante meletakkan bolpoin di tangannya, ia pun meraih ponsel dan menggeser layar.

Ia membuka pesan chat dan yang ternyata itu dari Irin.

Irin meminta izin padanya untuk pergi.

Dante meletakkan kembali ponselnya saat ia telah membaca pesan chat dari Irin.

"Karena kesalahanmu, aku benar-benar sangat membencimu, Irin." Gumam Dante lirih,

"Yakin, benci?"

Dante menaikkan pandangan saat ia mendengar suara orang lain di sana.

Dante menghela napas kasar, ternyata itu adalah Regio --- adik sepupunya.

"Ya, seratus persen yakin,"

"Lo sanggup liat Irin nikah sama cowok lain?"

Dante hanya terdiam, apa benar ia sanggup jika Irin akan menikah dengan laki-laki lain?

Entahlah, Dante tidak tahu. Karena untuk saat ini, ia benar-benar sangat muak dan membenci Irin.

"Gue nggak peduli dia sama orang lain, yang jelas dia udah buat gue benar-benar kecewa dan benci,"

Regio mengangguk paham,

Lalu ia membuka layar ponselnya, disana Regio membuka pesan chat yang berisi foto Irin dengan dua laki-laki disana.

Regio memperlihatkan foto itu pada Dante. Dante langsung mengepalkan tangannya kuat, di sana, Irin tengah duduk bersama tiga orang pria sekaligus, dan yang membuatnya menatap jengkel tak percaya adalah ada Darren disana, Darren sang kakak iparnya.

"Nggak penting,"

Regio terkekeh mendengar jawaban yang ketus dari Dante.

"Mending lo keluar gih, gue sibuk."

"Hm, gue mau nyusul mereka. Lo mau ikut?"

Dante sedikit terkejut, namun ia berhasil menutupi rasa keterkejutannya.

"Oh," hanya itu yang keluar dari mulut Dante, Regio hanya mengulum senyum.

Ia tahu, jika Dante masih memiliki rasa pada Irin.

Regio tahu, penyebab hubungan Dante dan Irin kandas saat itu.

Hanya saja, Regio tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, sama seperti Dante, yang seolah tak mengetahui apapun.

"Ini udah takdir, Dan. Lo sama dia udah nikah, jadi nggak usah nutupi lagi rasa suka lo,"

"Rasa suka gue sama dia udah ketutup sama rasa benci, lo nggak tau apa-apa. Jadi mending lo diem,"

"Ah, okay. Gue nggak bakal ikut campur, sebagai sodara lo, gue cuma mau kasih saran. Jangan sampe lo nyesel nantinya,"

"Lo sama aja kaya orang tua, tadi bokap gue dan sekarang lo. Mending gue bawa pulang aja nih tugas kantor, "

Dante benar-benar terlihat mengemasi barang-barang miliknya dan juga berkas-berkas penting yang sedang ia cek.

"Wow, gue pergi. Kantor butuh lo,"

"Hm, hust.. hust.." Dante pun akhirnya bernapas lega, ia pun berjalan menuju pintu saat Regio telah keluar dari ruang kerjanya.

Dante mengunci pintu, ia ingin fokus hanya pada kerjaan saat ini.

Tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status