Home / Romansa / Touch Your Heart / Bab 3 Masuk Perangkap

Share

Bab 3 Masuk Perangkap

Author: Agnisri
last update Last Updated: 2021-03-30 18:00:10

“Ayo Ran, nyanyi!” seru teman-teman yang lain.

“Ayo nyanyi Ran!”

“Nyanyi!”

Ran kali ini tidak bisa menolak. Ia ditarik oleh beberapa teman-teman perempuannya untuk naik ke atas panggung. Padahal mood-nya sedang tidak bagus. Kalau bukan karena menjaga images, Ran pasti akan pergi pulang sekarang juga.

Begitu tiba di atas panggung, Ran merasa pandangannya mengabur. Kepalanya terasa melayang.

“Sisi, aku rasanya pusing,” ungkap Ran pada Sisi.

“Kamu jangan cari alasan deh, Ran.” Sisi tidak percaya dengan apa yang Ran katakan. Ia pikir temannya itu hanya beralasan supaya tidak jadi bernyanyi. Namun, Ran benar-benar merasakan pusing dan pandangannya sudah mengabur.

“Aku nggak bisa berdiri, bantu aku duduk, Si.” Ran memegang tangan Sisi. Lalu, ia bersandar pada gadis bertubuh berisi itu.

Hera yang berada di bawah panggung pun bergegas menghampiri. Ia menunjukkan ekspresi khawatir.

“Ran kenapa?” tanya Hera pada Sisi dengan mata yang fokus menatap Ran.

“Nggak tahu, tiba-tiba dia bilang pusing,” jelas Sisi.

“Ya sudah, aku bawa dia turun, ya. Kamu tetap di sini,” ujar Hera pada Sisi.

“Oke Her, jaga Ran baik-baik, ya.”

Ran dipapah turun oleh Hera. Hingga tiba di tempat duduk, Ran meminta Hera untuk mengantarkannya pulang. Ia tidak tahan dengan suara musik yang keras dan orang-orang yang bersenda gurau. Semua ini membuat kepalanya semakin sakit.

“Antarin aku pulang, ya Her.”

“Duh, aku mau aja antar kamu pulang, tapi pacar aku bakalan datang. Kalau aku tinggal dia sendiri di sini, jadinya siapa yang nemani dia, dong?” elak Hera menolak permintaan Ran untuk mengantarnya pulang.

“Ran kenapa?” tanya seorang laki-laki datang ke tempat Ran dan Hera duduk.

“Joan,” ucap Hera menyebut nama laki-laki yang berkulit sawo matang itu. Wajahnya terlihat cukup tampan. Alis matanya tebal, rambutnya ditata seperti model kekinian, dan ada kumis tipis membuatnya terlihat maskulin.

“Hera, Ran kenapa?” tanya Joan karena ia melihat Ran seperti menahan rasa sakit.

“Nggak tahu, mungkin Ran sakit. Dia ingin pulang, tapi aku nggak bisa antar. Apa kamu bisa antar Ran pulang?” tanya Hera pada Joan.

Ran tidak lagi mendengar ucapan orang-orang di sekitarnya dengan jelas. Semua hanya seperti dengung yang memekakkan telinga.

“Ya, biar aku yang antar. Kamu bantu Ran turun, aku bakal nunggu di mobil,” ujar Joan.

“Ran, kamu pulang sama Joan aja, ya?”

Ran menganggukkan kepalanya. Hera membantu Ran untuk keluar dari tempat pesta.

Ran terpikir sesuatu. Ia baru sadar dengan nama Joan yang akan mengantarnya pulang tersebut!

“Joan itu kan … laki-laki yang pernah aku tolak saat sekolah dulu,” batin Ran berucap.

“Kamu yakin nitipin aku sama Joan?” tanya Ran pada Hera. Entah kenapa firasat Ran berkata ini tidak baik. Ia tidak ingin dibantu oleh orang yang pernah ia tolak dan sakiti dahulu. Ia juga tidak ingin berutang budi.

“Kenapa? Joan kan baik sama kamu, Ran. Joan juga suka sama kamu, ‘kan? Kali aja kamu bisa move on kalau lo dekat sama Joan,” ujar Hera memberikan semangat untuk sahabatnya agar move on dari kekasih lama, Darell.

Tidak lama berjalan, akhirnya Ran dan Hera pun tiba di parkiran. Joan sudah menunggu di dekat mobilnya dengan bersandar di pintu mobil.

Ran dibawa masuk ke dalam mobil, kemudian saat menutup pintu, Heran dan Joan saling berpandangan.

Lelaki itu mengacungkan jempolnya kepada Hera sebagai kode kerja bagus terhadap apa yang Hera lakukan.

Good luck, Joan!” Hera berseru sambil mengacungkan jempolnya juga.

Thanks Hera. Aku bawa Ran dulu. Nggak sabar menghabiskan malam dengan Ran,” ucapnya sambil tertawa.

“Ssstt, hati-hati kalau bicara. Nanti ada yang dengar,” desis Hera pada Joan. Joan pun spontan menutup mulutnya karena ia kelepasan bicara.

“Lokasinya sesuai yang kamu bilang kemarin itu, kan?” tanya Hera sebelum pergi. Joan yang hendak membuka pintu mobil pun jadi mendadak berhenti.

“Iya. Besok kamu tunggu kabar baiknya saja,” jawab Joan sambil melayangkan senyum penuh kemenangan.

“Oke!” Hera tersenyum sangat lebar. Dalam hatinya ia sangat senang karena sebentar lagi Ran, teman dekatnya itu akan berada di jurang kehancuran. Semua hal yang dibanggakannya akan lenyap dalam semalam.

“Jangan terlalu sombong, Ran. Kamu adalah pembawa sial! Entah itu di keluarga ataupun tempan-teman, kamu selalu memberikan efek sial! Mama kamu aja mati karena melahirkanmu ke dunia ini. Aku kehilangan ketenaran karena kamu membuat semua orang-orang memusatkan perhatian sama kamu! Sekarang, semua yang ada pada dirimu akan hilang dan hanya rasa kecewa serta cemoohan orang-orang yang kamu dapatkan setelah ini. Selamat tinggal Ran yang terkenal. Masa jayamu udah habis! Sekarang adalah kejayaan untuk Hera,” ucap Hera dengan bangga.

Tidak jauh dari tempat itu ada yang mendengar ucapan Hera yang berkata demikian. Orang itu terkejut dengan apa yang terlontar dari bibir Hera. Segera ia pergi dari sana untuk mencari bantuan pada Ran.

Sekarang Ran dalam bahaya!

***

“Joan, kamu tahu rumah aku di mana, ‘kan?” tanya Ran setengah sadar. Matanya sudah berat untuk ia buka.

“Aku nggak tahu, Ran. Aku bawa nginap di hotel aja sementara, ya?”

“Hotel?” tanya Ran. Setelah mendengar kata hotel, Ran tidak tahu lagi apa yang terjadi. Kesadaran dirinya menjadi hilang sepenuhnya.

“Lebih gampang kalau kamu sudah nggak sadar, Ran,” gumam Joan sambil memperbaiki posisi kepala Ran yang miring.

Joan memperhatikan Ran yang terlelap. Ran begitu cantik. Sangat sempurna. Rambut panjang hitamnya begitu lembut, membuat dirinya tak sabar untuk bisa membelai dan menghirup aroma yang pasti sangat memabukkan untuknya.

Bibir tipis berwarna merah menyala milik Ran benar-benar menggoda dan juga terlihat sangat manis. Ingin sekali Joan mengecupinya hingga ia puas. Tidak, sepertinya ia tidak akan puas meski beribu-ribu kali melakukannya terhadap Ran.

“Malam ini kamu akan jadi milikku seutuhnya, Ran.” Joan tersenyum. Sudahlah, ia tidak peduli dengan mana yang benar dan yang salah. Rasa cinta dan obesesi pada Ran benar-benar telah membutakannya. Hingga ia berani melakukan hal seperti ini pada gadis yang masih suci tersebut.

***

Di tempat lain, seorang pria bergegas menghampiri rekannya di dalam kafe. Pria itu terengah-engah karena ia berlari supaya cepat sampai.

“Lie, aku perlu bicara sama kamu. Ini sangat penting,” bisik Rangga pada Charlie.

“Maaf Pak, saya ingin berbicara dengan Rangga sebentar,” ucap Charlie pada klien bisnisnya.

“Ya, silakan.”

Charlie dan Rangga pergi menjauh dari kerumunan para klien bisnis mereka. Sepertinya memang ada hal penting yang ingin disampaikan oleh Rangga kepada Charlie.

“Ada apa?” tanya Charlie. Tidak biasanya ia melihat Rangga yang selalu berwajah datar itu tampak cemas. Ini mungkin yang pertama kalinya.

“Kamu punya adik sepupu bernama, Randu, ‘kan?” tanya Rangga.

Deg!

Sudah sangat lama Charlie tidak mendengar nama adik sepupunya itu. Kurang lebih 7 tahun ia tidak mendengar tentang Ran. Tiba-tiba dentuman yang tidak biasa itu mengguncang dadanya begitu nama Ran disebut oleh Rangga.

“Kenapa?”

“Dia dalam bahaya. Aku lihat dia dibawa sama seseorang pakai mobil. Aku takut ada niat buruk dari laki-laki itu,” jelas Rangga.

“Kamu yakin itu Ran yang dibawa?” tanya Charlie. Bisa saja itu orang lain, bukan Ran yang dimaksud oleh Rangga.

“Iya, aku sangat yakin. Dia persis seperti Aunty kamu. Tadi nggak sengaja berpapasan sama dia tadi saat masuk ke kafe ini.”

Tanpa pikir panjang, Charlie pun langsung mengelurkan ponselnya. Dengan cepat Charlie mengetik sesuatu, seperti sedang mengirimkan pesan.

“Kamu tangani semua di sini sendiri, ya. Aku pergi selamatin Ran kalau memang benar dia berada dalam bahaya,” ucap Charlie pada Rangga.

“Aman Lie. Pergilah,” suruh Rangga.

Bergegas Charlie keluar dari pintu belakang. Ia tidak ingin berpapasan dengan klien yang lain dan bertanya-tanya padanya kenapa buru-buru keluar. Charlie harus bisa mengejar orang yang membawa Ran pergi.

Ran, siapa yang berani berbuat jahat padamu? tanya Charlie membatin.

***

Bersambung—

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
meta candra
Semoga kesampaian di tolong sama Charlie.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Touch Your Heart   Bab 20 Perfect

    Ran bergegas keluar setelah selesai bersiap-siap. Saat tiba di luar, papa, kakak, kakak ipar dan juga keponakannya sudah siap-siap untuk berangkat.“Papa,” sapa Ran saat menuruni anak tangga.“Aunty, aku berangkat sekolah dulu sama Mama,” teriak keponakannya Ran. Ran menganggukkan kepala dan melambaikan tangan kepada anak kecil itu.Keluarga kecil Theo pergi dari rumah duluan.“Ran,” panggil Tito sambil berdiri di dekat ambang pintu.“Iya, Pa,” sahut Ran.“Kamu yakin mau bawa mobil sendiri?” tanya pria itu.“Iya Pa, Ran nggak mau repotin Lie terus,” ujar Ran.“Nggak mau repotin Lie atau … supaya kamu bisa bebas pergi ke mana pun?”Ran mengerucutkan bibirnya. “Papa ih …,” keluh Ran.Tito mengusap kepala Ran. “Iya, ini kunci mobil kamu. Eh, tapi Lie mana?” tanya Tito pada putrinya itu.&ld

  • Touch Your Heart   Bab 19 Suami Manis

    Ran dan Charlie tengah duduk bersama di dalam kamar. Setelah berbicara dengan Tito sore itu, satu hal yang Ran simpan rapat-rapat 7 tahun yang lalu terkuak ke permukaan.Charlie meraih tangan Ran. Diusapnya lembut tangan itu sembari menatap lekat wajah Ran.Rambut hitam panjang milik Ran bergoyang terkena angin malam yang masuk ke dalam jendela. Sepertinya angin itu sengaja membuat rambut Ran bergerak hingga menutupi sebagian wajahnya.“Ran, terima kasih,” ucap Charlie.“Hhahaha.” Ran tertawa. “Terima kasih untuk apa?”Ran menolehkan wajahnya pada Charlie dengan tampang sedikit gugup. Membuat pria itu mengembangkan senyum lebar nan indah karena merasa Ran sangat cantik malam ini.“Karena surat kamu membuat Papa kamu tahu kalau ….”“Lie, asal kamu tahu, aku udah move on mengenai masalah itu. Aku nggak ada perasaan apa pun lagi,” ujar Ran berterus terang. Ya, Ra

  • Touch Your Heart   Bab 18 Surat Masa Lalu

    Ran dan Charlie sudah tiba di rumah besar di mana sejak bayi, Ran tinggal di sana. Rumah yang sudah menyimpan kenangan untuknya selama 19 tahun.Ran keluar dari mobil. Langkahnya terhenti saat mengamati rumah itu. Beberapa hari pergi, rumah itu terlihat sepi. Ya, memang selalu sepi, bukan? Tidak pernah ramai karena semua orang sibuk.Ponakannya, anak dari Theo dan Lidya tidak ada di rumah karana ikut kegiatan di luar. Biasanya akan pulang barengan dengan mamanya, Lidya.Tiba-tiba Charlie meraih tangan Ran membuat Ran terkejut.“Ayo masuk,” ajak Charlie pada gadis itu. Ran mengangguk kecil.Charlie menggandeng tangan Ran berjalan ke dalam. Siapa yang bisa menyangka, satu-satunya nona muda di rumah itu akan pergi meninggalkan rumah di saat usianya baru saja menginjak 19 tahun. Karena pernikahan membuatnya meninggalkan rumah yang konon menyimpan banyak kenangan terutama tentang mamanya.Ran melangkah masuk. Tiba diambang pintu, semu

  • Touch Your Heart   Bab 17 Timbul Rasa Cemburu

    “Ran! Kamu kok baru datang!” seru Tiara saat Ran tiba di depan kelas. Gadis dengan rambut bergelombang itu bertanya langsung pada Ran yang baru saja tiba.“Kenapa? Aku belum telat juga,” ujar Ran terlihat bingung karena semua teman-temannya memperhatikan ia sejak datang ke sini.“Kamu udah tahu belum sahabat tentang sahabat kamu, si Hera itu masuk penjara?” tanya Tiara memperlihatkan ponselnya pada Ran. Ada berita tentang Hera yang masuk penjara dan heboh di kalangan mahasiswa sejak semalam.“Kamu ‘kan sahabat Ran juga, Tia,” timpal Lala. Wajah Lala sedikit keheranan karena dari gaya bicara Tiara menunjukkan kalau yang bersahabat dengan Ran hanya Hera saja.“Kita beda, Lala. Kita sahabatan sama Ran sejak kuliah, sedangkan si Hera ‘kan sahabatnya Ran pas sekolah,” cetus Tiara. Ia tidak terima disama-samakan dengan Hera. Dari awal tahu kalau Ran bersahabat dengan Hera sudah tidak disuka

  • Touch Your Heart   Bab 16 Awal Penerimaan

    Ran dan Charlie sudah tiba di apartemen. Charlie bilang ingin ke dapur dulu, sedangkan Ran segera pergi ke kamar mandi untuk mandi air hangat.Usai mandi, Ran mendapati Charlie membawakan secangkir cokelat panas.“Ini buat kamu. Aku mau mandi dulu,” ujar Charlie meletakkan cangkir tersebut di atas meja—dekat sofa santai mereka.Ran hanya menganggukkan kepala tanpa mengatakan apa pun. Ia pergi menuju sofa dan duduk di sana. Lalu, mengambil cangkir cokelat itu dan menghangatkan tangannya dengan memegang badan cangkir.Ran menghirup aroma cokelat panas yang begitu enak. “Harumnya,” ucap Ran disertai senyum menghiasi bibirnya yang pucat.Ran sangat suka dengan cokelat panas. Apa lagi saat dingin seperti ini, cokelat panas adalah minuman yang sangat cocok untuk diminum.Ran menyesapnya sedikit-sedikit karena masih panas. “Rasanya enak,” puji Ran mengakui kalau cokelat panas buatan Charlie memang enak.

  • Touch Your Heart   Bab 15 Ingin Kasih Sayang

    Langit kota Jakarta yang mendung membuat Charlie kian cemas karena takut hujan tiba-tiba turun. Pikirannya dipenuhi rasa bersalah kepada Ran. Belum lagi keberadaan Ran yang tidak jelas ada di mana.“Semoga kamu ada di sana, Ran,” gumam Charlie sambil membaca alamat yang dikirimkan oleh Lidya.Belum sampai tujuan, benar saja hujan pun turun. Hujan itu pun kian lebat. Membuat jalanan menjadi macet dan Charlie terjebak lama menuju tempat itu.Charlie tidak menyerah. Ia tetap lanjut menuju tempat itu. Meski sekali pun Ran sudah tidak ada di sana, tetapi ia tetap akan pergi ke tempat itu.Charlie berhenti di sebuah pemakaman umum. Di sana, Charlie melihat ada sebuah taksi yang terparkir.“Kenapa ada taksi hujan-hujan begini di dekat pemakaman?” tanya Charlie heran.Charlie tersadar. “Pasti Ran ada di sini!”Bergegas Charlie turun dengan memakai payung keluar dari mobil. Ia berjalan masuk ke dalam kawasan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status