"Domi Sayang, akhirnya kamu pulang. Mama sangat mengkhawatirkanmu," ucap Daisy. Wanita yang baru memasuki kepala lima namun masih terlihat muda itu, memegang kedua pipi putranya cukup kuat. Linangan air mata terlihat di pelupuk matanya. Berniat mengecup manis kening anak semata wayangnya, namun hal itu tak terwujud saat sang suami justru menghalanginya.
"Oh, Dear, jangan terlalu berlebihan. Anakmu baik-baik saja. Dia sudah tua, jangan memperlakukannya seperti anak kecil," decak Kenneth sembari menatap tajam ke arah Dominic dan memerintahkannya untuk segera menjauh."Tapi, Sayang—""Honey, biarkan anakmu istirahat. Kita panggilkan dokter, ok?" tawar Kenneth. Ucapannya cukup membuat Daisy yang masih sangat mengkhawatirkan Dominic, mengangguk tak rela. Matanya bisa melihat wajah Dominic yang sedikit kurus.Sebagai seorang ibu yang mendengar kalau anaknya mengalami musibah sekaligus pernah meregang nyawa, dia sangat sedih bukan main. Daisy tidak pernah biHari-harinya yang membosankan datang lagi. Dominic harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah seminggu ini dia abaikan. Dia jelas tidak mau kredibilitas perusahaannya turun. Ditambah ayahnya berkata kalau sahamnya hampir merosot jatuh saat sebuah kabar burung mengabarkan berita kematiannya.Beruntung ayahnya sudah mengurus semua itu. Jelas, ini adalah ulah seseorang. Hanya saja, Dominic tidak mengetahui siapa dia. Apa maksud dari orang itu yang berniat membunuhnya? Sialnya lagi, meski ayahnya berkata sudah membereskan sebagian pengkhianat, Jery–orang kepercayaan–ternyata menjadi salah seorang yang berhasil meloloskan diri. Dominic sudah berusaha mengerahkan seluruh orang-orangnya untuk mencari keberadaan laki-laki itu. Begitu pun dengan ayahnya.Tujuan atau motif Jery melakukan percobaan pembunuhan untuknya masih abu-abu. Dia yakin seratus persen kalau laki-laki itu tidak akan bertindak tanpa dukungan. Pasti ada orang lain yang menjadi dan menggerakkan mereka unt
"Kami menemukan anak kecil yang merupakan adik dari Jery, Tuan," ucap seorang pria yang merupakan suruhan Kenneth. Berjalan mendekat sambil memerlihatkan seorang gadis cilik yang ketakutan. Mengalihkan perhatian Dominic serta ayahnya yang tengah berbincang membahas siapa orang yang berniat membunuhnya.Dominic menatap anak kecil itu dengan dahi berkerut. Seorang gadis kecil sekitar empat tahunan yang mengingatkannya akan Arion. Hanya saja, jelas terlihat perbedaan besar antara keduanya. Baik dari umur atau pun dari sifat. Arion adalah anak yang ceria sementara gadis kecil ini tampak pendiam. Wajahnya pun terlihat pucat seolah tidak sehat dan tubuhnya mengkerut takut saat dia menatapnya. "Bawa dia kemari," titahnya.Orang yang membawa anak tersebut menarik anak kecil yang sejak tadi bersembunyi di belakangnya. Berniat untuk menyerahkannya pada Dominic. Namun yang terjadi, anak itu malah menggeleng sambil memegangi kedua kakinya. Ekspresi wajahnya berubah seperti hendak mena
"Kenapa kau menolak panggilanku?" tanya Dominic begitu telepon yang kedua kalinya diangkat oleh Celine. Berdiri tegap di pagar balkon kamarnya sembari melihat jalanan yang ada di bawah di sana. Tampak pegangannya pada pagar besi itu menguat saat tak kunjung ada jawaban dari Celine. Namun Dominic jelas mendengar suara Rayyan yang memanggil istrinya dari balik telepon. "Celine, ini aku. Dominic.""Maaf, aku tidak tahu kalau itu, kau. Ada apa? Katakan sekarang."Jawaban tanpa basa-basi itu masuk ke dalam telinganya. Menciptakan sebuah senyum tipis di bibir Dominic. Tanpa perlu bertanya lagi, sepertinya wanita itu sudah tahu dari mana dia mendapat nomor teleponnya. "Aku sudah memberikanmu imbalan karena sudah menolongku, tapi ... kenapa kau tidak menggunakannya? Apa cek itu belum cukup? Katakan apa yang kau minta, aku akan memberikannya."Dominic dengan setia menunggu jawaban meluncur dari bibir wanita itu, sampai telinganya mendengar suara Celine yang menghela napas kasa
"Celine, apa besok malam kau akan datang?"Celine yang saat ini tengah mengambil barangnya di loker, sontak menoleh dan mendapati Simon berdiri menatapnya penasaran. Beberapa karyawan lain sudah pulang lebih dulu, hanya dia, Simon dan dua orang lainnya yang masih di sana. Celine hanya memberi senyum kecut sebagai balasan atas pertanyaan laki-laki itu. "Aku tidak yakin.""Apa ini karena suamimu lagi?""Ya, aku tidak bisa meninggalkan Rayyan dan Arion," jawab Celine tanpa mengelak.Restorannya akan mengadakan acara makan-makan besok malam untuk merayakan hari jadi berdirinya restoran ini yang ke sembilan tahun. Semua orang diundang dan wajib untuk datang. Namun dia ragu untuk hadir di sana. Celine tidak mungkin meninggalkan suami serta anaknya hanya untuk bersenang-senang. Lebih baik dia ada di rumah dan menjaga keduanya."Bahkan hanya untuk beberapa jam saja? Bukankah kau perlu bersenang-senang sekali-kali?"Simon dengan segala bujuk rayunya berusaha unt
"Do-Dominic? Bagaimana kau—""Halo, Dominic. Sudah lama kita tidak bertemu," sapa si pria yang masih dalam posisi di mana dirinya menggagahi Tiffany. Menahan tangan wanita yang ada di bawahnya. Dia tidak membiarkan Tiffany untuk melepaskan dan mengakhiri semua ini."Jared, lepaskan.""Bagaimana jika kita lanjutkan saja? Biarkan tunanganmu melihatnya.""T-tidak, hentikak-akkhh ...."Laki-laki yang dipanggil Jared itu sama sekali tidak mengindahkan wanitanya yang meminta untuk menyingkir. Bahkan dengan gilanya, dia melanjutkan persetubuhan terlarang tepat di depan Dominic yang terdiam di ambang pintu. Membuat Tiffany yang merupakan tunangan Dominic harus mengerang saat Jared terus menghujamnya begitu keras.Gairah itu terpantik kembali dan membuat Tiffany melupakan kehadiran Dominic untuk beberapa saat. Mereka sibuk mencari kepuasan dan Jared terus menggoyang pinggulnya tanpa jeda. Hingga pada akhirnya, mereka mencapai titik kepuasan dan jerit
Langkah kakinya terdengar pelan. Dominic memasuki rumah dengan pikiran bercabang. Dia tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkan teman lamanya. Meski mungkin hanya dia yang mengganggap Jared sebagai teman. Kenyataannya, laki-laki itu menganggapnya musuh yang harus disingkirkan. Sial, bagaimana caranya menjelaskan kalau dia tidak salah?"Ada apa, Son? Kau seperti banyak pikiran."Suara yang berasal dari ayahnya itu menghentikan langkah kakinya begitu melewati ruang tengah, tempat di mana orang tuanya berada. Dominic menatap malas ke arah Kenneth dan Daisy yang kini penasaran. "Hanya masalah kecil. Di mana setan kecil itu?"Dominic harus memastikan jika Nora dalam keadaan baik-baik saja agar Jery bersedia melakukan tugasnya dengan baik. Dia tidak bisa untuk langsung menghukum mata-mata itu, satu-satunya cara untuk mengetahui siapa dalang di baliknya adalah dengan mengirimkan Jery pada mereka.Jery tidak akan bisa melawannya karena laki-laki itu tahu kalau Nora ada
"J-jangan, jangan lakukan itu. Aku m-mohon, lepaskan aku!" teriak seorang gadis. Dia berusaha berteriak ketika dirinya ditarik menuju ke salah satu kamar oleh seseorang. Matanya tidak bisa melihat dengan jelas orang yang menariknya karena lampu yang remang-remang dan keadaan klub yang kini begitu berisik. Teriakannya sama sekali tidak terdengar. Hingga dia merasakan tubuhnya dilempar ke sebuah ranjang.Punggungnya terasa sakit saat didorong cukup keras. Sampai dia merasakan sebuah tubuh laki-laki asing yang naik ke atasnya. Dia tahu situasinya sedang dalam bahaya dan dengan sekuat tenaga, dia berusaha mendorong tubuh itu agar berpindah dari sana. Namun sialnya dia hanya gadis lemah yang bahkan tidak sanggup untuk menyingkirkan tubuh seorang laki-laki yang memiliki tenaga jauh lebih besar darinya."A-aku mohon, jangan ...."Suaranya melirih. Air mata tanpa sadar mulai menetes seiring dengan perasaan takut yang kian menjadi, begitu sebuah tangan kekar menyentuh da
PRANG!Suara piring yang hancur menbentur lantai terdengar mengisi pagi di meja makan. Suasana berubah hening dan semua orang di sana hanya saling tatap. Begitu juga dengan Celine yang kini menatap bingung ke arah ibu mertuanya. Dia tidak tahu apalagi yang membuat wanita itu marah sampai melempar piring hingga pecah."Bu, ada ap—"Belum sempat Celine menyelesaikan kalimatnya, Mira tiba-tiba menyiramkan air yang ada di gelas pada wajahnya. Membuat makanan yang ada di meja makan itu menjadi basah, begitu juga sebagian pakaian Celine. Dia sontak berdiri dan menatap tak percaya pada mertuanya yang kini melotot tajam."KAMU MAU BIKIN SAYA DARAH TINGGI, YA! MAKANAN INI ASIN!"Suara bernafa membentak itu, mengagetkan semuanya. Tak hanya Celine, tapi Rayyan serta Arion yang kini langsung memeluk tubuh suaminya. "A-apa? Tidak—""Jangan mengelak! Dari dulu, kamu juga tidak suka sama saya! Kamu pasti menyumpahi saya cepat mati!"Celine bungkam. Di