Share

Bab 12

Penulis: Rexa Pariaman
Beberapa satpam segera mengepung Ewan, menggulung lengan baju, tampak siap untuk beraksi kapan saja.

Neva buru-buru berkata, "Pak Tripta, Ewan adalah anggota Departemen Bedah kami. Tolong jangan sakiti dia demi aku."

Tripta melirik dingin ke arah Neva, lalu berkata, "Anakku juga dari Departemen Bedah. Kenapa kamu nggak menjaganya dengan baik?"

Neva langsung terdiam, tidak bisa membalas.

"Bu Neva, hari ini aku hanya ingin menuntut tanggung jawab dari bocah ini. Aku harap kamu nggak menghalangi. Kalau nggak, jangan salahkan aku bertindak kasar." Kemudian, Tripta berteriak kepada para satpam, "Lumpuhkan dia!"

"Tunggu dulu!" Neva segera berkata, "Pak Tripta, mereka ini satpam rumah sakit, bukan bawahanmu. Kamu nggak punya wewenang untuk memerintahkan mereka memukul orang."

"Lucu sekali! Aku ini wakil direktur! Selain Direktur, semua orang bisa kuperintah, termasuk kamu!"

"Menurut peraturan manajemen rumah sakit, nggak ada pimpinan yang boleh menyalahgunakan kekuasaan."

"Jangan bicara omong kosong. Aku cuma ingin membalas dendam untuk anakku sekarang. Kalian semua, serang dia!"

Melihat para satpam hendak bertindak, Neva yang panik langsung mengadang di hadapan Ewan. Dia menyergah, "Jangan ada yang coba-coba!"

Para satpam tentu mengenal Neva. Itu sebabnya, mereka merasa dilema. "Gimana ini, Pak Tripta?" tanya salah satu satpam.

Tripta menatap Neva dengan tatapan penuh amarah saat bertanya, "Bu Neva, kamu yakin ingin bermusuhan denganku?"

"Pak Tripta, kamu salah paham. Aku nggak berniat bermusuhan denganmu. Aku cuma ingin memberi peringatan. Sebagai pemimpin di rumah sakit, kamu seharusnya memperhatikan citramu. Menyuruh para satpam memukul orang bukan tindakan yang benar."

"Kalau begitu, kenapa kamu nggak menghentikan waktu dia memukul putraku?" pekik Tripta. "Siapa pun itu, nggak ada yang bisa menghalangiku membalaskan dendam anakku hari ini. Kalian semua, maju. Kalau ada masalah, aku yang akan tanggung."

Karena Tripta sudah berkata demikian, para satpam pun tidak begitu khawatir lagi.

"Bu Neva, tolong minggir. Kalau nggak, jangan salahkan kami bertindak kasar," kata seorang satpam.

Ewan juga berkata, "Bu Neva, biarkan saja. Aku bisa menghadapi mereka."

"Tapi ...."

"Percaya saja padaku."

Wajah Ewan dipenuhi rasa percaya diri. Dia sudah mencerna sebagian kecil warisan kekuatan. Meskipun sedikit, itu sudah cukup untuk menghadapi beberapa satpam ini.

"Kalau begitu ... hati-hati." Neva ragu sejenak, lalu menarik Aruna menjauh ke pinggir.

Ewan menghadapi para satpam itu sendirian. Para satpam itu menatapnya, mengepalkan tangan, siap untuk bertarung.

Tiba-tiba, brummm! Sebuah mobil Maybach melesat dari gerbang dan berhenti dengan karena di depan Tripta.

Pintu mobil terbuka, seorang pria paruh baya turun dari kursi kemudi. Wajahnya tegas, tatapannya tajam dan garang.

Melihat pria itu, Ewan agak terkejut. Henry? Kenapa pria ini datang?

Begitu melihat pria itu, Tripta langsung mengabaikan Dylan dan buru-buru menghampiri dengan penuh hormat. "Pak Henry, angin apa yang membawamu ke sini hari ini?"

Henry menyapu pandangannya ke sekitar, wajahnya tetap datar saat membalas, "Aku ada urusan."

"Kamu nggak perlu repot-repot datang sendiri. Kalau ada perlu, perintahkan saja aku. Aku pasti urus dengan baik," ucap Tripta dengan senyuman menyanjung.

"Kamu?" Henry akhirnya menatap Tripta dengan serius. "Kamu yakin bisa menangani urusan yang diperintahkan Raja Naga dengan baik?"

Raja Naga! Begitu nama itu disebut, hati Tripta langsung gemetar. Pada saat yang sama, dia juga bingung. Kenapa Raja Naga menyuruh Henry datang ke rumah sakit?

Apa ada tokoh penting dirawat di sini? Tidak mungkin. Jika ada, sebagai Wakil Direktur Rumah Sakit Papandaya, dia pasti tahu.

Saat itu juga, Henry melangkah ke arah Ewan dan berkata, "Dokter Ewan, kita bertemu lagi."

"Halo, Pak Henry." Ewan membalas dengan sopan.

"Apa kamu punya waktu sekarang?" tanya Henry.

"Sepertinya nggak." Ewan menunjuk ke arah satpam. "Mereka ingin melumpuhkanku."

Henry menatap tajam ke arah para satpam. Seketika, para satpam itu seperti diincar harimau. Tubuh mereka gemetar dan mundur beberapa langkah.

Mereka bisa merasakan aura membunuh dari tatapan Henry. Orang ini pasti sudah sering membunuh orang.

Henry bertanya dengan suara rendah, "Tripta, ini perintahmu?"

Tripta buru-buru menjawab, "Pak Henry, Ewan melumpuhkan anakku. Aku hanya ingin membalas dendam."

"Anakmu?" Henry melirik ke arah Dylan yang terkapar. "Masih hidup, 'kan? Mau balas dendam apa?"

Semua orang langsung termangu.

Tripta belum mengerti maksudnya. "Maksudmu ...?"

Henry berkata, "Dokter Ewan adalah teman Raja Naga. Aku datang atas perintah Raja Naga untuk mengundang beliau ke rumah."

"Apa? Dia teman Raja Naga?" Tripta menatap Ewan dengan tidak percaya.

Setahu dia, teman Raja Naga biasanya adalah orang tua hebat yang bisa mengguncang Papandaya dengan satu kata. Ewan masih muda, hanya dokter magang. Bagaimana mungkin? Apa ada yang salah?

"Kenapa? Kamu pikir aku bohong?" Henry tampak agak kesal. Dia menunjuk mobil Maybach dan meneruskan, "Nggak percaya? Lihat sendiri. Itu mobil pribadi Raja Naga."

"Mana mungkin aku meragukan Pak Henry." Tripta melirik pelat mobil itu, A88888. Tidak mungkin salah. Pelat mobil itu hanya ada satu di Papandaya.

Ketakutan mulai menjalar dalam diri Tripta. Raja Naga mengirim pengawal pribadi untuk menjemput Ewan. Ini perlakuan khusus! Sebenarnya apa hubungan Ewan dengan Raja Naga? Benar-benar hanya teman?

Henry bertanya lagi, "Sekarang aku mau ajak Dokter Ewan menemui Raja Naga. Kamu keberatan?"

"Nggak," jawab Tripta segera. Dia tentu tidak berani membantah. Meskipun dia wakil direktur, di depan para penguasa sejati, dia tidak ada apa-apanya.

"Bagus kalau nggak keberatan. Kalau ada yang keberatan, silakan hadapi aku!" Tebersit kilatan dingin pada tatapan Henry.

Jantung Tripta langsung berdetak kencang. Dia buru-buru berkata dengan senyuman terpaksa, "Pak Henry, sekalipun nyaliku besar, aku nggak mungkin berani menentangmu."

"Baguslah kalau begitu. Dokter Ewan, silakan." Henry membukakan pintu untuk Ewan.

Melihat itu, kelopak mata Tripta berkedut. Ini benar-benar perlakuan untuk orang besar!

"Aku ingin membawa ibuku juga, boleh?" tanya Ewan.

Henry melirik Aruna dan mengangguk. "Tentu saja boleh."

Ewan membantu Aruna masuk mobil, lalu berkata kepada Neva, "Bu Neva, terima kasih untuk hari ini. Lain kali aku traktir makan."

Saat Ewan hendak pergi, Dylan berteriak, "Ayah, kenapa biarkan dia pergi? Cepat tahan dia! Bunuh dia!"

"Diam!" Tripta memelototi Dylan, lalu membungkuk kepada Henry. "Pak Henry, hati-hati di jalan!"

Henry membawa Ewan dan ibunya pergi. Setelah itu, Tripta baru mengembuskan napas panjang dan menegakkan badan.

Dylan tak terima. "Ayah! Kenapa biarkan dia pergi? Bukankah kamu bilang mau balas dendam?"

Tripta menjawab dengan ekspresi getir, "Hari ini, kita harus mengalah."

"Kenapa?"

"Karena dia teman Raja Naga."

"Cuma karena itu?" Dylan murka. "Siapa sih Raja Naga? Kenapa kamu begitu takut padanya? Memangnya dia lebih hebat dari dewa?"

Tripta menghela napas panjang sebelum menegaskan, "Di Papandaya, Raja Naga adalah dewa!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 50

    Di dalam kantor wakil direktur, Mona menjelaskan dugaannya kepada Tripta.Setelah mendengar semuanya, Tripta mengernyitkan dahi dan bertanya, "Jadi maksudmu, Ewan sempat menemui Dylan dan saat itu dia tampak sangat marah?""Benar," jawab Mona. "Kalau bukan karena Bu Neva, mungkin Ewan benar-benar sudah membunuhku saat itu.""Kamu 'kan mantan pacarnya, sudah pacaran sama dia cukup lama. Apa dia tega membunuhmu?" Tripta jelas tidak percaya begitu saja."Pak Tripta, aku nggak bohong. Semua yang kukatakan itu sungguhan," kata Mona dengan panik. "Aku benar-benar ketakutan saat itu.""Ceritakan padaku secara rinci, dari awal sampai akhir." Tripta pun duduk di kursinya dan mendengarkan cerita Mona dengan saksama.Lima menit kemudian.Tripta sudah memahami situasinya secara garis besar. Dia berkata, "Mona, sekarang juga kamu harus pergi mencari Ewan. Kalau hilangnya Dylan memang ada hubungannya dengan dia, kamu harus pastikan di mana Dylan sekarang.""Pak Tripta, bagaimana kalau Bapak saja yan

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 49

    "Karena aku nggak rela berpisah denganmu." Lisa menopang dagunya dengan kedua tangan dan menatap Ewan penuh kelembutan. Tatapan dari kedua mata indahnya itu begitu menggoda dan menawan.Lagi-lagi begini ....Ewan merasa agak pusing. Lisa memang sering sekali menggodanya seperti ini."Kak Lisa, ke depannya kamu harus jaga dirimu baik-baik, ya."Memikirkan bahwa dia tidak bisa lagi menemani Lisa setiap hari, Ewan merasa agak kehilangan juga. Bagaimanapun, bisa menemani wanita secantik ini setiap hari, suasana hatinya juga pasti akan membaik."Jadi kamu benar-benar nggak bisa rawat aku lagi?" Lisa kembali bertanya.Ewan menjelaskan, "Kalau sudah balik ke Departemen Bedah, aku akan sangat sibuk. Aku benar0benar nggak ada waktu lagi untuk merawatmu.""Kalau begitu, bisa nggak kamu janji satu hal padaku?""Apa itu?""Kamu harus janji untuk datang menjengukku setiap hari.""Itu ....""Bahkan permintaan kecil begitu saja kamu nggak bisa penuhi? Kamu bilang kamu nggak benci aku, tapi sepertinya

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 48

    Di dalam kamar rawat, Ewan menggunakan jimat dari Akademi Sidoar untuk menghilangkan bekas tamparan di wajah Lisa."Rasanya gimana?" tanya Ewan."Sejuk ... seperti habis pakai masker wajah," jawab Lisa."Masih sakit nggak?"Lisa menggeleng. "Nggak sakit lagi.""Kak Lisa, wanita tadi jelas bukan orang baik. Sepertinya dia nggak akan berhenti begitu saja. Menurutku, kamu sebaiknya sewa dua pengawal untuk jaga-jaga," saran Ewan.Lisa tersenyum dan berkata, "Ada kamu yang melindungiku, untuk apa aku sewa pengawal?""Aku sudah dipindahtugaskan dari posisi perawat." Begitu kata-kata itu terucap, senyum di wajah Lisa langsung lenyap."Kamu dipindah ke mana? Ke Departemen Bedah?" Lisa langsung marah. "Ini pasti ulah Neva, ya? Keterlaluan! Aku akan langsung telepon direktur rumah sakit kalian sekarang juga!"Usai bicara, Lisa langsung mengambil ponselnya dan menekan nomor dengan cepat.Ewan buru-buru menjelaskan, "Kak Lisa, ini bukan salah Bu Neva. Aku sendiri yang minta dipindahkan ke Departem

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 47

    "Apa aku menghinamu? Aku cuma berkata jujur." Lisa berkata dengan wajah tak bersalah, "Bagaimanapun, Keluarga Kunantara termasuk keluarga terpandang di ibu kota. Kenapa bisa melahirkan seorang putri seperti kamu?""Demi menghormati Edho, aku cuma ingin mengingatkanmu satu hal. Jangan sampai semua yang diberikan orang tuamu hilang sia-sia, terutama harga diri.""Kamu ... kamu ... akan kuhabisi kamu!" Bak ayam jago yang hendak bertarung, Thalia menerjang ke arah Lisa dengan garang. Namun, baru saja dia mendekati ranjang pasien, Ewan langsung mencengkeram lehernya.Dalam sekejap, dia kesulitan bernapas."Kamu ... kamu mau apa?" Thalia menatap Ewan dengan ketakutan.Ewan menoleh ke arah Lisa dan bertanya, "Kak Lisa, mau dibunuh atau dikubur hidup-hidup?"Lisa langsung paham maksud Ewan, lalu menjawab dengan sungguh-sungguh, "Langsung dibunuh itu terlalu membosankan, dikubur hidup-hidup juga merepotkan .... Hmm, bagaimana kalau ditenggelamkan saja? Atau dimutilasi perlahan juga boleh. Bagai

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 46

    "Aku nggak pernah memukul wanita, tapi kamu ini pengecualian." Perkataan Ewan sangat singkat dan lugas, tetapi penuh wibawa.Lisa menoleh dan menatap Ewan dengan terkejut, lalu bertanya, "Kamu tahu siapa dia?""Siapa pun dia, itu nggak ada hubungannya denganku. Aku nggak akan membiarkan siapa pun menindasmu di depan mataku." Mendengar kalimat itu, hati Lisa terenyuh.Selama bertahun-tahun ini, dia memikul semuanya sendirian. Di mata orang lain, dia adalah wanita tangguh. Namun, mereka semua lupa bahwa dia juga seorang wanita yang ingin dilindungi.Lisa tidak pernah menyangka bahwa pria yang berdiri melindunginya hari ini, ternyata adalah Ewan.Lisa berkata, "Wanita yang kamu tampar tadi itu adalah kakak dari tunanganku yang sudah meninggal. Dia berasal dari salah satu keluarga besar di ibu kota. Keluarganya sangat berpengaruh. Hanya dengan satu perintahnya saja, cukup untuk membuatmu lenyap tanpa jejak.""Lalu kenapa?" Wajah Ewan tidak terlihat gentar sedikit pun. "Seperti yang Kak Lis

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 45

    "Siapa kamu?" tanya wanita itu buru-buru."Aku pakai jubah putih begini, menurutmu aku ini siapa?" tanya Ewan dengan wajah muram dan suara berat. "Kamu ribut-ribut begini di ruang perawatan, apa nggak merasa malu?"Wajah wanita itu langsung memerah dan berubah pucat. Tatapannya seolah-olah hendak mengobarkan api amarah. Dengan status setinggi ini, sejak kapan ada dokter rendahan yang berani membentaknya seperti ini?"Kamu tahu nggak aku ini siapa?"Begitu mengucapkan kalimat ini, wanita itu langsung merasa dirinya bodoh. Kalau saja dokter muda ini tahu siapa dia, mana mungkin berani bersikap seperti ini?"Aku kasih tahu, aku ini ....""Aku nggak peduli kamu ini siapa, yang jelas nggak boleh buat keributan di sini, apalagi melukai pasienku," jawab Ewan dengan wajah tegas."Kamu ....""Silakan keluar.""Kamu mau mengusirku?" Wanita itu membelalakkan matanya menatap Ewan seakan-akan sedang melihat makhluk aneh. Dia sama sekali tidak menyangka, seorang dokter rendahan seperti ini berani me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status