Share

Bab 11

Author: Rexa Pariaman
"Berhenti!" Kaki kanan Ewan baru saja hendak menginjak, tetapi tiba-tiba terdengar suara perempuan yang melengking.

Ewan segera menghentikan kakinya dan menoleh. Dia melihat Neva berjalan cepat ke arah mereka dengan ekspresi dingin.

Entah kenapa, Ewan malah menjadi gelisah. Rasanya seperti murid SD yang ketahuan melakukan kesalahan oleh gurunya.

Melihat Neva, Dylan seakan-akan melihat secercah harapan. Dia berteriak sekuat tenaga, "Bu Neva, tolong aku! Ewan mau membunuhku, cepat selamatkan aku ...."

Mona ikut menimpali, "Bu Neva, Ewan sudah gila, dia mau membunuh orang! Cepat hentikan dia!"

"Lepaskan Dokter Dylan." Neva menatap dingin ke arah Ewan dan berkata demikian.

"Bu Neva, dengarkan penjelasanku ...."

"Lepaskan!" Neva menyela Ewan dengan nada memerintah.

Siapa sangka, nada perintah itulah yang membuat Ewan merasa sangat kesal. "Sekarang kamu bukan atasanku lagi. Apa hakmu menyuruhku melepaskan dia?"

Neva marah dan panik. "Kamu nggak ingin bekerja di rumah sakit ini lagi?"

"Masalah rekam medis itu, Dylan dan Mona bekerja sama untuk menjebakku. Kalian bahkan belum menyelidikinya, tapi langsung memindahkanku ke pos perawatan. Rumah sakit seperti ini nggak pantas untuk dipertahankan!"

Ewan sudah memikirkannya. Jika memang tidak bisa menjadi dokter, tidak masalah. Dengan kemampuannya, dia tidak akan kelaparan.

Neva menahan amarahnya dan membujuk, "Ewan, meskipun aku bukan lagi atasanmu, aku tetap gurumu. Saat masa percobaan, aku yang membimbingmu."

"Kalau kamu masih menganggapku gurumu, dengarkan aku. Lepaskan Dokter Dylan. Kamu sudah belajar kedokteran bertahun-tahun, dengan susah payah mendapatkan lisensi. Kamu mau sia-siakan begitu saja? Kamu mau ibumu kecewa?"

Kalimat terakhir Neva seperti palu yang menghantam hati Ewan. Dia menoleh dan melihat wajah Aruna yang penuh air mata. Hatinya langsung diliputi rasa bersalah.

"Ibu!"

"Ewan, lepaskan Dokter Dylan."

"Tapi ...."

"Ibu sudah tahu dia berengsek dan kamu benar karena memukulnya. Tapi, mengorbankan nyawa demi bajingan seperti itu, itu nggak sepadan."

Kata-kata Aruna seperti alarm yang membangunkan Ewan. Dia menjadi lebih tenang. Benar, tidak ada gunanya menyerahkan nyawa demi Dylan.

"Dylan, dengarkan baik-baik. Hari ini kamu masih hidup. Tapi kalau kamu berani menyentuh ibuku lagi, aku akan membunuhmu." Ewan menarik kakinya dan memapah Aruna. "Ibu, kita pergi."

"Berhenti!" Mona menghalangi jalan Ewan. "Kamu sudah menyakiti Dylan seperti itu, masih mau pergi?"

"Anjing yang baik nggak menghalangi jalan. Menyingkir!" Ewan melontarkan tatapan tajam.

"Aku sudah telepon Pak Tripta. Sebelum dia datang, kalian nggak boleh pergi!"

"Mona, kamu cari mati ya?"

"Ewan, dengan kondisi seperti ini, sebaiknya kamu diam. Dylan lumpuh karena kamu. Kalau dia menuntutmu, sisa hidupmu akan kamu habiskan di penjara."

Setelah mendengar itu, Neva baru menyadari bahwa tangan dan kaki Dylan berlumuran darah. Mampuslah, ini bencana besar!

Neva buru-buru berkata, "Ewan, bawa ibumu pergi sejauh mungkin."

"Bu Neva, apa maksudmu?" Mona menatap Neva dengan kesal. "Ewan sudah menghajar Dylan sampai luka parah. Kalau dia kabur, siapa yang tanggung jawab? Kamu?"

"Aku!"

"Kamu?" Mona terkejut menatap Neva.

"Kemarin di Departemen Urusan Medis, aku sudah bilang. Kalau Ewan membuat kesalahan lagi, aku yang akan tanggung jawab."

"Apa hubungan kalian? Kenapa kamu membela dia?" Mona benar-benar kesal. Jangan-jangan Ewan dan Neva punya hubungan istimewa?

"Hubungan kami bukan urusanmu. Ewan, bawa ibumu pergi!" seru Neva.

"Bu Neva, kalau aku pergi, gimana denganmu?"

"Jangan pikirkan aku. Aku punya cara sendiri."

Hati Ewan tersentuh. Neva bukan hanya membelanya, tetapi juga siap menanggung segalanya demi dirinya. Dia benar-benar tidak tahu harus menyebut wanita ini baik atau bodoh.

Namun, sebagai laki-laki, mana mungkin dia membiarkan seorang wanita menanggung beban ini?

"Bu Neva, terima kasih atas niat baikmu. Tapi aku yang menghajarnya, aku yang tanggung jawab."

"Aku cuma ingin menolongmu." Neva panik. "Pak Tripta nggak mungkin mengampunimu setelah kamu melumpuhkan anaknya. Kalau mereka serius, kamu bisa dipenjara!"

"Ayah Dylan itu wakil direktur rumah sakit. Dia punya pengaruh dan koneksi di Papandaya. Kalau kamu nggak kabur, kamu nggak bakal bisa lolos!"

"Aku tahu semua itu, Bu. Tapi aku nggak takut." Ewan sudah siap. Kalau harus mati bersama, biarlah mereka mati bersama. Seperti yang Lisa katakan, orang yang tidak punya apa-apa tidak takut kehilangan.

Neva terus membujuk, "Kamu nggak memikirkan ibumu? Kalau kamu dipenjara, dia gimana? Kamu tega lihat dia hidup sendiri?"

"Terima kasih, Bu Neva," Aruna akhirnya angkat bicara, "Aku berterima kasih atas perhatianmu pada Ewan. Tapi sebagai ibunya, aku ingin dia bertanggung jawab. Kalau dia nggak sanggup, dia nggak pantas jadi anakku."

"Tapi Bi, Ewan masih muda. Kalau dia dipenjara, masa depannya akan hancur."

"Bu Neva, jangan khawatir. Ewan nggak akan dipenjara. Meskipun aku bukan siapa-siapa, aku masih bisa melindungi anakku."

Jawaban Aruna lantang dan penuh keyakinan. Neva merasa aneh. Kenapa wanita biasa seperti Aruna bisa begitu percaya diri?

Dia menatap Aruna lebih lama. Semakin lama, semakin terasa familier. Bahkan ada rasa akrab. "Bibi, kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Neva tiba-tiba.

"Pernah sekali." Aruna tersenyum. "Hari pertama Ewan melapor ke Departemen Bedah, aku yang antar. Waktu itu, aku menyapamu."

Oh, jadi itu alasannya. Neva hendak berbicara, tetapi suara marah terdengar dari belakang. "Siapa yang menyakiti anakku?"

Begitu menoleh, tampak seorang pria paruh baya yang botak dan buncit, datang dengan beberapa satpam dari arah Departemen Rawat Inap.

Dia adalah Tripta, Wakil Direktur Rumah Sakit Papandaya sekaligus ayah Dylan.

"Paman datang tepat waktu. Dylan terluka parah," ujar Mona.

Tripta berlari kecil ke arah Dylan, berjongkok, dan bertanya dengan cemas, "Dylan, gimana? Parah nggak?"

"Ayah, tolong aku. Aku ... aku sudah lumpuh ...."

Apa? Tripta mengamati dengan saksama, mendapati keempat anggota tubuh Dylan patah. Wajahnya langsung menunjukkan aura membunuh. Dia memekik, "Siapa yang melakukan ini?"

"Dia!" Mona menunjuk Ewan. "Paman, dia yang menghajar Dylan!"

"Hari ini, jangan harap kamu bisa selamat sekalipun dewa turun ke bumi!" Tripta menatap Ewan dengan tatapan penuh kebencian, lalu berteriak ke arah para satpam, "Tunggu apa lagi? Lumpuhkan dia sekarang juga!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
PatNoz Aja
lindungi dan beri kekuatan pada Ewan...
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
membangunkan macan tidur.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1216

    Ewan mendorong pintu masuk dan langsung melihat dua perempuan asing duduk di sofa.Salah satunya berusia sekitar 50 tahun lebih. Dia mengenakan gaun, berdandan tebal, penuh perhiasan emas dan giok. Di lehernya tergantung liontin giok hijau, tampak anggun dan mewah.Perempuan satunya lagi berusia sekitar awal 30-an. Dia mengenakan gaun Chanel, di sampingnya terletak sebuah tas Hermès. Di jarinya terpasang cincin berlian setidaknya satu karat yang berkilau.Sekilas saja, Ewan sudah menyadari bahwa latar belakang kedua perempuan ini jelas tidak sederhana.'Sejak kapan Ibu mengenal teman-teman seperti ini? Kenapa aku nggak pernah melihat mereka sebelumnya?'Ewan merasa agak aneh. Dia melirik ke samping dan melihat Aruna duduk di kursi dekat meja, raut wajahnya terlihat canggung."Bu, aku pulang," sapa Ewan.Di wajah Aruna langsung terlintas ekspresi terkejut sekaligus senang. Dia berdiri dengan cepat dan berkata, "Bukannya hari ini kamu kerja? Ewan, kenapa nggak ke kantor?"Aruna sama seka

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1215

    Sorot mata Dinda dipenuhi kilatan dingin, nadanya tajam dan kasar."Sudahlah. Anggap saja aku nggak bilang apa-apa. Kalau Kak Lisa bangun, sampaikan padanya. Aku pulang."Ewan meletakkan sumpitnya, lalu pergi tanpa menoleh lagi.Dinda berjalan ke meja makan. Melihat setengah mangkuk mi tomat yang tersisa, wajahnya langsung mengeras. "Ewan, dasar bajingan. Kusumpahi kamu mati mengenaskan!"Sambil memaki, Dinda mengangkat mangkuk itu dan hendak membawanya ke dapur untuk dibuang. Begitu dia berbalik, dia langsung melihat Lisa berdiri di belakangnya.Tatapan Lisa saat ini terasa sangat dingin.Dinda terkejut dan hampir melompat. Dengan gugup dia bertanya, "Bu Lisa, kamu ... sejak kapan kamu bangun?""Baru saja," jawab Lisa tanpa ekspresi. "Kenapa kamu mengutuk Ewan?""Aku ... aku membuatkan mi untukmu, tapi dimakan olehnya," kata Dinda. "Aku marah.""Dia bahkan sudah memakanku, apalagi cuma semangkuk mi," kata Lisa dengan nada tajam. "Kamu ingin membunuh Ewan?""Nggak ...."Belum sempat Di

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1214

    Hati Ewan langsung menegang.Sida menelepon di tengah malam, pasti ada sesuatu yang besar terjadi.Apa yang sebenarnya terjadi?"Kak Lisa, jangan bergerak dulu. Aku angkat telepon sebentar, nanti kita lanjutkan," kata Ewan sambil menekan tombol jawab. "Sida, ada apa mencariku?"Sida langsung berterus terang, "Ewan, aku baru dapat kabar. Kakekmu sudah sekarat."Ewan malah mengembuskan napas lega, lalu bertanya, "Kamu menelepon tengah malam hanya untuk menyampaikan hal ini?""Kalau nggak, untuk apa lagi?""Aku kira ada urusan besar. Aku masih ada urusan, tutup dulu."Setelah berkata demikian, Ewan langsung mematikan telepon. Dia sama sekali tidak peduli nasib kakeknya. Dulu saat Ega mengalami musibah, Aruna membawa Ewan yang masih bayi kembali ke Keluarga Kunantara di Soharia. Alih-alih mendapat perlindungan, mereka malah diusir dari keluarga.Selama lebih dari dua puluh tahun, Keluarga Kunantara tidak pernah peduli pada nasib mereka berdua. Kalau begitu, kenapa Ewan harus peduli pada na

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1213

    "Oh ...," jawab Dinda pelan. Suaranya terdengar sedikit kecewa. Lalu, dia melanjutkan, "Bu Lisa, gimana kalau kamu ajak Ewan, kita makan barbeku sama-sama? Atau aku masakkan semangkuk mi untukmu?""Aku nggak lapar. Kamu cepat tidur," kata Lisa.Dinda masih belum menyerah. "Bu Lisa, tadi aku melihat ada kecoa di kamarmu ....""Nggak apa-apa. Ada Ewan di sini, aku nggak takut apa pun.""Bu Lisa, kalau begitu aku siapkan air hangat. Kamu rendam kaki dulu sebelum tidur.""Sudah, Dinda. Kamu ini berisik banget sih? Jangan ganggu aku dan Ewan istirahat," kata Lisa dengan nada kesal.Dinda berdiri di luar pintu, mengepalkan tinju erat-erat sampai pipinya menggembung karena marah.'Ewan. Ewan lagi! Bu Lisa sampai bilang aku berisik gara-gara Ewan. Aku ... aku benar-benar marah!'Sebelum Dinda sempat pergi, dari dalam kamar tiba-tiba terdengar suara desahan Lisa yang terengah-engah. Seketika, hati Dinda seperti hancur berkeping-keping.Air mata tak tertahankan mengalir turun."Bu Lisa, kenapa k

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1212

    Lisa mengenakan setelan kerja putih. Riasannya tampak rapi dan anggun, rambutnya tergerai di bahu, terlihat memesona.Begitu turun dari mobil sportnya, dia melihat Dinda berjalan cepat ke arahnya."Hah, sudah selarut ini kamu belum istirahat?" Lisa tampak agak terkejut.Dinda melirik Lisa. Di matanya terlintas sekilas rasa kagum yang nyaris tak tertangkap, lalu dia berkata, "Bu Lisa, kamu lapar nggak? Aku tahu ada tempat barbeku yang enak. Ayo kita makan.""Boleh," Lisa langsung setuju."Bu Lisa, tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu.""Oke."Dinda berbalik hendak masuk ke dalam rumah. Tepat saat itu, suara Ewan terdengar dari lantai dua. "Kak Lisa!"Begitu mendengar suara Ewan, Lisa langsung mendongak. Saat melihat Ewan, sorot cinta di matanya hampir meluap. Dia langsung melempar kunci mobil ke arah Dinda."Kamu saja yang pergi makan barbeku," kata Lisa.Setelah itu, Lisa berlari masuk ke vila dengan langkah tergesa-gesa.Dinda memegang kunci mobil itu dan terpaku di tempat. Baru setel

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1211

    "Apa urusannya sama kamu?" bentak Dinda dengan nada tidak ramah."Kalau kamu pernah memelihara bunga mawar, kamu pasti tahu, mawar memang indah, tapi kalau nggak disiram, nggak butuh waktu lama untuk layu.""Sebenarnya wanita itu sama seperti bunga mawar. Kalau nggak mendapatkan 'nutrisi' dari pria, mereka akan cepat layu. Jadi menurutku, kamu membutuhkan aku."Ewan berbicara dengan wajah serius, sementara sorot matanya terus berkeliling tanpa sungkan di tubuh Dinda. Hal itu membuat Dinda semakin muak."Kamu bicara panjang lebar begini, maksudmu mau mendekatiku?" kilat dingin menyala di mata Dinda.'Bajingan ini. Sudah punya Bu Lisa dan Neva masih saja nggak puas, sekarang malah berani mengincarku. Cepat atau lambat, akan aku kebiri dia.'Ewan menggeleng. "Kamu salah paham. Bukan aku yang ingin mendekatimu, tapi kamu yang membutuhkan pria.""Orang gila!" maki Dinda.Tanpa disangka, Ewan malah berkata, "Aku nggak gila, tapi kamu yang sakit.""Kamu yang sakit!""Kenapa kamu nggak percaya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status