Sret!Dalam sekejap, seluruh perhatian di ruangan itu tertuju pada Ewan. Setelah keterkejutan singkat, ekspresi jijik mulai bermunculan satu per satu di wajah mereka.Saldo masuk 200 miliar? Siapa yang mau percaya?Bukan cuma soal apakah OVO benar-benar bisa menerima satu miliar, tetapi yang jelas, saldo itu mustahil milik Ewan.Siapa sih yang tidak tahu keluarga Ewan itu miskin dan dia sendiri hanya dokter biasa. Dari mana bisa dapat uang sebanyak itu?Satu-satunya penjelasan adalah Ewan lagi sok pamer!"Hahaha! Gila, kocak banget. Zaman sekarang masih aja ada yang pakai trik murahan begini buat pamer.""Aku pernah lihat di internet, ada yang pasang nada dering saldo masuk di OVO. Kukira bohongan, ternyata sekarang dengar langsung!""Besok aku juga mau ganti nada dering jadi 'saldo masuk 200 triliun', biar semua orang ketawa puas."Mona ikut mencela dengan nada penuh penghinaan, "Kalau kamu benar-benar punya 200 miliar, apa aku bakal mutusin kamu dulu? Bukan mau meremehkan, tapi denga
"Baru saja aku mendapat kabar penting. Dokter Ewan baru saja dipromosikan secara luar biasa menjadi Kepala Departemen Pengobatan Tradisional di Rumah Sakit Papandaya!"Semua orang di ruangan itu langsung menarik napas dalam-dalam.Baru pada saat itulah mereka sadar, ternyata dari awal Ewan memang tidak berpura-pura. Dia benar-benar seorang kepala departemen dan juga pahlawan yang menyelamatkan anak-anak."Buset! Baru beberapa bulan nggak ketemu, tahu-tahu kamu sudah jadi kepala departemen! Keren banget!" Halim tertawa puas. Saudara seperjuangannya sehebat ini, dia pun ikut merasa bangga.Ewan tersenyum dan berujar, "Ah, belum ada apa-apanya. Dibanding teman-teman seangkatan, aku masih harus banyak belajar dan tetap rendah hati."Mendengar kata-katanya itu, orang-orang yang tadi mengejek Ewan langsung merasa malu dan ingin bersembunyi. Tamparan kenyataan ini datang terlalu cepat, seperti angin puting beliung. Benar-benar cepat!Glenda menatap Ewan dalam-dalam. Di balik matanya, tersimpa
Ewan mendapat penghargaan Dokter Teladan? Mana mungkin!Tak ada satu pun yang percaya. Mereka semua bekerja di rumah sakit, sangat tahu betapa sulitnya mendapat penghargaan Dokter Teladan. Banyak dokter yang sudah mengabdi seumur hidup pun belum tentu masuk nominasi.Terutama teman sekelas yang tadi paling lantang mengejek Ewan, dia benar-benar menolak percaya. Dia berkata, "Ewan yang disebut di TV itu belum tentu Ewan yang kita kenal. Soalnya, di dunia ini banyak banget orang yang punya nama sama."Mendengar itu, orang-orang di sekitarnya merasa masuk akal juga. Beberapa bahkan ikut menimpali."Benar juga, Ewan baru masuk rumah sakit beberapa bulan. Mana mungkin sudah jadi Dokter Teladan?""Aku sendiri punya beberapa teman yang namanya juga Ewan.""Mona, kamu pernah kerja di Rumah Sakit Papandaya. Di sana ada orang lain yang namanya Ewan nggak?"Mona memang sudah lama bekerja di Rumah Sakit Papandaya dan sebenarnya tahu tak ada orang lain bernama Ewan di sana. Namun, karena tak mau me
"Ewan memfitnahku! Katanya aku punya hubungan gelap dengan dokter lain di rumah sakit, katanya aku punya masalah moral. Terus, dia memanfaatkan situasi itu untuk merebut kuota pengangkatan pegawai tetap milikku!""Bukan cuma itu, setelah dia diangkat jadi pegawai tetap, dia langsung berubah. Jadi matre, suka menghina orang miskin, bahkan mempermalukanku di depan umum! Kalian nilai sendiri deh, apa orang kayak begini masih bisa dibilang manusia?"Seketika, ruangan dipenuhi hujatan."Ewan, kamu benar-benar nggak punya hati!""Mona sudah begitu baik sama kamu, tapi kamu malah merebut hak dia. Aku malu banget punya teman sekelas kayak kamu!""Dulu waktu di kampus, aku kira kamu orangnya baik. Ternyata aku salah besar. Benar-benar memalukan!"Ruang VIP itu cukup besar. Di dinding paling depan, terpasang layar lebar yang saat itu sedang menayangkan berita dari Papandaya.Ewan menatap layar itu dengan tenang. Meskipun dihujat dan dituduh macam-macam, hatinya benar-benar tak peduli. Kalau ini
"Ewan, itu Mona!" teriak Halim dengan kaget.Padahal Ewan sudah melihatnya sejak awal. Yang membuatnya heran, bagaimana Mona bisa menjadi pacar Yusuf?"Kamu nggak apa-apa?" tanya Glenda pelan sambil menoleh kepadanya."Aku baik-baik saja," jawab Ewan dengan tenang.Dia sudah lama putus dengan Mona. Apa yang dilakukan Mona dulu benar-benar menghancurkan hatinya. Kini dalam pandangan Ewan, Mona tak ada bedanya dengan orang asing yang tak berarti.Halim berbisik, "Ewan, sekarang aku tahu kenapa Ketua Kelas bersikap seperti itu kepada kita. Pasti karena Mona.""Ya." Ewan juga berpikir begitu. Kalau bukan karena Mona, mereka tidak punya urusan apa pun dengan Yusuf. Lantas, kenapa dia harus memusuhi mereka?Yusuf melangkah ke pintu dengan wajah penuh senyuman, lalu menggenggam tangan Mona. Sambil tertawa, dia berkata, "Wanita cantik di sampingku ini pasti nggak asing lagi bagi kalian. Izinkan aku secara resmi memperkenalkan, Mona, pacarku!"Seketika, hampir semua tatapan langsung tertuju pad
'Apa-apaan ini? Kamu yang pesan, aku yang bayar, kamu pikir aku ini orang bodoh?'"Teman-teman, kaviar itu bukan makanan yang bisa dimakan di sembarang tempat. Ayo dong, semua ucapkan terima kasih pada Ketua Kelas."Begitu ucapannya selesai, semua orang di ruangan itu serempak berkata, "Terima kasih, Ketua Kelas!"Wajah Yusuf memaksakan senyuman yang lebih buruk dari tangisan. Meskipun keluarganya cukup berada, uang sakunya sangat terbatas. Makan malam kali ini kemungkinan besar akan membuat kartu kreditnya mencapai batas maksimum."Pak, jadi dua porsi kaviar ini tetap ditambahkan ya?" Pelayan bertanya kepada Yusuf."Tambahkan!" jawab Yusuf sambil menggertakkan gigi. Saat itu juga, hatinya dipenuhi dengan amarah, seolah-olah ingin mencincang Ewan.'Dasar bajingan, berani-beraninya membuatku mengeluarkan uang sebesar ini! Tunggu saja, nanti akan kubuat kamu menyesal!'Ewan melihat ekspresi wajah Yusuf, lalu tersenyum dingin dalam hati."Ewan, kamu nggak merasa keterlaluan menyulitkan ke