Share

Bab 7

Penulis: Rexa Pariaman
"Tadi kamu bilang punya cara untuk menghilangkan bekas luka. Serius?" tanya wanita itu.

Ewan belum sempat menjawab, Roni sudah lebih dulu menanggapi, "Bu, jangan percaya omong kosongnya. Jimat Akademi Sidoar itu takhayul, sama sekali nggak bisa menghilangkan bekas luka."

Wanita itu menatap Roni dan bertanya dengan nada datar, "Kamu Ewan?"

Roni tersenyum. "Bu, jangan bercanda. Mana mungkin aku Ewan."

"Kalau begitu, atas dasar apa kamu menjawab pertanyaanku?" Nada suara wanita itu tiba-tiba berubah dingin dan tegas, tatapannya pun tajam.

Keringat dingin mulai menetes di dahi Roni. Ewan menatap wanita itu dengan takjub. Dia merasa, saat ini aura wanita itu sangat mirip dengan Neva, hanya saja lebih tajam dan agresif.

Dia pun penasaran, siapa sebenarnya wanita ini?

Roni menyeka keringat sambil berucap, "Bu, maaf, aku ...."

"Apa itu jimat Akademi Sidoar yang kamu sebut tadi?" tanya wanita itu kepada Ewan dengan penuh rasa ingin tahu. Ekspresinya berubah ceria, sangat kontras dengan sebelumnya.

Ewan menjawab, "Jimat Akademi Sidoar adalah teknik rahasia yang sangat mendalam. Banyak keajaiban dalam penggunaannya. Mereka yang nggak memahaminya menganggapnya takhayul, tapi bagi yang memahaminya, ini adalah ilmu agung."

"Jimat Akademi Sidoar benaran bisa menghilangkan bekas luka sepenuhnya?" tanya wanita itu lagi.

"Bisa," jawab Ewan dengan yakin.

Dalam "Kitab Jimat Akademi Sidoar" yang diwarisinya, tercatat satu jimat bernama Jimat Penghilang Bekas Luka.

Begitu jimat itu diaktifkan, bisa menghapus bekas luka dalam waktu singkat dan mengembalikan kulit seperti semula.

"Kalau begitu, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan bekas lukaku?" Wanita itu berpikir, kalau satu atau dua tahun masih bisa ditoleransi, tetapi kalau tiga sampai lima tahun, bukankah itu berarti dia tidak bisa mengenakan rok pendek lagi?

Ewan berpikir sejenak, lalu menjawab, "Sekitar sepuluh menit."

"Apa katamu?" Wanita itu menatap Ewan dengan syok.

Ewan mengira wanita itu merasa waktu itu terlalu lama, jadi dia buru-buru menambahkan, "Kalau aku berusaha lebih keras, mungkin lima menit cukup."

Wanita itu terdiam, tak percaya. Para dokter magang yang berdiri di belakang Roni pun mengejek, "Ewan, kamu kira kami ini bodoh?"

"Lima menit untuk menghilangkan bekas luka? Kamu pikir kami nggak ngerti ilmu medis? Kamu kira kamu dewa?"

"Aku rasa kamu cuma ngomong ngawur! Dokter Roni saja nggak bisa. Kamu ini cuma perawat, mana mungkin bisa?"

"Jimat Akademi Sidoar? Kenapa nggak sekalian bilang kamu bisa ilmu rahasia Akademi Nagendra?"

Ewan menjawab dengan serius, "Kebetulan aku memang mengerti sedikit tentang itu, meski nggak berguna untuk bekas luka."

Dalam warisan leluhur Keluarga Aditya, terdapat banyak hal misterius seperti itu. Salah satunya tidak lain adalah teknik rahasia Akademi Nagendra.

Salah satu dokter magang tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, kocak banget! Kalau aku tanya kamu ngerti ilmu fengsui atau nggak, kamu juga bakal jawab ngerti sedikit ya?"

Ewan mengangguk. "Ya, aku memang ngerti sedikit."

"Kalau kamu sehebat itu, kenapa menjiplak rekam medis Dylan?"

"Aku nggak menjiplak." Ewan menatap dokter magang itu dengan galak.

"Kalau begitu, kenapa kamu dipindahkan ke pos perawat?" Dokter magang itu tersenyum sinis.

Ewan sungguh kehabisan kata-kata. Dengan wajah memerah, dia menyahut, "Pokoknya aku nggak menjiplak. Dylan yang menjebakku ...."

"Cukup." Roni mulai tidak sabar, menatap Ewan dengan dingin. "Kamu nggak punya urusan di sini lagi, keluar!"

"Tunggu dulu," kata wanita itu, menatap Ewan dalam-dalam. "Apa aku bisa memercayaimu?"

Begitu mendengar itu, Ewan tahu inilah kesempatan emasnya. Dia menatap mata wanita itu dan menimpali dengan serius, "Kamu bisa percaya padaku. Aku nggak akan mengecewakanmu."

"Kalau begitu, kapan kamu bisa mulai?"

"Kapan saja."

"Kalau begitu, sekarang saja," ujar wanita itu kepada Ewan. "Kalau kamu benar-benar bisa menghilangkan bekas lukaku sepenuhnya, aku akan kasih imbalan besar."

Mendengar itu, Roni segera membujuk, "Bu, ini masalah kesehatan. Jangan main-main. Ewan ini cuma perawat biasa. Dia nggak paham apa-apa."

Wanita itu bertanya kepada Ewan, "Kalau gagal, apa akan berbahaya bagi tubuhku?"

"Nggak. Kalaupun gagal, nggak akan ada dampak buruk," jawab Ewan.

Wanita itu akhirnya menatap Roni. "Kamu dengar sendiri, 'kan? Kalau gagal pun nggak akan berbahaya, jadi kenapa nggak dicoba?"

"Tapi ...."

"Tapi apa? Kamu ada solusinya?"

Roni langsung terdiam.

"Kalau begitu, kenapa kamu melarang Ewan mencoba? Hanya karena dia perawat? Atau kamu punya maksud lain?" Nada suara wanita itu berubah dingin lagi, tatapannya tajam ke arah Roni.

Roni ketakutan, buru-buru menjelaskan, "Bu, jangan salah paham. Aku hanya khawatir metode Ewan nggak berhasil, bukan karena ada niat lain."

"Bagus kalau nggak ada niat lain. Kalau nggak, aku nggak akan mengampunimu." Wanita itu menoleh dan kembali tersenyum menggoda. "Ayo, Dik, obati aku sekarang juga!"

Ekspresinya berubah secepat membalikkan telapak tangan.

"Oke." Ewan mengangguk pelan. Dalam hati, dia berwaspada. Wanita ini benar-benar tidak bisa ditebak, jangan sampai membuatnya marah. Jika tidak, dia harus menerima akibatnya sendiri.

Ewan mengambil semangkuk air, lalu menjulurkan tangan kanannya, menyatukan jari telunjuk dan tengahnya. Dia mulai menggores di atas mangkuk air, seolah-olah sedang menulis sesuatu. Mulutnya melafalkan sesuatu dengan lirih, hanya terdengar samar seperti "segera terjadi atas hukum langit".

"Penipu!" Dokter magang di belakang Roni mendengus. Yang lain juga menunjukkan wajah penuh ejekan.

Dalam pandangan mereka, mengobati orang itu seharusnya menggunakan suntikan, obat, atau operasi. Adapun jimat yang disebutkan, itu jelas hanya tipuan.

Tiga menit berlalu. Ewan berhenti, lalu mengoleskan air di dalam mangkuk itu ke jahitan luka wanita itu dan berkata, "Tunggu dua menit lagi. Bekas lukanya akan menghilang."

"Pfftt .... Hahaha ...." Seorang dokter magang tertawa terbahak-bahak. "Ewan, ternyata kamu pintar sekali berakting. Kamu cocok jadi figuran. Dengan aktingmu, kamu bisa terkenal suatu hari nanti!"

Yang lain menimpali, "Hal yang nggak bisa diatasi dengan ilmu medis bisa kamu atasi cuma dengan oles air? Kamu mau nipu anak kecil ya?"

Roni juga tidak percaya. Bertahun-tahun menjadi dokter, dia belum pernah mendengar ada jimat Akademi Sidoar bisa menyembuhkan. Kalau memang bisa, apa gunanya para dokter?

Detik demi detik berlalu. Saat waktu hampir mencapai dua menit, tiba-tiba wanita itu berseru, "Bekas lukanya mulai hilang! Ini nyata!"

Alis Roni langsung terangkat. Karena tak percaya, dia otomatis menatap ke arah betis wanita itu. Begitu melihatnya, matanya langsung membelalak. Dia seperti melihat setan.

Para dokter magang di belakangnya juga tercengang. "Ini ... ini nggak mungkin!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 50

    Di dalam kantor wakil direktur, Mona menjelaskan dugaannya kepada Tripta.Setelah mendengar semuanya, Tripta mengernyitkan dahi dan bertanya, "Jadi maksudmu, Ewan sempat menemui Dylan dan saat itu dia tampak sangat marah?""Benar," jawab Mona. "Kalau bukan karena Bu Neva, mungkin Ewan benar-benar sudah membunuhku saat itu.""Kamu 'kan mantan pacarnya, sudah pacaran sama dia cukup lama. Apa dia tega membunuhmu?" Tripta jelas tidak percaya begitu saja."Pak Tripta, aku nggak bohong. Semua yang kukatakan itu sungguhan," kata Mona dengan panik. "Aku benar-benar ketakutan saat itu.""Ceritakan padaku secara rinci, dari awal sampai akhir." Tripta pun duduk di kursinya dan mendengarkan cerita Mona dengan saksama.Lima menit kemudian.Tripta sudah memahami situasinya secara garis besar. Dia berkata, "Mona, sekarang juga kamu harus pergi mencari Ewan. Kalau hilangnya Dylan memang ada hubungannya dengan dia, kamu harus pastikan di mana Dylan sekarang.""Pak Tripta, bagaimana kalau Bapak saja yan

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 49

    "Karena aku nggak rela berpisah denganmu." Lisa menopang dagunya dengan kedua tangan dan menatap Ewan penuh kelembutan. Tatapan dari kedua mata indahnya itu begitu menggoda dan menawan.Lagi-lagi begini ....Ewan merasa agak pusing. Lisa memang sering sekali menggodanya seperti ini."Kak Lisa, ke depannya kamu harus jaga dirimu baik-baik, ya."Memikirkan bahwa dia tidak bisa lagi menemani Lisa setiap hari, Ewan merasa agak kehilangan juga. Bagaimanapun, bisa menemani wanita secantik ini setiap hari, suasana hatinya juga pasti akan membaik."Jadi kamu benar-benar nggak bisa rawat aku lagi?" Lisa kembali bertanya.Ewan menjelaskan, "Kalau sudah balik ke Departemen Bedah, aku akan sangat sibuk. Aku benar0benar nggak ada waktu lagi untuk merawatmu.""Kalau begitu, bisa nggak kamu janji satu hal padaku?""Apa itu?""Kamu harus janji untuk datang menjengukku setiap hari.""Itu ....""Bahkan permintaan kecil begitu saja kamu nggak bisa penuhi? Kamu bilang kamu nggak benci aku, tapi sepertinya

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 48

    Di dalam kamar rawat, Ewan menggunakan jimat dari Akademi Sidoar untuk menghilangkan bekas tamparan di wajah Lisa."Rasanya gimana?" tanya Ewan."Sejuk ... seperti habis pakai masker wajah," jawab Lisa."Masih sakit nggak?"Lisa menggeleng. "Nggak sakit lagi.""Kak Lisa, wanita tadi jelas bukan orang baik. Sepertinya dia nggak akan berhenti begitu saja. Menurutku, kamu sebaiknya sewa dua pengawal untuk jaga-jaga," saran Ewan.Lisa tersenyum dan berkata, "Ada kamu yang melindungiku, untuk apa aku sewa pengawal?""Aku sudah dipindahtugaskan dari posisi perawat." Begitu kata-kata itu terucap, senyum di wajah Lisa langsung lenyap."Kamu dipindah ke mana? Ke Departemen Bedah?" Lisa langsung marah. "Ini pasti ulah Neva, ya? Keterlaluan! Aku akan langsung telepon direktur rumah sakit kalian sekarang juga!"Usai bicara, Lisa langsung mengambil ponselnya dan menekan nomor dengan cepat.Ewan buru-buru menjelaskan, "Kak Lisa, ini bukan salah Bu Neva. Aku sendiri yang minta dipindahkan ke Departem

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 47

    "Apa aku menghinamu? Aku cuma berkata jujur." Lisa berkata dengan wajah tak bersalah, "Bagaimanapun, Keluarga Kunantara termasuk keluarga terpandang di ibu kota. Kenapa bisa melahirkan seorang putri seperti kamu?""Demi menghormati Edho, aku cuma ingin mengingatkanmu satu hal. Jangan sampai semua yang diberikan orang tuamu hilang sia-sia, terutama harga diri.""Kamu ... kamu ... akan kuhabisi kamu!" Bak ayam jago yang hendak bertarung, Thalia menerjang ke arah Lisa dengan garang. Namun, baru saja dia mendekati ranjang pasien, Ewan langsung mencengkeram lehernya.Dalam sekejap, dia kesulitan bernapas."Kamu ... kamu mau apa?" Thalia menatap Ewan dengan ketakutan.Ewan menoleh ke arah Lisa dan bertanya, "Kak Lisa, mau dibunuh atau dikubur hidup-hidup?"Lisa langsung paham maksud Ewan, lalu menjawab dengan sungguh-sungguh, "Langsung dibunuh itu terlalu membosankan, dikubur hidup-hidup juga merepotkan .... Hmm, bagaimana kalau ditenggelamkan saja? Atau dimutilasi perlahan juga boleh. Bagai

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 46

    "Aku nggak pernah memukul wanita, tapi kamu ini pengecualian." Perkataan Ewan sangat singkat dan lugas, tetapi penuh wibawa.Lisa menoleh dan menatap Ewan dengan terkejut, lalu bertanya, "Kamu tahu siapa dia?""Siapa pun dia, itu nggak ada hubungannya denganku. Aku nggak akan membiarkan siapa pun menindasmu di depan mataku." Mendengar kalimat itu, hati Lisa terenyuh.Selama bertahun-tahun ini, dia memikul semuanya sendirian. Di mata orang lain, dia adalah wanita tangguh. Namun, mereka semua lupa bahwa dia juga seorang wanita yang ingin dilindungi.Lisa tidak pernah menyangka bahwa pria yang berdiri melindunginya hari ini, ternyata adalah Ewan.Lisa berkata, "Wanita yang kamu tampar tadi itu adalah kakak dari tunanganku yang sudah meninggal. Dia berasal dari salah satu keluarga besar di ibu kota. Keluarganya sangat berpengaruh. Hanya dengan satu perintahnya saja, cukup untuk membuatmu lenyap tanpa jejak.""Lalu kenapa?" Wajah Ewan tidak terlihat gentar sedikit pun. "Seperti yang Kak Lis

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 45

    "Siapa kamu?" tanya wanita itu buru-buru."Aku pakai jubah putih begini, menurutmu aku ini siapa?" tanya Ewan dengan wajah muram dan suara berat. "Kamu ribut-ribut begini di ruang perawatan, apa nggak merasa malu?"Wajah wanita itu langsung memerah dan berubah pucat. Tatapannya seolah-olah hendak mengobarkan api amarah. Dengan status setinggi ini, sejak kapan ada dokter rendahan yang berani membentaknya seperti ini?"Kamu tahu nggak aku ini siapa?"Begitu mengucapkan kalimat ini, wanita itu langsung merasa dirinya bodoh. Kalau saja dokter muda ini tahu siapa dia, mana mungkin berani bersikap seperti ini?"Aku kasih tahu, aku ini ....""Aku nggak peduli kamu ini siapa, yang jelas nggak boleh buat keributan di sini, apalagi melukai pasienku," jawab Ewan dengan wajah tegas."Kamu ....""Silakan keluar.""Kamu mau mengusirku?" Wanita itu membelalakkan matanya menatap Ewan seakan-akan sedang melihat makhluk aneh. Dia sama sekali tidak menyangka, seorang dokter rendahan seperti ini berani me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status