Share

Bab 6

Penulis: Rexa Pariaman
Tubuh wanita itu tiba-tiba mencondong ke depan. Dalam sekejap, sebuah pemandangan memikat langsung tertangkap oleh mata Ewan ....

Sangat menggoda!

Yang paling mematikan adalah wanita itu menatap Ewan dengan penuh kelembutan dan menggoda dengan matanya, seakan-akan mengajaknya bermain.

Seketika, wajah Ewan langsung memerah. Dia belum pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya. Yang membuatnya merasa paling malu adalah api dalam tubuhnya menyala begitu saja.

Ewan sedang berpikir bagaimana cara menutupi rasa canggungnya, tetapi wanita itu tiba-tiba berbicara.

"Dik, kamu suka cewek seperti Kakak?" Suaranya lembut dan menggoda, seperti aliran listrik yang menjalar dari telinga ke seluruh tubuh, membuat bulu kuduk meremang.

Wanita ini benar-benar menggoda, Ewan tak sanggup menahan diri. Dengan cepat, Ewan berbalik dan berlari keluar dari ruang rawat.

"Eh, jangan pergi dong! Masih banyak yang ingin kuceritakan. Hahaha ...." Wanita itu pun tertawa terbahak-bahak.

Di lorong rumah sakit, Ewan menyeka wajahnya, merasa panas luar biasa. Dalam hati, dia memaki dirinya sendiri. Benar-benar lemah. Sebagai pria dewasa, malah dibuat lari ketakutan oleh seorang wanita.

Namun, harus diakui baik wajah maupun tubuh wanita itu, semuanya termasuk level atas. Setidaknya, di antara semua wanita yang pernah dia lihat, hanya Neva yang bisa menyainginya.

Namun, Neva selalu berwajah dingin, seperti bongkahan es, membuat orang enggan mendekat. Sementara itu, wanita itu hangat seperti api, genit dan menggoda. Setiap lirikan matanya bisa membuat pria kehilangan kendali. Benar-benar racun bagi kaum lelaki.

Ewan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dia mulai memikirkan strategi.

Ewan sadar betul, jika dia tidak bisa menangani pasien ini, Kepala Perawat pasti akan menggunakan alasan itu untuk menendangnya keluar dari pos perawat. Saat itu, dia tidak akan punya kesempatan lagi.

Jadi, dia harus masuk ke ruangan itu lagi, bahkan harus mendapatkan hati wanita itu. Namun, bagaimana caranya?

Ewan merasa pusing. Dia sama sekali tidak punya pengalaman dalam urusan seperti ini.

"Ah, terserahlah. Masuk saja dulu." Dengan nekat, Ewan masuk kembali ke ruang rawat.

"Eh, kok kamu masuk lagi?" tanya wanita itu sambil menatapnya. Matanya yang indah menunjukkan sedikit keheranan. Dia tersenyum sambil meneruskan, "Kamu sudah kangen sama aku ya?"

Swoosh .... Wajah Ewan memerah lagi tanpa disadarinya.

"Ya ampun, pemalu banget sih. Lucu banget. Kasih tahu saja, kamu mau apa? Kakak puasin kamu."

Ewan menatap wanita itu dan berkata, "Aku ingin lihat kakimu."

"Dasar! Kelihatan kalem, tapi ternyata genit juga. Kamu mau lihat kakiku? Malu deh!" Suara wanita itu manja saat berpura-pura malu.

Ewan buru-buru menjelaskan, "Bu, jangan salah paham. Aku cuma ingin lihat cedera di kakimu."

Wanita itu tertegun. "Kamu bukan mau lihat kakiku?"

"Bukan," bantah Ewan segera.

Wanita itu menatap Ewan selama dua detik, lalu tertawa centil. "Dik, kamu ini nggak jujur ya ...."

"Aku ini perawat, punya tanggung jawab untuk memeriksa cederamu. Kalau perlu, aku juga harus ganti perban," jawab Ewan dengan serius.

"Baiklah!" kata wanita itu sambil menarik selimut, memperlihatkan kaki kanannya. Betis kanannya tampak dibalut perban.

Ewan berjongkok di samping tempat tidur, membuka perban dengan hati-hati, memeriksa cedera di kaki wanita itu.

Lukanya panjang sekitar sepuluh sentimeter dengan jahitan yang rapat seperti kelabang. Terlihat mengerikan. Sungguh tak adil bagi wanita secantik ini!

Suasana hati Ewan menjadi buruk. Wanita secantik ini malah mengalami musibah yang begitu parah, sungguh kejam.

"Kenapa bisa terluka?" tanya Ewan dengan suara pelan.

"Kecelakaan mobil, tulangku patah," jawab wanita itu. "Dalam beberapa hari, aku harus operasi lagi."

"Bukannya sudah operasi? Kenapa harus operasi lagi?" tanya Ewan dengan heran. Menurut pengalaman medisnya, wanita ini tidak perlu melakukan operasi lagi.

"Aku orangnya perfeksionis. Nggak mau ada bekas luka," jawab wanita itu sambil tersenyum.

Ternyata begitu.

"Dokter bilang, karena lukanya cukup besar, operasi kedua untuk menghilangkan bekas lukanya sangat sulit. Kalau bekas ini nggak bisa hilang, aku nggak bisa pakai rok pendek lagi seumur hidupku. Sedih banget, 'kan?"

Begitu wanita itu selesai berbicara, seorang dokter pria paruh baya masuk, diikuti oleh beberapa dokter magang.

"Bu, apa kabarmu hari ini?" tanya dokter itu dengan senyuman ramah.

"Cukup baik. Dokter Roni, apa kamu sudah menemukan cara menghilangkan bekas luka ini?" tanya wanita itu segera.

"Bu, takutnya kamu harus kecewa," jawab Roni dengan nada penuh penyesalan. Senyuman telah sirna dari wajahnya. "Aku sudah berdiskusi dengan dokter spesialis kulit. Untuk kasusmu, menghilangkan bekas luka secara total hampir nggak mungkin. Bahkan kalau dilakukan operasi rekonstruksi kulit, bekasnya tetap nggak bisa hilang semua."

"Nggak ada cara lain?" Wanita itu masih tak menyerah dan memohon, "Dokter, asalkan bekasnya bisa hilang, aku siap bayar berapa pun biayanya."

"Bu, ini bukan masalah uang, tapi keterbatasan teknologi medis saat ini."

Hati wanita itu langsung hancur. Bagi seorang wanita, luka besar seperti itu adalah cacat permanen. Apalagi, dia sangat memperhatikan penampilan.

Entah kenapa, melihat ekspresi kecewanya, Ewan malah ikut merasa sedih. Seolah-olah terdorong oleh sesuatu, dia berkata, "Sebenarnya, bukan berarti nggak ada cara."

Semua orang langsung menoleh ke arah Ewan. Roni menatap Ewan sambil bertanya, "Kamu siapa?"

"Aku ...."

Ewan baru hendak memperkenalkan diri, tetapi salah satu dokter magang di belakang Roni segera berkata, "Dokter Roni, dia Ewan, perawat di sini."

"Perawat?" Roni mengerutkan kening. "Apa maksud ucapanmu barusan?"

Ewan buru-buru menjelaskan, "Dokter, sebenarnya untuk kasus Ibu ini, memang masih ada kemungkinan."

Kening Roni semakin berkerut. Dia bertanya, "Maksudmu, kamu punya solusi?"

"Iya." Ewan mengangguk.

"Solusi apa?"

"Pakai jimat Akademi Sidoar."

"Omong kosong macam apa itu?" Roni langsung marah. "Zaman sekarang masih percaya takhayul? Kamu masih mau kerja di rumah sakit nggak?"

"Dokter, dengarkan dulu. Ini bukan takhayul, tapi cabang ilmu metafisika yang sangat mendalam. Itu benar-benar bisa bantu hilangkan bekas luka ...."

"Keluar!" bentak Roni sebelum Ewan selesai berbicara. "Kalau kamu ngomong ngawur lagi, aku akan pastikan kamu dikeluarkan dari pos perawat!"

Kenapa tidak ada yang percaya di saat dirinya berbicara jujur? Ewan masih ingin menjelaskan, tetapi melihat wajah Roni yang sudah merah padam, dia hanya bisa menghela napas dan bersiap pergi.

Tiba-tiba ....

"Tunggu!" Wanita itu bersuara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
satu lagi kesempatan yang baik untuk menampilkan kelebihan ilmu.
goodnovel comment avatar
Albert Bacas
menurut sensus sama-sama kita harus keluar 🫥
goodnovel comment avatar
Albert Bacas
wahhhh ternyata sama saja dengan yang lainnya ????
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1182

    Tempat bencana?Mendengar ucapan Nazar, alis Ewan terangkat sedikit, sadar bahwa kemungkinan mereka akan menghadapi masalah berikutnya.Samudra agak bingung dan bertanya, "Bukannya Paman bilang ini adalah tanah naga sejati? Kenapa sekarang berubah jadi tempat bencana?"Ekspresi Nazar menjadi serius. Dia menjawab, "Tanah naga sejati punya susunan alam yang luar biasa. Secara normal, tempat seperti ini seharusnya memiliki aliran energi yang kuat dan penuh kehidupan, sebuah tanah fengsui tingkat tertinggi yang sangat langka.""Sekarang kalau berubah seperti ini, hanya ada satu alasan. Itu karena tanah naga sejati ini sudah diambil alih oleh seseorang.""Diambil alih?" Samudra semakin bingung. "Maksudnya apa?"Nazar menyahut, "Singkatnya, sudah ada orang yang dikubur di sini."Wajah Samudra langsung menjadi masam. Dia bergumam, "Aku tadinya mau mengubur Paman di sini. Sekarang sepertinya Akademi Nagendra nggak bakal punya kesempatan melahirkan naga sejati lagi."Buk! Nazar mengetuk kepala

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1181

    "Paman, aku benar-benar nggak memfitnahmu. Tadi Paman memeluk patung batu itu dan menciumnya dengan liar, seolah-olah menganggap patung itu sebagai perempuan ...."Duk! Nazar mengetuk kepala Samudra keras-keras dan membentak, "Katakan, kamu nggak melihat apa-apa.""Nggak, aku melihatnya."Plak! Nazar memukul kepala plontos Samudra dan membentaknya lagi, "Aku kasih kamu satu kesempatan terakhir untuk menyusun kalimat. Kamu nggak melihat apa-apa.""Paman, aku melihatnya. Aku melihat semuanya," kata Samudra dengan ekspresi serius. "Yang aku bilang itu benar, kenapa Paman nggak percaya?""Kamu ini bodoh sekali. Mau bikin aku mati karena kesal ya?" Nazar mengibaskan lengan bajunya dan pergi.Samudra merasa bingung, lalu bertanya, "Dokter Ewan, Paman kenapa?"Ewan tertawa. "Jangan hiraukan dia. Dia memang ada penyakit di otaknya.""Mm, aku juga curiga Paman sakit dan cukup parah. Dokter Ewan, bisa sembuhin Paman?"Ewan sungguh kehabisan kata-kata.Dua ratus meter itu mereka lewati dengan san

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1180

    "Dasar bocah, ba ... bagaimana kamu bisa keluar?" Nazar terkejut dan langsung bertanya.Ewan menyahut, "Tentu saja aku jalan keluar pakai kaki. Masa kamu nggak lihat?""Kamu nggak mengalami ilusi?""Nggak."Seketika, wajah Nazar menjadi sangat masam.'Leluhur, kenapa kamu sengaja mengincarku? Sialan, dasar dewa tua menyebalkan!' Nazar mengumpat Tarsa dalam hati.Ujian pertama, kabut racun, Ewan dan Samudra melaluinya dengan mudah. Nazar sendiri harus memakai satu lembar Jimat Penyelamat baru bisa lolos.Ujian kedua, semut pemakan jiwa, Ewan dan Samudra hanya melontarkan satu kalimat, lalu semut-semut itu langsung kabur. Sementara dia sendiri terjebak dalam bahaya besar dan akhirnya terpaksa memakai Teknik Melarikan Diri, lalu muntah darah dan pingsan, bahkan hampir mati.Ujian ketiga, dia terperangkap dalam ilusi, bukan hanya melepas pakaiannya, bahkan akhirnya harus mengandalkan Ajaran Lima Petir baru bisa menghancurkan ilusi itu.Adapun Ewan dan Samudra, Samudra hanya membaca tujuh k

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1179

    "Nazar, kamu bilang apa? Coba buka mata dan lihat, aku benar-benar Raisa-mu." Saat berbicara, tubuh mungil dan dada Raisa bergoyang, tampak begitu memikat."Cuma ilusi. Mana mungkin bisa mengurung seorang pendeta sepertiku." Nazar mengambil selangkah dan langsung muncul di udara. Kemudian, dia menggigit ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanannya, menyatukan kedua jari itu seperti pedang. Dia mengacungkannya dan menggambar sembarangan di udara."Langit suci, bumi suci, kiri berada di Bintang Selatan, kanan berada di Tujuh Bintang. Yang melawan mati, yang menurut hidup. Petir Langit Kesembilan, terwujudlah!"Begitu suara itu terdengar, dari dua jari Nazar menyembur dua garis darah yang melayang di udara, lalu berputar-putar hingga membentuk satu simbol besar petir."Ajaran Lima Petir!" Ekspresi Raisa berubah drastis. Dia menunjuk Nazar sambil memaki, "Nazar, kamu kejam sekali! Kamu benar-benar mau membunuhku dengan Ajaran Lima Petir? Meskipun jadi hantu, aku nggak akan melepaskanmu!"

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1178

    Raisa berdiri di sana tanpa sehelai benang pun. Wajahnya sedikit malu-malu, memadukan pesona seorang wanita dewasa dan rasa malu seorang gadis muda secara sempurna, membuat orang sulit memalingkan mata.Kulitnya seputih salju, juga harum dan bening. Benar-benar wanita yang luar biasa!Nazar menelan ludah dengan susah payah.Raisa menatap Nazar tanpa berkedip. Suaranya selembut air. "Seumur hidup ini aku nggak menginginkan apa pun, hanya ingin menikmati satu malam bersamamu. Selama kamu setuju dengan permintaanku ini, aku akan memberitahumu posisi Pedang Mahaguru."Nazar menarik napas panjang dan menyahut, "Raisa, kamu seharusnya tahu, aku adalah pendeta Tao. Kalau aku melakukannya denganmu, itu akan melanggar aturan. Lebih baik kamu ajukan permintaan yang lain.""Aku sudah tahu kamu pasti akan bilang begitu." Raisa memelototinya sebentar, lalu meneruskan, "Pendeta itu meninggalkan sebuah pil dan memintaku menyerahkannya kepadamu.""Pilnya di mana?" tanya Nazar segera.Raisa berbalik, m

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1177

    "Leluhur, kamu pasti nggak nyangka, 'kan? Formasi Batu memang misterius, tapi ini terlalu gampang bagiku.""Sayang sekali, kamu nggak bisa melihat sendiri murid memecahkan formasi ini. Benar-benar penyesalan besar."Usai berbicara, Nazar kembali mengambil selangkah ke depan. Seketika, pemandangan di hadapannya berubah drastis.Yang dia lihat bukan lagi 18 manusia batu, melainkan sebuah ruangan bergaya kuno, dengan sebuah ranjang kayu di dalamnya.Di atas ranjang duduk seorang wanita muda. Lebih tepatnya, seorang wanita muda yang sangat cantik.Kulitnya putih dan halus, tubuhnya dibalut gaun tradisional ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Sangat menggoda.Wanita itu memandang Nazar. Mata indahnya penuh dengan kesedihan."Raisa!" seru Nazar dengan kaget, lalu bertanya, "Ini di mana? Kenapa kamu ada di sini?""Kamu ini laki-laki tak berhati! Masih punya muka untuk menemuiku? Pergi!" Setelah memaki, air mata wanita itu mengalir.Sepuluh tahun yang lalu, di bawah Akademi Nagendra terjadi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status