로그인Ewan mendongak menatap ke depan, wajahnya dipenuhi keterkejutan. Sekitar 30 meter di depannya, tangga batu itu berakhir. Di ujung tangga, terbentang sebuah kolam besar. Luasnya kira-kira sebesar lapangan basket.Air kolam itu hitam legam seperti tinta, tak terlihat dasar sama sekali. Di tengah kolam berdiri sebuah panggung tinggi berbentuk delapan trigram. Pandangan Ewan langsung tertuju pada bagian tengah panggung itu. Di sana terletak sebuah peti mati batu.Ewan juga memperhatikan bahwa di delapan penjuru panggung itu, terdapat delapan pelita abadi yang masih menyala, seolah-olah tak pernah padam selama ratusan tahun.Sekejap, tatapan Ewan berubah panas. "Sepertinya itu peti milik Master Rayanza. Aku penasaran, sebenarnya dua harta berharga yang dia tinggalkan di dalamnya itu apa?"Dia mempercepat langkah, segera tiba di ujung tangga. Dia memperhatikan jarak antara ujung tangga dan panggung sekitar 20 meter. Di antaranya tak ada tempat berpijak sedikit pun. Langsung melompat jelas mu
"Pada tahun-tahun ketika berada di wilayah barat, aku tanpa sengaja menemukan sebatang sulur kering, namanya Darah Bodhi. Aku memindahkannya ke dalam makam ini, entah masih bisa hidup atau tidak.""Konon, memakan buah Darah Bodhi dapat meningkatkan kekuatan selama sepuluh tahun. Benar atau tidak, aku pun tidak tahu.""Selain itu, di dalam peti matiku tersimpan dua benda berharga untuk diwariskan kepada orang yang berjodoh di masa mendatang.""Rayanza, catatan terakhir."Ini adalah sebuah surat perpisahan terakhir. Setelah membacanya, semua pertanyaan di hati Ewan pun terjawab. Tempat ini ternyata adalah makam yang dibangun sendiri oleh Rayanza.Formasi Sembilan Istana Delapan Trigram adalah peninggalan Rayanza. Tujuannya untuk mencegah para penjahat mencuri makam. Buah merah itu adalah Darah Bodhi dan memakannya bisa menambah kekuatan selama sepuluh tahun.Sedangkan 99 makam yang ada di luar, semuanya berisi mayat para bandit. Mereka tewas karena racun asap yang dilepaskan oleh Rayanza
Ewan sendiri terkejut setengah mati. Dia tidak menyangka bahwa satu tebasan aura pedang saja sudah begitu menakutkan."Ini benar-benar jurus pembunuh yang luar biasa. Ke depannya, kalau melawan musuh, jurus ini bisa kupakai sebagai kartu truf. Satu serangan saja pasti cukup untuk memberi mereka pukulan mematikan."Setelah kegembiraannya mereda, Ewan menghela napas panjang. "Sayang sekali Nazar si tua bangka itu nggak ada di sini. Kalau nggak, aku bisa mencobanya langsung padanya untuk melihat seberapa kuat tebasan ini. Entah aku bisa menang melawannya atau nggak?"Kini, Ewan mulai penasaran, seberapa besar perbedaan kekuatannya dengan para ahli tiga besar di Daftar Naga.Setelah dinding batu itu hancur, sebuah ruang batu muncul di baliknya. Ewan melangkah masuk. Baru saja masuk, dia langsung melihat sebuah meja batu di tengah ruangan. Di atas meja itu terdapat sebuah kotak kayu.Sejak pertama kali melihat kotak itu, pandangan Ewan tak pernah terlepas darinya. Naluri kuatnya berkata bah
Ewan segera mengangkat tinjunya dan menghantam ke depan, tetapi aura pedang itu terlalu tajam hingga langsung menembus telapak tangannya dan menancap ke jantungnya.Pfftt! Ewan memuntahkan darah segar dan seketika tersadar dari kondisi itu. Dia menunduk, melihat tinjunya berlubang dan darah terus mengucur keluar. Pemandangan ini sungguh mengerikan.Namun anehnya, jantungnya tidak terluka sama sekali."Hampir saja .... Barusan aku hampir kehilangan kendali dan tersesat dalam jurusnya," gumam Ewan, menyeka keringat dingin di dahinya dengan ekspresi yang masih diliputi rasa takut.Dia segera menggambar satu jimat penghenti darah, lalu menempelkannya di luka tangan dan luka itu pun perlahan sembuh.Setelah semuanya selesai, pandangan Ewan kembali tertuju ke dinding batu di depannya. "Aku akhirnya mengerti sekarang, kenapa ahli sejati itu meninggalkan kata-kata itu di pintu batu.""Rumput ini tampak biasa, tapi sebenarnya menyimpan kekuatan pedang yang amat mengerikan. Kalau seseorang menir
Daripada disebut peringatan, kata-kata yang terukir di atas pintu batu itu lebih tepat disebut peringatan keras."Selangkah ke depan, tubuh binasa dan jalan musnah. Selangkah ke belakang, masih ada harapan hidup. Tapi apa aku masih punya jalan untuk mundur?"Ewan tak punya jalan mundur. Saat dia terbangun, hanya ada satu jalan, yaitu maju. Kalau dia memilih mundur sekarang, hasilnya hanya satu, yaitu menunggu kematian.Ewan bukan tipe orang yang menyerah pada nasib, jadi mustahil dia kembali. Tanpa berpikir panjang, dia menggenggam cincin tembaga di pintu batu itu, lalu mengetuknya dengan keras. Klang! Klang! Klang!Bam .... Pintu batu perlahan terbuka. Dari dalam menyembur udara lembap dan berdebu. Bau apek menusuk hidung, membuat Ewan terbatuk beberapa kali.Di balik pintu itu ada sebuah lorong batu. Ewan tetap waspada. Dia membuka mata batin untuk memeriksa keadaan di dalamnya. Setelah yakin tidak ada bahaya, dia pun melangkah masuk.Dia terus berjalan menyusuri lorong itu sekitar 3
Ewan melesat mundur dengan kecepatan tinggi. Api jatuh tepat di tempat dia berdiri tadi. Seketika, terdengar suara desisan di tanah. Hanya dalam sekejap, lantai batu itu sudah berlubang sebesar kepalan tangan, disertai kepulan asap putih tipis.Wajah Ewan berubah menjadi serius. Dia bisa melihat jelas, di dalam api yang dimuntahkan kura-kura api itu terkandung racun yang sangat berbahaya."Daya korosifnya kuat sekali, bahkan lebih ganas daripada asam sulfat. Untung tadi aku mundur cukup cepat. Kalau kena sedikit saja, tubuhku pasti berlubang.""Sepertinya aku nggak bisa menahan diri lagi. Aku harus segera menghabisi binatang ini." Ewan tak ragu lagi. Dia menyalurkan seluruh kekuatannya ke dalam tinjunya, lalu melompat tinggi ke udara.Klang! Tinju itu menghantam tempurung kura-kura api dengan keras. Pukulan itu seberat ribuan kilogram.Krak! Suara retakan nyaring terdengar. Sebuah celah muncul di tempurung kura-kura itu. Namun, itu hanya sebatas retakan, tak cukup untuk melukainya deng







