“Daripada aku menjadi makan malam kawanan serigala, lebih baik aku makan malam dengannya.” Shino kemudian berlari ke arah pria itu.
Pria itu menyambut Shino dan merangkul layaknya seorang adik. Tubuh Shino gemetar dibuatnya dan ia hampir mati saat ini. Jika ia benar-benar mati, maka alasan utamanya adalah karena jantungnya sudah mencapai limit."Kau asal mana? Dan berapa usiamu? Kukira kau adalah mata-mata musuh. Maafkan aku yang terlalu cepat menuduhmu yang tidak-tidak. Yaah, akhir-akhir ini aku memang lebih waspada. Apa karena aku terlalu lama tidak bertemu dengan orang ya? Hahaha…"Detak jantung Shino normal kembali, ia mulai lega saat pria itu tertawa. Rasa takutnya mulai hilang saat itu juga, tidak seperti badannya yang kekar seperti mafia. Ternyata dia lebih mirip tokoh Giant dalam kartun Doraemon.Perlahan Shino membuka matanya. Dia tertidur sejak lima jam tadi.
“Di mana ini? Mengapa aku ada di sini?” gumamnya. Ia melihat sekitarnya dan tidak menemukan siapapun di sini.
Kepalanya tiba-tiba pusing dan muncul ingatan sekilas tadi malam. Ia terkejut dan sadar bahwa tadi malam dia pingsan akibat kelelahan. Ia jatuh pingsan di pintu masuk rumah pria itu.
“Ck, memalukan sekali. Di mana dia sekarang?” Shino bangun dari ranjang kayu dan menelusuri satu persatu bilik rumah tersebut.
Tetapi, pria tadi tidak ada di sini.
“Mataharinya panas sekali, aku lebih baik di sini saja. Hanya di dalam rumah, kulitku sudah mulai merasa gosong apalagi jika aku keluar.” Shino kembali tidur di ranjang tersebut dengan tangannya mengambil sebuah papan ringan dikipaskan ke wajahnya.
“Oh iya, dia masih belum tahu aku ini wanita kan? Rambutku juga masih terikat dan kusembunyikan di balik topi ini.”
Dua jam ia duduk di ranjang menunggu kedatangan pria itu, sampai pada akhirnya terdengar suara pintu terbuka.
“Wah, kau tertidur lama sekali, kukira kau sudah mati tadi. Aku tadi mampir ke hutan mencari tempat untuk menguburmu,” ujar pria itu.
Ia tersenyum pada Shino, di tangannya membawa banyak ikan laut.
“Kau mau?” Ia menyodorkan ikan tersebut pada Shino.
“Apa kau mau aku makan ikan mentah?”
Pria itu terkekeh mendengar jawaban Shino, dibawanya ikan itu ke dapur untuk dibersihkan. Shino mengikuti pria itu dan mulai duduk di kursi.
“Mengapa kau tinggal di sini sendirian?”
“Untuk mencari angin segar?”
“Orang gila.” Shino memutar bola matanya malas, ia jengkel mendengar jawaban pria tersebut.
Pria bermata biru itu terkekeh melihat wajah Shino yang berubah semakin masam.
“Apa urusanmu bertanya itu padaku? Kalau kujawab jujur nanti kau mau apa?”
“Apa kau tidak pernah basa-basi dengan orang lain?”
“Jadi kau berusaha akrab denganku ya?”
“Menurutmu?”
“Kau wanita kan?” Nada bicara pria kekar itu berubah menjadi dingin dan suasana pun semakin hening.
“Kau tahu apa soal diriku?” Shino berusaha menutupi kebohongannya.
“Mengapa kau jauh-jauh datang ke pulau ini? Kau berniat mencari siapa?” Pria itu kembali menghujani Shino dengan pertanyaan menyangkut dirinya.
“Jika kau ingin mencari orang yang bernama Adam, maka pulanglah.”
Pria itu mulai mengiris buah yang ada di lemari, hanya suara pisau yang terdengar di ruangan itu.
Shino terdiam, ia kebingungan mendengar kalimat terakhir yang diucapkan pria itu.
“Siapa kau? Mengapa kau tahu tentang Adam?”
“Aku?” Pria itu menoleh menatap Shino dengan serius, kemudian ia tersenyum miring.
“Aku Adam. Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan dengan mencariku sampai disini, yang jelas aku tidak tertarik dengan permainan detektifmu itu. Ayo keluar kalau kau ingin makan.”
“Tidak, aku tidak mau pergi ke luar, di luar sangat panas. Aku tidak mau kulitku terbakar.”
Shino berlari menuju ranjang milik Adam dan berniat tidur, disusul oleh Adam dari belakang.
“Kau manja sekali tuan putri, aku biasanya membuang rasa kasihanku pada manusia. Tapi melihat badanmu yang kurus kering begitu, mau tidak mau aku harus memaksamu makan.” Adam menarik paksa Shino ke luar rumah dan berniat membawanya ke pinggir pantai.
Shino terkejut dan tidak bisa melepaskan genggaman tangan Adam,ia menarik tangannya hingga Adam berhenti di dekat pintu.
Shino menggelengkan kepalanya berulang kali dan memohon pada Adam agar melepaskan tangannya. Tetapi tangan Adam semakin kuat menggenggamnya, ia diajak berlari di bawah sinar matahari langsung.
“Arghhh!!” teriak Shino.
Adam kaget dibuatnya dan menoleh ke arah Shino, ia melihat kulit wajah Shino mulai berubah. Di wajahnya muncul bercak kulit yang sangat gelap dibandingkan dengan warna kulit sekitarnya.
Shino melepaskan genggaman tangan Adam dan berlari masuk ke rumah, ia segera mengeluarkan air minum yang dibawanya dan suplemen vitamin D.
“Tidak apa-apa, kau bisa sembuh kembali Hoshino,” batinnya.
Shino kemudian kembali tidur dan menutup semua tubuhnya dengan selimut milik Adam.
Adam berlari menemui Shino, ia ingin mendengarkan penjelasan Shino terkait apa yang terjadi pada tubuhnya. Mengapa tubuhnya berubah secara drastis saat terpapar sinar matahari langsung.
“Hei, tuan putri! Ada apa dengan wajahmu?!” Adam mendekati Shino yang sudah tertidur, ia melihat wajah Shino dengan saksama.
Kulitnya melepuh dan bercak di wajahnya yang awalnya berwarna putih berubah gosong. Adam merasa bersalah karena bertindak seenaknya kepada Shino.
“Adam, apa yang sudah kauperbuat pada wanita itu,” ujarnya.
Adam kemudian pergi untuk menangkap ikan dori di laut, ia ingin membuat bubur ikan untuk Shino.Shino tertidur dengan nyenyak sampai ia pun bermimpi masa kecilnya dulu.“Shino kalau kau ingin membuktikan bahwa kau bukan vampir keluarlah dari balkon rumahmu itu!” teriak seorang gadis kecil berambut pirang di luar rumah Shino.“Turunlah jika kau ingin berteman dengan kami!” tambah anak laki-laki yang berada di samping gadis itu.Shino kecil menjadi tertantang karena perkataan teman-temannya itu, ia berlari ke bawah menuju pintu rumah. Ia berniat membuktikan pada teman-temannya bahwa ia bukan vampir yang takut matahari.“Kau mau ke mana Hoshino?” ayahnya yang sedang membaca koran di ruang tamu terkejut saat Shino membuka pintu lebar-lebar dan berlari keluar dengan baju terbuka.“HOSHINO!!” Ayah Shino lari mengejar Shino dan segera menjemputnya untuk segera masuk ke rumah.“Aku bukan vampir kan?” kata Shino kecil sambil tersenyum kepada teman-temannya.Kemudian mereka menjerit saat wajah
Esoknya, Adam dan Shino mulai mengemasi semua barangnya. Sekitar 6 tahun Adam menghabiskan waktunya di pulau ini. Menjauh dari keramaian kota dan hiruk-pikuk manusia. “Kau sudah selesai?” Wanita berjaket hitam itu sudah menggendong tasnya, bersiap kembali ke tempat penginapannya. “Pergilah dulu, aku akan menyusul.” Pria itu pergi menuju kamar mandi, ia ingin membasuh mukanya. “Oke, cepatlah. Jangan sampai kau ketinggalan, walaupun berpenyakitan, aku ini peserta lomba maraton.” ujar Shino. Adam membasuh mukanya di kamar mandi, lalu ia membuka lemari kecil di kamarnya. Pria itu mengambil sebuah foto buram, yang memperlihatkan seorang gadis kecil yang dirangkul oleh laki-laki seusia remaja. “Singkirkan ketakutanmu Adam.” gumam pelan Adam, foto itu ia masukkan ke dalam tasnya. Di sepanjang jalan, Adam hanya diam saja membuntuti Shino. Pria itu cukup terkejut, melihat semangat Shino. Jarak antar dirinya dengan Shino cukup jauh. Entah mengapa, Adam tidak ingin berjalan di samping Shino
“Sampai berapa lama kita harus seperti ini?” bisik pelan Shino. Wanita itu sudah tidak tahan dengan posisi ini yang terlihat ambigu.“Diamlah, jaga mulutmu untuk tidak bergerak. Berbicaralah dalam hati saja.” Mata Adam terus mengintip babi hutan itu dibalik pohon.Shino perlahan melirik ke arah mata biru Adam, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Entah, mulai kapan ia merasa seperti ini. Sepertinya ia harus segera berobat.“Apa warna matamu itu asli?” Shino kembali membuka mulutnya.Kini, pria itu menjauh dari tubuh Shino. Babi hutan itu sudah pergi menjauh dari mereka, ini saatnya melanjutkan perjalanan mereka.“Ada apa denganmu?” Adam tidak menghiraukan perkataan Shino, ia mulai mengambil langkah terlebih dulu dari Shino.“Sepertinya memang asli,” batin Shino.Sinar matahari mulai sedikit terlihat, mereka akhirnya menemukan jalan keluar dari hutan pinus yang sangat gelap dan suram itu, jauh dari sinar matahari. Tetapi, itu juga sedikit membuat Shino mulai kewalahan, kare
Sekitar jam 5 sore, Shino dan Adam telah sampai di kota Hong Kong. Mereka segera turun dari kapal dan pergi menuju penginapan Shino. Adam mengikuti Shino dari belakang, sepertinya Adam akan menginap di tempat yang sama dengan Shino."Kita akan pergi ke penginapanku, aku akan memesankan kamar untukmu di hotel nanti. Jangan keluyuran, aku cukup malas membuang waktuku hanya untuk mencari orang lain." ujar wanita itu sembari tangannya melambai memanggil taksi.Adam hanya mengangguk dan ikut masuk ke dalam taksi bersama Shino. Gemerlap lampu di jalanan kota Hong Kong mulai menarik matanya, ia menikmati perjalanannya menuju hotel. Hong Kong yang dulu sangat berbeda dengan yang sekarang. Banyak gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi dan suasana malam yang selalu padat oleh manusia. Entah karena pekerjaan atau mencari hiburan malam.Di sampingnya, wanita berparas cantik itu sudah melepaskan sebagian aksesoris pakaiannya yang menurut Adam seperti teroris. Hari s
“Hei, Adam. Ini sudah siang bangunlah,” Seorang gadis kecil dengan mata besar berwarna biru muda berbisik di sebelah Adam yang tertidur. Adam hanya menggeliat malas dan tersenyum kecil, ia mengelus ubun-ubun kepala gadis itu. Gadis kecil itu kembali mencoba untuk membangunkan Adam yang terlelap. “Bangunlah! Ini sudah siang, kau akan terlambat!” Kini, gadis itu sudah memegang sebuah pistol mainan kecil berisi air dan disemprotkan ke wajah Adam. Adam hanya tersenyum miring dan semakin enggan membuka matanya. Ia sangat mengantuk dan tubuhnya sangat lelah menghadapi celotehan wanita keras kepala bernama Shino. “Ah, iya. Siapa wanita itu?” batinnya dalam mimpi. “Hei! Bangunlah paman!” bentak Shino. Byur, Shino menyiram kepala Adam dengan segelas air, ia sudah tidak tahan dengan sikap Adam yang sama sekali tidak bergerak. Adam terkejut dan kemudian bangun dengan rambut basah kuyup, matanya masih menyipit berusaha menghindari sinar matahari yang dipantulkan dari kaca kamarnya. “Sulit
“Hai, apa kabar pa? Sudah lama ya Shino tidak berkunjung ke sini, papa rindu Shino nggak?” Shino menatap nisan bertuliskan Akari Hoshino. “Selamat pagi, om. Saya teman Ai, dia tumbuh besar dengan baik walaupun perangainya yaah seperti itu. Tapi, dia wanita yang cukup tangguh.” sahut Adam ikut menyapa ayah bosnya itu, ia tersenyum lebar. Shino berdecih pelan dan mulai mengeluarkan sebuah buket bunga krisan berwarna putih, ia letakkan di batu nisan ayahnya tersebut. Lalu, ia beralih ke makam ibunya di sebelah. “Hai ma, Shino datang. Shino lebih tinggi kan?” Xiu Juan, nama yang terukir di batu nisan milik ibu Shino. “Halo, tante. Saya Adam, sahabat baik Ai. Saya penjaga setianya, tante tenang saja, saya selalu menjaganya.” Shino hanya tersenyum kecil mendengar Adam yang terus-terusan ikut menyapa kedua orang tuanya. “Baiklah, ayo saatnya kita bekerja.” ajak Shino. Adam mengangguk dan mengikuti Shino pergi dari makam, mereka akan kembali ke Jepang. Shino mengeluarkan ponselnya dan me
“Maaf, nomor yang anda tuju tidak menjawab, silakan tinggalkan pesan suara deng--” Pak Jung menutup teleponnya, hari sudah mulai malam tetapi Shino tidak ada di rumahnya. Pak Jung akhirnya beranjak pulang dari rumah kediaman Shino. “Ayo kita kembali ke kantor saja.” perintah Pak Jung pada supirnya. Kali ini perasaannya tidak enak dan ia harus kembali ke kantor karena kebetulan pekerjaannya menumpuk. Sesampainya di perusahaan, Pak Jung berniat mengambil tas kerjanya untuk pulang ke rumah. Dia terhenti saat suara televisi di ruang kerja departemen web developer memperlihatkan sebuah berita utama malam ini. “Sopir truk akui kelelahan. Arata, sopir truk yang ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap lalai sehingga menyebabkan kecelakaan dan memakan korban luka-luka masih diperiksa intensif oleh petugas polisi setempat.” “Dia pasti akan diberi sanksi dan denda yang cukup berat, karena si korban sepertinya cukup kaya,” ucap Pak Imura dengan berdecak kesal. “Sepertinya dia dalam ke
Adam duduk di sofa ruang tengah, ia menatap kamera pengintai di meja depannya kini. Di kepalanya saat ini, bermunculan sekelebat pertanyaan tentang barang itu. Ia bingung harus bagaimana, barang bukti ini tidak mungkin langsung diberikan kepada polisi. Ia tidak percaya pada polisi, mereka terlalu bermain politik di dalamnya. “Apakah kuberikan ke Pak Jung saja?” gumamnya pelan. “Tapi, bagaimana jika ia malah memberikannya pada polisi?” sambungnya lagi. Jika saja Adam memiliki teman di sini, ia bisa saja meminta bantuan untuk mengoprek kamera ini pada orang tersebut. Tapi sayangnya ini bukan Hong Kong, ia tidak memiliki orang yang dikenal di sini. “Tidak ada pilihan lain, aku harus memberikan barang bukti ini pada Pak Jung.” Pria itu membungkus kamera pengintai itu di plastik ziplock yang ia temukan di dapur. Kemudian, pergi keluar masuk ke dalam mobil Pak Jung. Di rumah sakit, Shino sudah sadarkan diri. Ia saat ini sedang makan buah apel yang dikupas oleh Berry. Pak Jung menyalak